BAB III
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Islam adalah agama samawi yang menempatkan pendidikan
dalam posisi utama dan yang pertama, bukanlah suatu yang kebetulan jika lima
ayat pertama yang diwahyukan Allah kepada nabi Muhammad SAW, dalam surat al
Alaq, dimulai dengan perintah membaca, Iqro’ (Bacalah), disamping itu
pesan-pesan Al Qur-an dalam hubungannya dengan pendidikan pun dapat dijumpai
dalam berbagai ayat dan surat dengan aneka ungkapan pernyataan dan pertanyaan
serta kisah-kisah. Lebih khusus lagi jika kata ilm dan derifasinya
digunakan paling dominan dalam al Qur-an untuk menunjukkan perhatian Islam yang
luar biasa terhadap pendidikan. (Frans Rosenthal dalam Husni Rahim, 1970).
Peradaban Islam sejak awal juga menunjukkan prestasi yang sangat berarti dalam
bidang keilmuan dan pendidikan, pada masa permulaan Islam, nabi Muhammad Saw,
sendiri dalam menyebarkan agama Islam menggunakan pendekatan pendidikan dan
bukan pemaksaan dalam pengaplikasiannya, hal ini dapat dilakukan untuk
mengajarkan Islam pada lingkaran-lingkaran khusus yang disebut halaqah (Baca
Kelas) di rumah Arqam.
Pendidikan pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw,
adalah membina pribadi Muslim agar menjadi kader-kader yang berjiwa kuat dan
tangguh dari segala cobaan untuk dipersiapkan menjadi masyarakat Islam dan
muballigh serta pendidik yang baik. (Hasan Buro, 2006:117)
Besarnya perhatian nabi Muhammad Saw, sendiri terlihat
ketika ia memutuskan (membebaskan) tahanan perang non-muslim dengan syarat atau
tebusan bahwa yang bersangkutan terlebih dahulu mengajarkan tulis baca kepada
orang-orang muslim yang masih buta huruf. Dalam perkembangan Islam selanjutnya,
masjid yang pada dasarnya berfungsi sebagai tempat ibadah, justru menjadi
tempat pendidikan yang menonjol hingga dua abad pertama sejarah peradaban
Islam, tradisi ini terus berlanjut dan berkembang khususnya pada masa keemasan
peradaban Islam dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan yang bervariasi
mulai dari dar al qur-an, dar al-hikmah,
dar al-hadits, zawiyah, hangah, bimatristan, sampai dengan madrasah. Lembaga yang terakhir ini
kemudian diakui oleh banyak sarjana sebagai lembaga pendidikan tinggi dalam
Islam, yang memberikan sumbangan penting bagi perkembangan tradisi college dan
universitas modern di barat. (George Makdisi, 1990).
Sejauh ini para pakar dan praktisi pendidikan memandang
filsafat yang membahas tentang konsep dan praktek pendidikan secara integral
dan konprehensif sebagai bagian yang amat penting dalam menentukan keberhasilan
suatu proses pendidikan. Apalagi, di tengah perkembangan global dan arus
modernisasi yang melaju demikian pesat, proses pendidikan harus terus diberi
inovasi-inovasi baru sehingga tak ketinggalan oleh perkembangan dan memiliki
arah tujuan yang jelas. Di sinilah diperlukan konstruksi filosofis pendidikan
yang mampu mengarahkan proses pendidikan kepada keberhasilan secara substantif.
Perkembangan Pendidikan Islam dewasa ini secara global di
satu sisi menunjukkan adanya kemajuan yang pesat dengan berbagai penyesuaian
serta proses asimilasinya dengan perkembangan pendidikan barat yang lebih layak
kita istilahkan sistim tambal sulam dalam rangka mencapai kesempurnaan program
serta upaya menunjukkan potensi fleksibilitasnya sesuai dengan percepatan arus
informasi dan tuntutan zaman, sementara di sisi lain pesatnya dunia pendidikan
dewasa ini mendatangkan tantangan dan permasalahan internal yang amat komplek
hingga mencapai pada level yang memperihatinkan.
