Tuesday, 21 March 2017

Sejarah Pendidikan Islam 2

BAB II
MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendidikan masa Rasulullah
Menelusuri sejarah pendidikan Islam tentu saja harus dimulai dari awal munculnya agama Islam pada masa Rosulullah SAW karena disitulah pondasi seluruh nilai-nilai peradaban Islam. Pada masa kenabian Muhammad SAW akan kita jumpai bagaimana perjuangan Rosulullah dalam menyebarkan agama Islam dan bagaimana pula rintangan yang harus beliau lalui hingga saat ini kita bisa merasakan nikmatnya Islam.
Dari sinilah kita dapat mengetahui betapa beratnya nabi Muhammad SAW melakukan dakwah guna meluruskan nilai-nilai moral yang telah hilang pada masa itu yang akibat perjuangan nabi SAW tersebut dapat kita rasakan sekarang ini.
Penyampaian Rosulullah untuk membina ummat manusia kearah yang lebih baik yang dibedakan ke dalam dua tahap yaitu tahap pertama sebelum nabi hijrah ke Madinah yaitu di Mekkah dan tahap kedua yaitu ketika beliau hijrah dan tinggal di Madinah. Materi pendidikan yang beliau sampaikan pun berbeda. Pada saat di Mekkah beliau menyampaikan tentang pendidikan ketauhidan. Dan pada saat di Madinah beliau lebih menitik beratkan pada pembentukkan dan pembinaan masyarakat baru.

1. Sekilas tentang bangsa arab
Pada masa Pra Islam atau biasa disebut zaman Jahiliyah moralitas bangsa Arab yang negatif bisa disebutkan seperti suka minum arak, berjudi, melakukan pelacuran, pencurian, perampokkan dan lain-lain. Pelacuran juga menjadi kebisaan yang dilakukan tetapi dengan cara tertutup. Para perempuan pelacur dengan terang-terangan membuka kedai pelacuran dan tandanya mereka memasang bendera dimuka masing-masing. Kalau pelacur itu hamil maka ia memanggil semua laki-laki yang pernah mencampurinya. Setelah bayinya lahir maka diundilah siapa laki-laki yang menjadi ayahnya. Hasil undian ini yang menentukan ayah si bayi.
Kekejaman bangsa arab pada masa itu dapat dikatakan melampaui batas prikemanusian. Kejam dan ganas baik kepada sesama manusia manapun kepada binatang. Terkenal dalam riwayat bahwa mereka sangat kejam dan buas kepada anak-anak perempuan mereka sendiri. Anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup didalam tanah dan adakalanya ditaruh didalam satu tempat seperti tong lalu diluncurkan dari tempat yang tinggi.