Upaya yang dilakukan oleh lembaga pendidikan kita baik
lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah maupun lembaga pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dengan menciptakan tawaran program yang handal
seperti sekolah unggulan, terpadu, plus, Akselerasi dan berbagai sebutan lain
sehingga menimbulkan beberapa fenomena baru, pertama, bahwa masyarakat Indonesia yang secara ekonomis sudah
terpuruk menjadi semakin tidak mampu membeli program-program pendidikan yang
telah ditawarkan oleh berbagai lembaga pendidikan tersebut sehingga muncul
suatu pemikiran bahwa pendidikan yang bagus dan amat mahal harganya, sedangkan
menyekolahkan anak ke madrasah reguler dengan munculnya berbagai tawaran
program pendidikan ungulan tersebut membuat masyarakat merasa gengsi,
terbelakang dan tidak bonafide serta khawatir akan masa depan anak-anak mereka
akan kurangnya pendidikan yang memadai, kedua,
lembaga pendidikan seperti Madrasah Ibtida’iyah, Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah yang selama ini telah mendarah daging dan kita perjuangkan dan
yang lebih penting lagi adalah lembaga tersebut telah menyokong keberhasilan
kita dalam pendidikan selama ini telah berubah dan mengalami pergeseran menjadi
sekolah nomor dua dan menimbulkan label (trade
mark) kurang bagus dari masyarakat yang bermuara pada merosotnya
kepercayaan masyarakat akan lembaga pendidikan Islam yang berlabel madrasah. Ketiga, dengan menjadikan lembaga
pendidikan yang satu dengan lembaga pendidikan yang lainnya semakin berlomba
untuk mencapai suatu titik terbaik dari yang lainnya, maka ketulusan dalam
memperjuangkan pendidikan Islam diawali dan dijalankan dengan niatan dan
motivasi yang kurang tepat dan terlepas dari nuansa pendidikan Islam yang
notabene adalah pendidikan rahmat. Keempat,
penataan sistem khususnya pada filsafat pendidikan Islam tidak berdasarkan apa
yang ada dalam pedoman normatif (Al Qur-an dan al Hadits) yang sesuai, namun
rezim dari kelompok mana yang menentukan suatu kebijakan politik pendidikan di
negeri ini dengan saratnya keterpihakan pada lembaga pendidikan yang di
prakarsai oleh salah satu kelompok tertentu dengan mempersempit ruang gerak
kelompok yang lainnya, meskipun mereka mempunyai basis baik kultur maupun agama
yang sama.
Proses kristalisasi konsep pendidikan stakeholder yang lahir dari proto type pendidikan berbasis
masyarakat (Board Based Education)
dengan aplikasi Prioritas Life skills siswa
dari Schooling ke Learning, dengan penekanan pada
aspek-aspek kecerdasan (kognitif), pembentukan
kepribadian (afektif) dan ketrampilan
(psikomotorik) adalah sekolah mandiri
hasil proses akulturasi pendidikan lingkungan pesantren yang mengalami
perubahan secara signifikan ketika pesantren memasukkan sistem madrasah berikut
kurikulumnya sebagai imbangan terhadap pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah
yang memakai sistem pendidikan Barat (Pendidikan pada masa Kolonialisme
belanda).
Dengan masuknya sistem madrasah tersebut, jenjang-jenjang
pendidikan pesantren juga ikut menyesuaikan diri dengan jenjang madrasah.
perkembangan tersebut terpolakan menjadi suatu konsep pendidikan Islam moderat
yang terjadi pada tahun 70 – an, konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia
khususnya pada pendidikan Islam telah teruji dengan tercetaknya para sarjana
dari kalangan santri serta berduyun-duyunnya para mahasiswa dari negeri
tetangga untuk untuk menimba ilmu di negeri ini. Hal itu terjadi disamping
terjaminya stabilitas politik di Indonesia juga dikarenakan konsistesi
masing-masing lembaga dalam menata konsep bersama tanpa adanya perasaan
superioritas di salah satu kelompok masyarakat serta belum gencarnya inovasi
filsafat pendidikan barat dengan prinsip trial
and error. Masuknya budaya dari barat yang diparadekan telah memporak
porandakan sistem pendidikan Islam di Indonesia, dengan terjadinya
pergeseran-pergeseran baik pergeseran nilai maupun persepsi masyarakat kita
secara luas untuk mengadopsi filsafat dasar pendidikan dari barat dengan
berbagai bentuk dan modelnya yang kemudian menghasilkan keterpurukan pendidikan
khususnya pendidikan Islam seperti kondisi nyata yang dialami oleh bangsa kita
sekarang ini.
Langkah tepat yang harus ditempuh adalah memformulasikan
kembali filsafat pendidikan Islam melalui perpaduan format pondok pesantren dengan
pendidikan masyarakat yang ada sambil merumuskan dan menentukan
kebijakan-kebijakan bersama dengan mentransformasikan inovasi pendidikan Islam
dari negara lain sebagai bahan perbandingan serta penentuan kebijakan
mendatang. Kebijakan pengembangan pendidikan Islam pada masa depan harus
diorientasikan pada target integralisasi kompetensi, mengingat tantangan
kompetisi baik pada tingkat lokal maupun global yang semakin keras. Watak
diversifikasi dari kelembagaan pendidikan Islam merupakan modal dasar yang
dapat dikembangkan untuk memacu kemajuan pendidikan Islam secara keseluruhan.