2. Pendidikan Islam pada Masa di Mekkah
Pada saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama dari Allah sebagi petunjuk atau intruksi kepada beliau untuk melaksanakan tugasnya pada saat beliau berusia 40 tahun yaitu pada tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum hijriyah (6 Agustus 610 M) wahyu yang diturunkan tersebut artinya : Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia (Allah) telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Qalam. Dia (Allah) mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui.
Kemudian disusul dengan wahyu berikutnya yang artinya: hai orang-orang yang berselimut bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas oleh Allah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan Islam. kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.
Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan Islam pertama dalam sejarah pendidian Islam. disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.
Lalu turunlah wahyu untuk menyuruh kepada Nabi, supaya menyiarkan agama Islam kepada seluruh penduduk jazirah Arab dengan terang-terangan. Nabi melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Banyak tantangan dan penderitaan yang diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya. Nabi tetap melakukan penyiaran Islam dan mendidik sahabat-sahabatnya dengan pendidikan Islam.
Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena al-qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepda manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah.
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
a. Pendidikan Keagamaan yaitu hendaklah menyembah semata-mata kepada Allah jangan mempersekutukan Nya dengan berhala, karena Dia Tuhan yang maha besar dan maha pemurah.
b. Pendidikan Aqliyah dan Ilmiyah yaitu mempelajari kejadian penciptaan manusia yang diciptakan darah dan mempelajari penciptaan alam semesta. Alam sendiri yang akan mengajarkan kepada orang-orang yang mau mempelajarinya.
c. Pendidikan Akhlak dan Budi Pekerti yaitu si pendidik mengajarkan tanpa mengaharpkan imbalan melainkan semata-mata kerna Allah dan mengejarkan bagaimana berakhlak dan berbudi pekerti yang baik.
d. Pendidikan Jasmani (kesehatan) mementingkan atau menjaga kebersihanbadan pakaian dan tempat dan melakukan hal-hal yang dapat menyebutkan jasmani.
Masyarakat bangsa Arab pada umumnya dkenal sebagai masyarakat yang pada umumnya tidak dapat membaca dan menulis. Pada masa permulaan nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam di Mekkah telah ada beberapa orang dikalangan masyarakat yang pandai tulis dan baca. Namun, Allah telah menyampaikan atau menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur sehingga memudahkan bagi nabi Muhammad untuk mengjarkan Al-Qur’an kepada umatnya. Setiap wahyu yang turun dan biasanya terdiri dari beberapa ayat Al-Qur’an, nabi SAW langsung menyampaikan ayat-ayat tersebut kepada para sahabatnya dan memerintahkan kepada para sahabat untuk membaca dan menghafal dengan benar. Kemudian nabi Muhammad SAW menyuruh menuliskan ayat-ayat tersebut kepada sahabat yang pandai menulis untuk menetapkan Al-Qur’an dalam hafalan mereka, nabi Muhammad SAW sering mengadakan ulangan terhadap hafalan para sahabat lalu membetulkan hafalan dan bacaan mereka.
Pengajaran Al-Qur’an tersebut berlangsung terus menerus sampai dengan nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya hijrah ke madinah. Penghafalan dan penulisan Al-Qur’an berjalan terus menerus sampai dengan masa akhir turunnya Al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan merekabaik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Perintah dan petunjuk yang dituju kepada nabi Muhammad SAW tentang apa yang harus ia lakukan baik terhadap dirinya maupun umatnya. Petunjuk awal yaitu agar nabi memberikan peringatan kepada umatnya seperti yang tercantum dalam wahyu kedua yang beliau terima yaitupada surat AL-Mudastir yaitu untuk mengacungkan Allah SWT dan meninggalkan perbuatan dosa atau menyembah berhala yaitu peninggalan pada zaman nabi Ibrahim. Nabi Muhammad SAW mendidik umatnya secara bertahap yang dimulai dari keluarga dekatnya cara sembunyi-sembunyi. Antara lain yaitu Khadijah lalu diikuti Ali bin Abi Thalib bin Zaid bin Haritsah (pembantu rumah tangganya. Kemudian ia mulai menyeru kepada sahabat karibnya yaitu Abu Bakar. Secara berangsur-angsur ajakan disampaikan secara meluas, tetapi hanya dari kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja. Berimanlah antara lainUtsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqqash, Abdurahman Bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah Bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah bin Khattab bersama suaminya Said Bin Zaid. Keadaan yang sembunyi-sembunyi itu berlangsung sampai lebih dari 3 tahun sampai akhirnya turun petunjuk dan perintah dari Allah, agar nabi memberikan pendidikan dan seruan secara terbuka, ditegaskan dalam firman Allah artinya: maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Setelah dakwah terang-terangan itu pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rosul. Semakin bertambah pengikut nabi semakin keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy. Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah nabi. Pertama mereka mengira bahwa kekuatan nabi terletak pada perlndungan Abu Thalib yang amat disegani itu karena itu mereka menyusun siasat bagaimana memutus hubungan nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan mengatakan kami meminta anda memilih satu diantara dua memrintahkan Muhammad berhenti dari dakwahnya atau anda menyerahkan kepada kami. Dengan demikian anda akan terhindar dari kesulitan yang diinginkan. Tampaknya Abu Thalib cukup terpengaruh sehingga ia mengharapkan Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan mengatakan “demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah iniwalaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya” Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian ia berkata “teruskanlah demi Allah aku akan membelamu.
Kemudian nabi menyebarluaskan ajakannya keseluruh penduduk Mekkah dan nab menghadapi tantangan yang berat. Namun nabi menghadapinya dengan penuh kesabaran dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan selalu memberikan petunjuk dan pertolongan dalam menghadapi tantangan tersebut.
Ajaran-ajaran yang beliau berikan antara lain:
a) Pendidikan Tauhid Kepada Allah
Dalam melaksanakan tugas kerasulannya nabi Muhammad SAW benyak berhadapan dengan nilai-nilai warisan Ibrahim yang telah menyimpang dari ajaran sebenarnya. Seperti menyembah berhala, penyembahan terhadap barhala dan perbuatan syirik lainnya, menyelimuti ajaran tauhid dan yang menjadi tugas nabi Muhammad SAW yaitu untuk memncarkan kembali sinar tauhid dalam kehidupan bangsa Arab.
Nabi Muhammad memperoleh penghayatan yang mantap tentang ajaran tauhid yang intisarinya tercermin dalam surat AL-Fatihah. Pokoknya antara lain:
1) Bahwa Allah adalah pencipta alam semesta dan dialah satu-satunya yang menguasai dan mengatur alam ini sedemikian rupa yang merupakan tempat kehidupan makhluknya. Dalam memuji Allah harus dilaksanakan secara langsung kepadaNya. Bukan seperti menyembah berhala.
2) Bahwa Allah memberikan nikmat dan memberikan keperluan bagi semua makhluk-makhluknya terutama manusia. Pengertian bahwa Allah bersifat Rahman dan Rahim memberikan pengertian bahwa Allah memiliki sifat kasih sayang terhadap makhluk-makhluknya.
3) Bahwa Allah yang merajai hari kemudian dan bahwa segala amal perbuatan manusia selama di dunia akan di perhitungkan diakhirat nanti.
4) Bahwa Allah adalah tuhan yang wajib disembah dan hanya kepada-Nya lah segala bentuk pengabdian ditujukan.
5) Bahwa Allah adalah tempat manusia pertolongan dan tempat bergantung.
6) Bahwa Allah yang membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan dan godaan. Allah yang memberikan petunjuk kearah jalan yang lurus yaitu orang-orang yang shaleh terdahulu (jalan hidup warisan Ibrahim yang sebenarnya)
Pendidikan tauhid tersebut diberikan oleh nabi Muhammad SAW pada umatnya dengan cara yang bijaksana dan sekaligus beliau memberikan teladan dan contoh ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
b) Pendidikan Amal Ibadah
Nabi Muhammad SAW melakukan sembahyang (shalat) sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dengan ikhlas hati menyembahNya. Awalnya nabi sembahyang bersama sahabat-sahabatnya dengan sembunyi-sembunyi dirumah Al-Arqam. Namun setelah Umar bin Khattab masuk Islam beliau melakukannya dengan terang-terangan dimuka umum. Bahkan ia bersembahyang bersama sahabat-sahabatnya yang lain disisi Ka’bah dan ditonton oleh kaum Quraisy.
Pada mulanya sembahyang itu belum dilakukan sebanyak lima kali sehari semalam kemudian setelah nabi Isra dan Mi’raj berulah diwajibkan untuk shalat lima waktu. Adapun zakat semasa di Mekkah diberikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim dan membelanjakan harta untuk jalan kebaikan.