Watak inipun hendaknya diikuti oleh pola kebijakan yang adil dan tidak
diskriminatif dengan memberikan peluang dan dukungan yang seimbang terhadap
semua bentuk lembaga pendidikan yang berkembang di masyarakat. Penetapan
kebijakan pendidikan yang adil menjadi sangat penting mengingat perubahan
politik di Indonesia yang terjadi dewasa ini, usaha demokratisasi tampaknya
menjadi salah satu target perubahan dengan membagi secara lebih seimbang antara
peran pemerintah dan masyarakat, serta mendistribusikan kewenangan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah (otonomi daerah). Sebagaimana dalam penjelasan
umum undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 Pembaruan
sistem pendidikan nasional perlu pula disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi
daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kecenderungan ini dapat dipandang sebagai momentum untuk merumuskan kebijakan
pengembangan pendidikan Islam yang lebih adil sebagai bagian integral dari
pendidikan nasional. (DR. Husni Rahim, 2001).
A. Wujud Islam yang Paripurna Perlu di-konfigurasikan di
Kelas.
Sebelum membicarakan
lebih lanjut tentang pendidikan Islam, adalah amat wajar kita memahami hakikat
dan sifat-sifat dari Islam itu sendiri. Islam adalah agama Allah SWT yang telah
diturunkan untuk hamba-hamba Nya melalui Rasulullah Saw. Islam diturunkan
dengan lengkap dan sempurna untuk dipedomani manusia dalam melaksanakan
ubudiyah sepenuhnya kepada Allah SWT. Agama ini telah direalisasikan serta
dihayati secara sempurna oleh Rasulullah SAW bersama-sama generasi yang
pertama di dalam kehidupan individu maupun kehidupan
bermasyarakat.
Islam merupakan agama
yang ajaran-ajarannya bersifat universal. Rangkaian ajarannya yang meliputi
bidang hukum, keimanan, etika dan sikap hidup menampilkan kepedulian yang
sangat besar kepada unsur-unsur utama dari kemanusiaan (al-insaniyah). Salah satu ajaran Islam yang dengan sempurna
menampilkan nilai-nilai universalnya adalah jaminan dasar yang diberikan Islam
kepada pemeluknya, baik secara individu maupun secara kelompok bermasyarakat.
Seperti kebebasan berkeyakinan (beragama) tanpa ada paksaan untuk pindah agama.
Berdasarkan Surah Al-'Ashr, kita dapati ada tiga bentuk
pendidikan yang mampu menyelamatkan konfigurasi kegiatan belajar mengajar di
kelas dari keterbelakangan dan keterpurukan. Keselamatan dari resiko dan akibat
fatal kesalahan konsep pendidikan Islam dapat dicapai melalui tiga bentuk
konfigurasi kegiatan belajar mengajar sebagai berikut : Pertama, konfigurasi kegiatan belajar mengajar secara individu yang
akan membawa peserta didik kepada kekuatan sugesti serta memperkokoh keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah SWT yang dalam hal ini akan melahirkan kompetensi
pada kesalehan pribadi siswa dan proses pendidikan dikonfigurasikan pada
kompetensi keagamaan siswa serta sentuhan ruhaniah (sentuhan spirital, seperti
doa-doa) yang khusus diprioritaskan
untuk siswa sebagai peserta didik sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah
Muhammad SAW, dan para pengikutnya; kedua,
Konfigurasi pendidikan kesalehan secara umum yang dimulai oleh
masing-masing diri khususnya bagi guru untuk mentransmisikan serta
mengaplikasikan pengetahuan serta amalan-amalan shalehnya dengan harapan akan
dibawa siswa kepada masyarakat mereka dengan amal saleh dalam menjalani
kehidupan seharian; dan ketiga,
Konfigurasi pendidikan berbasis masyarakat (Board
Based Education) yang dirumuskan dan didiskusikan secara bersama-sama
dengan tujuan membawa manusia kepada sikap saling berpesan dalam kebenaran
dan saling memberi kekuatan ketika menghadapi kesulitan yang pada intinya
semuanya ditujukan untuk beribadah kepada Allah SWT."
Konfigurasi kegiatan belajar
mengajar perlu ditransformasikan dengan kultur maupun struktur pendidikan yang
mencorakkan masyarakat Islam dan bukanlah sistem pendidikan yang berasaskan
sesuatu yang asing bagi kultur Islam, sebagaimana konfigurasi kegiatan belajar
mengajar hasil adopsi dari barat atau yang telah disempurnakan dengan
memasukkan beberapa unsur Islam ke dalamnya kerana sebagai contoh kebanyakan
sistem yang ada dengan berbagai penyempurnaannya masih saja mengalami
kekeringan aspek-aspek kerohanian, hal demikian terjadi karena sistem yang
diadopsi tersebut adalah sistim sekuler murni yang mengandalkan kemajuan dan peningkatan
sisi intelektual saja atau dengan kata lain hanya memfokuskan pada sisi kognitif saja.
Sesuatu sistem
pendidikan hanya dapat dianggap sebagai sistem pendidikan Islam apabila segala
prinsip, kepercayaan serta isi dan kandungannya berasaskan Islam dan yang lebih
penting adalah konfigurasi dan akselerasinya didalam kegiatan belajar mengajar
di kelas. Pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Quran adalah pendidikan yang
menyeluruh, paripurna, tidak terbatas kepada ibadat dan melupakan tingkah laku,
atau memberatkan individu dan melupakan amal, tetapi meliputi segala aspek
kehidupan manusia.
B. Sifat Pendidikan Islam dan Konsep
Keilmuan
Term Pendidikan tidak
sama artinya dengan pembelajaran atau pengajaran tetapi merupakan rangkuman
dari keduanya ditentukan sifatnya oleh pandangan hidup (Weltanschauung) sesuatu kebudayaan kerana ia merupakan alat
terpenting untuk merealisasikan tujuan-tujuan dari pandangan hidup itu. Oleh
kerana ruang lingkup agama Islam melipusi semua aspek kehidupan insan sebagai homo sapien, homo politicus, homo
aeconomicus, homo religious, dan sebagai theomorphic being (makhluk yang dapat mengenal Tuhan dan mencapai
penghampiran dengan Nya) maka pendidikan Islam mempunyai sifat yang serba
melingkupi.
Kecenderungan pendidikan
Islam ialah menyatukan semua ilmu pengetahuan di bawah otoritas dan
pengendalian Al Quran dan Sunnah yang merupakan ruh atau inti di dalam sistem
pendidikannya dan kebudayaan Islam secara keseluruhan.
Dalam kebulatan dan kesatuan ilmu-ilmu tersebut akidah Islamiah yang menjadi pusatnya
yang menentukan orientasi dan methodologi dari cabang ilmu-ilmu lain, oleh
kerana hakikat pendidikan Islam membicarakan soal-soal yang terpenting di dalam
kehidupan manusia - dari mana ia datang, apakah sifat manusia yang sebenarnya,
untuk apakah ia dijadikan dan untuk apakah alam raya ini diciptakan, kemana ia
akan pergi dan bagaimanakah seharusnya ia melakukan hubungan dengan penciptanya
dan bagaimanakah ia harus menjalani hidup di dunia ini. kebenaran-kebenaran
mutlak yang terkandung di dalam "ilmu agama" (baik dalam bidang
akidah, kerohanian, ibadah, akhlak, ilmu Al-Quran dan Hadith) mewarnai dan
menjiwai seluruh pendekatan seorang Muslim kepada ilmu-ilmu lain seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, ilmu kemanusiaan dan ilmu kemasyarakatan.
Konsep pendidikan Islam
yang dipadukan (unified) ini
didasarkan kepada konsep ilmu yang integral
merupakan keistimewaan Islam yang berlawanan sekali dengan aliran pemikiran
yang memisahkan ilmu ke dalam dua aliran ("water-tigh
compartments") yang tidak dapat di damaikan yaitu yang disebut di
Barat sebagai "theology" dan
"science" atau "religious knowledge" dengan "secular knowledge" atau faith dan knowledge. Pengkotakan yang berlawanan (antagonistic) ini tidak dapat dibenarkan berlaku di dalam teori
pendidikan Islam, oleh kerana isi kandungan "theology"
dan "science" di dalam
Islam tidak mengkontradiksikan satu sama lain dan malah ia bersifat saling
mengisi dan saling melengkapi secara integral. Kedua-duanya lahir dari
pandangan (outlook) yang satu yaitu
Tauhid. sebaliknya sejarah peradaban Barat dari zaman pertengahan sampai zaman
moden menunjukkan pertarungan yang hebat antara "theology" dan "science"
yang akhirnya dimenangkan oleh science.
Dengan terpisahnya
gereja dari Negara, terpisahlah juga "science"
dari "religion", sehingga
berkembanglah sains di atas dinamikanya sendiri, lepas dan bebas (autonomous) dari segala norma-norma
agama. Akhirnya akal yang tidak lagi dikendalikan oleh norma-norma transcendant (samawi) membawa para
cendekiawan kepada faham scientism atau
pendewaan sains dengan segala akibat-akibat buruk yang dapat dilihat dalam
zaman technocentric ini.