c) Pendidikan Ahlak
Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada Umatnya untuk berakhlak yang baik sesuai dengan ayat-ayatnya Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya. Diantara ahlak-akhlak tersebut ialah:
1) Adil yang mutlak terhadap keluarga atau diri sendiri
2) Berbuat kebaikan kepada orang lain.
3) Menepati janji
4) Memberi maaf pada orang yang bersalah
5) Takut semata-mata haya kepada Allah
6) Bersyukur atas nikmat yang Allah berikan
7) Bersatu padu menegakkan agama Allah
8) Berbuat baik kepada orang tua
9) Hidup sederhana
10) Berhati sabar dan tabah atas cobaan.

d) Kuttab dan Metode Umum Pendidikan Al-Qur’an
Bagi kalangan anak-anak terdapat Kuttab - Kuttab atau maktab (tempat belajar) khusus untuk Qiraah Al-Qur’an. Keberadaan Kuttab - Kuttab ini ditunjukkan di dalam Shahih Bukhori bab dam (denda) bahwa Ummu Salamah mengirimkan utusan kepada pengajar Akl-Qur’an untuk menyampaikan pesan “kirimkanlah untukku anak-anak kecil” juga ditunjukkan di dalam abadul Mufrod karya Al- Bukhori pada bab salam kepada anak-anak dengan sanad kepada IbnuUmar, “sesungguhnya dia mengucapkan salam penghormatan kepada anak-anak kecil di Kuttab.

3. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madinah
Kedatangan nabi Muhammad SAW bersama kaum Muslimin disambut oleh penduduk Madinah dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan. Islam mendapat lingkungan baru yang bebas dari ancaman para Quraisy Mekkah. Lingkungan yang memungkinkan bagi nabi Muhammad SAW untuk melanjutkan dakwahnya. Menyampaikan ajaran Islam dan menjabarkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Di Madinah nabi Muhammad SAW menghadapi kenyataan bahwa umatnya terdiri dari dua kelompok yang saling berbeda latar belakang kehidupannya. Dan kenyataan lain yang dihadapi nabi Muhammad SAW adalah bahwa masyarakat kaum muslimin yang baru di Madinah yang belum masuk Islam dan masyarakat kaum Yahudi yang memang sudah menjadi penduduk Mdinah dan mereka tersebut tidak merasa senang dengan terbentuknya masyarakat baru yaitu kaum muslimin.
Pendidikan pertama yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW ialah memperkuat persekutuan kaum muslimin dan mengikis habiskan sisa-sisa permusuhan dan persukuan. Mula-mula di antara kaum muhajirin kemudian antarkaum Muhajirin dan Anshar. Dengan demikian bertambah kokohlah persatuan umat Islam.

a. Pembentukan dan Pembinaan Masyarakat Baru Menuju kesatuan Sosial dan Politik.
Bersama kaum muslimin nabi membangun masjid dalam membangun masjid itu nabi nabi Muhammad SAW turut bekerja dengan tenaganya sendiri. Kaum muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar ikut pula bersama-sama membangun. Selesai masjid dibangun, maka disekitarnya pula disekitarnya tempat-tempat tinggal yang sederhana dan disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk nabi Muhammad SAW. Masjid itulah pusat kegiatan nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin untuk membina masyarakat baru. Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjamaah, membaca al-Qur’an baik dalam mengulang ayat-ayat yang sudah diturunkan terdahulu maupun yang baru diturunkan. Jadi, masjid ini merupakan pusat pengajaran Nabi Muhammad SAW pun mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu.
Dasar-dasar tersebut diantaranya:
1) Nabi SAW mengikis habis sia-sia permusuhan atau pertenyangan antar suku dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.
2) Nabi SAW menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3) Adanya syariat zakat dan puasa yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial baik secara material maupun moral.
4) Dalam pembinaan di Madinah disyariatkan pula media komunikasi berdasarkan wahyu yaitu shalat jum’at berjamaah. Dengan shalat jum’at berjamaah warga berkumpul langsung dan mendengarkan khutbah Nabi SAW dan shalat jum’at telah memupuk rasa solidaritas sosial yang sangat tinggi dalam menangani masalah bersama.

b. Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan
Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah yang prakteknya disempuranakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah. Pelaksanaan atau praktek pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Pendidikan Ukhuwah Antar Kaum Muslimin
Nabi Muhammad SAW berusaha menghubungkan antara hati mereka dengan iman kepada Allah dan Rasulnya, mereka dipersaudarakan karena Allah artinya diikat oleh hubungan hanya karena Allah.
2) Pendidikan kesejahteraan sosial
nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada kaum muhajirin yang telah dipersaudarakan dengan kaum Anshor agar mereka saling bekerjasama dalam masalah-masalah sosial.
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga
Keluarga yang dimaksud adalah suami, istri, dan anak-anaknya yang meruoakan inti dari terbentuknya umat yang luas dan yang saling megingatkan agar terpeliharanya keluarga seperti yang dicantumkan dalam al-Qur’an.

c. Pendidikan anak dalam Islam
Nabi SAW memperingatkan agar anak diberikan bimbigan dan pendidikan agar ia tumbuh dan berkembang dalam rangka mempersiapkan anak-anak agar mampu menerima warisan Islam dan bertanggungjawab untuk mengemban tugas-tugasnya, . Maka sejak diperintahkan oleh nabi Muhammad SAW itulah anak-anak membaca dan menulis al-Qur’an serta menghafalnya.
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:

• Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka)
• Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
• Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.

Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam suratLuqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan Tauhid
2) Pendidikan Shalat
3) Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
4) Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
5) Pendidikan kepribadian
6) Pendidikan kesehatan
7) Pendidikan akhlak.

d. Pendidikan Hankam Dakwah Islam
Usaha nabi SAW berikutnya adalah memperluas pengakuan kedaulatan dengan jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar Madinah untuk mengakui konstitusi Madinah. Pertama-tama diajaknya untuk masuk Islam dengan penjelasan yang meyakinkan tentang kebaikan ajaran Islam dan kebenarannya. Kalau dengan dakwah itu mereka masuk Islam, maka secara otomatis mereka termasuk dalam masyarakat kaum muslimin yang berada dalam naungan konstitusi.

4. Sistem Pendidikan Muhammad SAW
Adapun metode pendidikan yang diharapkan oleh nabi antara lain melalui keteladanan, pembiasaan, nasihat dan cerita, displin partisipasi dan melalui pemeliharaan. Tujuannya membentuk pribadi insan kamil, pensucian diri dengan ibadah, pembntukan keluarga, masyarakat dan bangsa serta pemeliharaan alam dan lingkungan yang mana petunjuknya bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah beliau. Disamping itu pada masa nabi masjid memiliki fungsi bukan saja sebagai tempat berkomunikasi dengan tuhan, tetapi sebagai lembaga pendidikan dan pusat komunikasi sesama kaum muslimin.

5. Perbedaan ciri pokok pembinaan pendidikan Islam periode kota Makkah dan kota Madinah:
a. Periode kota Makkah:
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kotaMakkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
b. Periode kota Madinah:
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran, merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

6. Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW
Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada zaman Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.
Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Dapat dibedakan menjadi dua periode:
a. Makkah
Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
b. Madinah
upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam.
Materi pendidikan Islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan
7. Metode yang dikembangkan oleh Nabi :
a. Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
b. Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
c. Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.
8. Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam berbagai hak. tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum. dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
1) Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
2) Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.

B. Pendidikan masa khulafa al Rasyidin
Tahun-tahun pemerintahan Khulafa al-Rasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak yang mereka bawa dan dakwahkan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi. Pada zaman khulafa al-Rasyidin seakan-akan kehidupan Rasulullah SAW itu terulang kembali. Pendidikan Islam masih tetap memantulkanAl-Qur’an dan Sunnah di ibu kota khilafah di Makkah, di Madinah dan di berbagai negri lain yang ditaklukan oleh orang-orang Islam.
Berikut penguraian tentang pendidikan Islam pada masa Khulafa al- Rasyidin:
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.

Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan.
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
 Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.
 Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin antara lain:
a. Makkah
b. Madinah
c. Basrah
d. Kuffah
e. Damsyik (Syam)
f. Mesir.

5. Kurikulum Pendidikan Islam Masa khulafa al Rasyidin (632-661M. / 12-41H)
Sistem pendidikan Islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa Khalifah Umar bin al;khattab yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada lembaga kuttab. Materi pendidikan Islam yang diajarkan pada masa khalifah Al-Rasyidin sebelum masa Umar bin Khattab, untuk pendidikan dasar:
a. Membaca dan menulis
b. Membaca dan menghafal Al-Qur’an
c. Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudlu, shalat, shaum dan sebagainya
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajari:
a. Berenang
b. Mengendarai unta
c. Memanah
d. Membaca dan menghapal syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-qur’an dan tafsirnya
b. Hadits dan pengumpulannya
c. Fiqh (tasyri’)

C. Pendidikan masa dinasti Bani Umayyah
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya,
Hal ini berbeda dengan masa khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun. Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.
1. Latar Belakang Sosial Politik pada Masa Bani Umayyah
Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun.
Mu’awiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. sukses kepemimpinannya dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era baru.
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya. [5]M. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.

2. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifatdesentrasi, . Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara.
Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjidpada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1) Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2) Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3) Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4) Budang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigmas berpikir secara mandiri.
 Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara.

3. Madrasah/universitas pada masa bani umayyah
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut:Di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S. A. W. , melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat kekota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.

4. Tokoh-Tokoh Pendidikan pada Masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
 Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.
Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang yahudi dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij
 Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)
 Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’, Al-Aswad bin Yazid
Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w. 719), Jamil al-uzri (w. 701), Qys bin Mulawwah (w. 699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w. 732), Jarir (w. 792), dan Al akhtal (w. 710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 79\04/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.

No comments:

Post a Comment