Pendidikan Islam yang
terdiri dari pendidikan formal dan nonformal adalah pendidikan "sepanjang hayat". Di dalam
pendidikan informal yang sangat berkesan ialah pendidikan dalam lingkungan
keluarga, kerana di sinilah seorang muslim mendapat asas pembentukan
peribadinya. Selanjutnya pendidikan di dalam masyarakat, melalui proses
sosialisasi seorang muslim, tidak kurang besar pengaruhnya di atas pertumbuhan
peribadi muslim. Pendidikan formal dan pendidikan informal di dalam Islam
mempunyai pengaruh timbal balik dan hubungan yang complementary (tidak dapat berdiri sendiri tanpa mengalami suatu
ketidakseimbangan).
C. Tujuan Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Berbasis Al Qur’an
Secara umum Tujuan Kegiatan Belajar
Mengajar di Kelas Berbasis Al Qur’an yang pertama, utama dan yang tertinggi
ialah untuk membawa manusia mengenal penciptanya, mengabdikan diri sepenuhnya
hanya kepada Allah, melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan
segala larangan-Nya dengan penuh keikhlasan. Tujuan konfigurasi kegiatan
belajar mengajar secara umum dapat digolongkan menjadi tiga bentuk kegiatan
pendidikan yaitu Pendidikan Fisik (tarbiyah
al jismiah), Pendidikan mental (tarbiyah
al-aqliyah) dan Pendidikan ruhaniah (tarbiyah al-ruhiah).
Sedangkan tujuan khusus dari Tujuan
Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Berbasis Al Qur’an adalah :
1.
Menanamkan
dasar-dasar Aqidah Islam, usul-usul ibadah (fiqh),
dan cara-cara melaksanakan-nya dengan benar kepada para peserta didik,
membiasakan mereka mematuhi segala atauran-aturan Islam serta
mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari dengan menghormati pendapat
maupun aturan saudara mereka yang mempunyai prinsip dan pandangan berbeda
sepanjang subtansinya tidak melanggar norma agama ;
2.
Menumbuhkan
kesadaran yang benar dalam diri masing-masing peserta didik tentang agama,
termasuk prinsip-prinsip, dan dasar-dasar akhlak yang mulia, kebisaaan buruk
yang ada pada diri peserta didik perlu ditahukan dan kemudian disadarkan untuk
meninggalkannya;
3.
Menanamkan
keimanan kepada Allah, malaikat, rasul, kitab-Nya dan hari akhirat dengan
pemahaman, kesedaran dan kehalusan perasaan ;
4.
Mendidik
jiwa, motivasi dan keinginan anak-anak, membentenginya dengan aqidah serta membiasakan
mereka menahan rangsangan nafsu, memenej emosi dan membimbingnya dengan baik;
dan
5.
Membersihkan
hati anak-anak dari sifat-sifat madzmumah seperti dengki, hasud, iri hati,
benci, kasar, zalim, ego, menipu, khianat, nifak, ragu-ragu serta sifat-sifat
buruk dan hina lainnya.
Tujuan utama kegiatan belajar mengajar
di kelas berbasis Al Qur-an adalah memperkenalkan kepada siswa tentang
unsur-unsur keimanan, membiasakan dirinya dengan rukun Islam serta mendidiknya
dengan prinsip-prinsip syariat yang mulia sejak usia dini dan tamyiz (Baligh,
berakal). yang dimaksudkan dengan unsur-unsur keimanan ialah semua permasalahan
yang berkaitan dengan hakikat keimanan serta permasalahan spiritual seperti
beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, Rasul dan dengan rukun iman
yang lain.
Tujuan Kegiatan
Belajar mengajar di kelas berbasis Al Qur-an telah dijelaskan dengan panjang
dan terperinci oleh Muhammad Qutb di dalam bukunya, ‘Manhaj Tarbiyah Islamiyah’ yang subtansinya sebagai berikut :
1.
Menanamkan
kesadaran diri siswa terhadap ayat kauniyah (ciptaan Allah berupa alam dan
segala isinya) dan membawa diri siswa merasakan bagian dari ciptaan tersebut
dengan senantiasa menyadari bahwa kekuasaan Allah tidak terbatas; hal ini jelas
bahwa kelas adalah bukan merupakan suatu ruangan yang tertutup dan penuh dengan
disiplin yang ketat, namun sesekali kelas adalah berbentuk kegiatan
darmawisata, kegiatan sosial dan pemahaman kultur disekitar peserta didik.
2.
Menanamkan
kesadaran diri siswa dengan merasakan bahwa Allah tidak pernah tidur dan selalu memperhatikan
diri siswa dengan tidak terbatas ruang dan waktu sehingga akan muncul kesadaran
untuk jujur pada diri sendiri bahwa setiap sesuatu yang ada tidak lepas dari
pengawasan Allah dan setiap tindakan yang dilakukan siswa baik maupun buruk,
Allah akan memberi balasan terhadap perbuatan tersebut; penanaman disiplin yang
keras dan kaku tidak menjamin siswa sebagai peserta didik untuk bersikap jujur,
karena jika disiplin ditegakkan dengan keras dan kaku, akan menjadikan siswa
hanya memenuhi ketentuan yang didisiplinkan sehingga dalam pemenuhan tersebut
siswa akan melakukan berbagai cara agar ketentuan disiplin tersebut terpenuhi,
hal ini fokus pemahaman siswa hanyalah pada kesisiplinan dan bukan pada
pengawasan Allah yang terus menerus.
3.
Menanamkan
ingatan (Dzikr) terhadap Allah dengan
perasaan taqwa dan tunduk terus menerus kepada-Nya ; dalam sisitim pendidikan
Islam sekarang siswa dipacu kecerdasannya dengan mengabaikan bahwa kecerdasan
tersebut datangnya hanyalah dari Allah, oleh karenanya perlu adanya keseimbangan
antara dzikir dan fikir yang diaplikasikan dalam kelas.
4.
Menanamkan
kesadaran akan cinta terhadap Allah dan berusaha terus menerus untuk memperoleh
keridloan-Nya; penanaman pendidikan sekarang adalah peningkatan prestasi
akademik (sisi kognitif) saja, akan
tetapi pencapaian pendidikan afeksi senantiasa menjadi slogan saja dan tidak
nampak hasilnya ketika siswa menyelesaikan studinya.
5.
Menanamkan
kedamaian dan ketentraman bersama Allah ketika berada dalam keadaan apapun,
serta menerima takdir-Nya dengan ikhlas dan sabar. Siswa akan sabar dan
menyerah atas kekalahannya dalam pencapaian prestasi belajarnya namun akan
tidak menyalahkan pihak lain atas kekalahannya tesebut.
Dengan orientasi pada moral dan
pengembangan wawasan yang menyatukan ilmu-ilmu syari’ah dan ilmu-ilmu aqliah
dalam wadah keimanan, kegiatan belajar mengajar berbasis al Qur’an telah
lengkap untuk memenuhi keperluan hakiki tentang pendidikan terhadap kehidupan
manusia. Al-Quran telah menegaskan berkali-kali bahwa :
1.
Status
manusia yang kekal abadi ialah sebagai "hamba Allah".
2.
Peranan
manusia di dunia ialah melaksanakan kehendak Allah dan memanfaatkan alam ini
untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Peranan ini dikenal
sebagai peranan Khalifah Allah di bumi.
3.
Alam
dijadikan untuk manusia dalam mengambil manfaat seluas-luasnya dan bukan
merusaknya.
Status hamba dan wacana khalifah ini
adalah ibarat "dua sisi mata
uang". Dari ilmu-ilmu agama dan ilmu umum manusia dididik untuk
merealisasikan sepenuhnya arti status hamba dalam wacana Khalifah. Manusia memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mengelola dan memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Dalam mengolah
sumber-sumber daya alam baik yang fisik maupun yang non fisik dengan "know-how" yang diberikan oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia sebagai "Khalifah" tidak akan menjadi sebab timbulnya ketidak
seimbangan ekologi (ecological imbalance)
dalam alam, eksploitasi yang rakus dan tamak didorong oleh suatu kebudayaan
yang "power oriented", penemuan-penemuan
yang berbahaya kepada keselamatan manusia atau penggunaan Ilmu Pengetahuan dan
teknologi untuk tujuan-tujuan yang sempit. Ringkasnya, penyalahgunaan ilmu
tidak dapat dan tidak dibenarkan berlaku dalam Islam oleh kerana wacana
Khalifah tersebut diawasi dan dikendalikan oleh norma-norma yang tumbuh dari
status hamba Allah yang juga mencakup di dalamnya tentang prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1.
Prinsip
menjauhi perilaku dholim baik terhadap diri sendiri maupun terhadap masyarakat
luas termasuk pada alam sekitarnya.
2.
Prinsip
senantiasa berdzikir kepada Allah secara terus menerus serta menyadari adanya
Kontak (hubungan) antara sang pencipta dengan makhluknya serta implikasi dari
Kontak (hubungan) tersebut.
3.
Prinsip
bersyukur kepada Allah atas limpahan kurnia dan kemurahan Nya dalam menyediakan
kemudahan-kemudahan yang tak terhitung banyaknya. Prinsip syukur atas kemurahan
Allah menimbulkan keinginan yang kuat untuk menggunakan segala infrastruktur
dalam batas-batasannya secara proporsional. Rasa syukur bersama rasa bimbang
akan kemurkaan Allah menimbulkan suatu mekanisme pengawasan diri sendiri yang "built-in". Dengan itu power
yang begitu hebat yang diberikan oleh Ilmu Pengetahuan dan teknologi moden
kepada manusia tidak akan disalahgunakan atau dijadikan sasaran pendewaan dalam
bentuk scientism. Tujuan akhir
Khalifah Allah tidak lain melainkan "hasanah
fi'd-dunya" dan "hasanah
fi'l-akhirah". (Dr. Mohd
Kamal Hassan, 1976).
D. Visi, Misi dan Implementasi Kegiatan
Belajar Mengajar di Kelas Berbasis Al Qur’an
1.
Visi
dan misi Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Berbasis Al Qur’an.
Pendidikan di Kelas Berbasis Al Qur’an mempunyai visi dan misi yang
sangat jelas dan gamblang dalam aplikasinya, di antara Visi dan misi tersebut
adalah :
·
QS At Tahrim ayat 6
“…
jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. adalah merupakan suatu visi yang paling tinggi dari
kegiatan belajar mengajar di kelas berbasis Al Qur’an, karena ayat tersebut
mengandung subtansi utama yaitu mencetak generasi rabbani dan generasi Qur’ani
(ahli al Qur’an) dalam aplikasi dengan konotasi Misi menjadikan siswa mampu
melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Allah sebagaimana yang
tertuang dalam Al Qur’an serta yang lebih penting lagi adalah mampu menjadikan
siswa menggenggam warisan Rasululah Saw, dan mempertahankannya dengan geraham
mereka (dengan sungguh-sungguh), dalam artian secara profesional, tidak hanya
ahli membaca namun tidak ahli dalam menelaah serta menerepkan dalam research
setiap ayat yang tekandung didalamnya.
·
QS 14:40 (do’a Nabi
Ibrahim a.s.)
“Ya
Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku”. adalah misi dalam tatanan praktis yaitu mendidik anak
agar menjadi seorang yang tetap mendirikan sholat.
QS Al Furqan : 74
Dan
orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.
Adalah visi praktis anak shaleh adalah anak yang selalu
berbakti kepada orang tuanya serta tidak menyakiti hati karena itu mereka
menjadi (Pelita hati), misi dari kegiatan belajar mengajar di kelas berbasis al
qur’an adalah membentuk karakter anak yang baik dan senantiasa menyenangkan orang
lain khususnya pada orang tua serta saudara terdekatnya termasuk para guru
mereka seperti berakhlaq karimah, ber IQ, EQ, SQ tinggi dan sebagainya. Pesan
aplikatif dari ayat ini urgensinya adalah visi dan misi ke depan, yaitu
mencetak siswa untuk menjadi Khalifah, imam (pemimpin) ummat di masa depan.
2.
Implementasi
Pendidikan di Kelas Berbasis Al Qur’an.
Sebagaimana Khalifah Umar RA
menyatakan bahwa satu-satunya hak anak terhadap pendidikannya adalah diajarkan
Al Qur’an. Sedangkan At-Thabrani meriwayatkan dari Ali ra. bahwa Nabi bersabda
: "Didiklah anak-anak kamu pada tiga
perkara : mencintai Nabi kamu, mencintai ahli baitnya dan membaca Al-Quran.
Sebab, orang yang
memelihara Al Qur'an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari
dimana tidak ada perlindungan selain perlindunga-Nya beserta para Nabi-Nya dan
orang-orang suci". Hal-hal yang harus dan
musti diajarkan kepada mereka adalah cara hidup yang telah diuswahkan
(dicontohkan) oleh Rasulullah, perjalanan hidup para Shahabat, serta
kepribadian para ulama’. Subtansinya adalah agar pada kegiatan belajar mengajar
di kelas berbasis al qur’an mampu mengkondisikan peserta didik meneladani
perjalanan hidup orang-orang mukmin terdahulu baik segi keimanannya,
aktivitasnya maupun perjuangan mereka yang mereka capai dengan professional dan
dengan disiplin yang tinggi. Disamping itu agar anak-anak terikat dengan
sejarah kejayaan Islam, oleh karena itu cerita yang diambil dari al qur’an
perlu dimodivikasi dengan cara pembawaan dan penguasaan yang baik melalui
inovasi pendidikan agar cerita tersebut tampak hidup dan mudah dipahami serta di
terapkan oleh peserta didik. Adalah aspek mendasar dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas berbasis al Qur’an yaitu kita harus mampu mengimplementasikan
visi dan misi kedalam kehidupan kita itu secara baik.
Dalam implementasi praktis ini banyak prinsip dan
kiat-kiat yang secara otomatis bisa kita dapatkan dari sumber utama. Hadits
Rasulullah Saw, mengatakan bahwa hikmah itu adalah milik orang mu’min dan siapa
(orang mu’min) yang menemukannya maka dia berhak terhadapnya. Ini juga tentunya
termasuk ilmu-ilmu pendidikan dan psikologi anak yang dikembangkan di berbagai
lembaga pendidikan. Selama hal-hal tersebut baik dan dapat kita arahkan sesuai
dengan kesiapan dan visi kita tentang pendidikan anak, maka tidak ada salahnya
kalau hal-hal tersebut kita manfaatkan.
E.
Ruag Ligkup Kegiatan
Belajar mengajar di kelas berbasis Al Qur-an
Ruang lingkup Kegiatan Belajar mengajar di kelas berbasis
Al Qur-an dikategorikan menjadi beberapa aspek yang merupakan sistematika dari
seluruh Kegiatan Belajar mengajar di kelas. Aspek-aspek tersebut adalah :
1.
Pendidikan Kerohanian
dan Keimanan
Hal yang menjadikan pembeda antara pendidikan umum dan
pendidikan Islam adalah diajarkannya pendidikan keimanan terlebih dahulu,
pendidikan keimanan diberikan kepada siswa agar mereka mempunyai ikatan dengan
dasar-dasar keimanan, dasar-dasar keislaman serta aplikasi syari’ah semenjak
anak mulai mengerti dan mampu memahami sesuatu.
Dasar-dasar pendidikan keimanan diberikan mulai dari
pemberitaan yang benar, pengajaran hakikat keimanan dan hal-hal yang ghoib.
Guru mempunyai kewajiban untuk menumbuhkan pemahaman keimanan tersebut sesuai
dengan jenjang dan kemampuan siswa, agar mereka mengenal Islam sebagai agama
yang dipeluknya secara sadar.
Pendidikan Kerohanian dan Keimanan dapat dimulai dengan
aktifitas keimanan yang dapat diaplikasikan oleh para siswa mengenai : pertama, mengenalkan kepada anak tentang
halal dan haram, baik dan buruk, perintah dan larangan termasuk larangan
berbuat maksiat, sebagaimana hadits Nabi : “Ajarkanlah
mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta
suruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi
larangan-larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api
neraka.
Kedua, melatih siswa melaksanakan ibadah sholat ketika berusia 7 tahun,
sebagaimana hadits Nabi : “Perintahkan
anak-anakmu menjalankan ibadah sholat jika mereka berusia tujuh tahun. Dan jika
mereka sudah berusia sepuluh tahun pukullah mereka jika tidak mau
melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. Pelatihan dan
pembiasaan ritual ibadah sholat pada hadits diatas berselang waktu tiga tahun,
memang hadits ini memerintahkan kepada orang tua untuk mendidiknya, namun pada
zaman sekarang dengan kesibukan orang tua serta kondisi masyarakat seperti
sekarang ini, kurikulum pendidikan tingkat dasar hendaknya mengintegrasikan
pendidikan sholat wajib berikut prakteknya secara lengkap sejak siswa menginjak
kelas 1 hingga kelas 3.
Ketiga, termasuk dalam kerangka pendidikan keimanan adalah siswa dididik untuk
mencintai Rasul, Keluarganya dan membaca Al Qur’an, Nabi bersabda : "Didiklah
anak-anak kamu pada tiga perkara : mencintai Nabi kamu, mencintai ahli baitnya
dan membaca Al-Quran. Sebab, orang yang memelihara Al Qur'an itu berada dalam lindungan
singgasana Allah pada hari dimana tidak ada perlindungan selain perlindunga-Nya
beserta para Nabi-Nya dan orang-orang suci". Pendidikan
pada fase ini adalah ketika siswa menjelang tamyiz, siswa dididik untuk
mencintai Nabinya dalam artian mencintai aktifitas kerohanian, aktifitas
jasmaniah dan aktifitas sosial dengan cara melibatkan mereka, dan mencintai
ahli baitnya adalah bahwa ahli bait merupakan pendukung utama dakwah Nabi
Muhammad Saw, dan pendidikan Membaca Al Qur’an pada fase ini kita perlu
mencontoh formulasi kurikulum yang dikembangkan oleh KH Dahlan Salim dari semarang
dengan metode Qiroatinya, dengan metode qiroati yang dikembangkan tersebut pada
fase ini (siswa ketika kelas 4 Sekolah Dasar sudah memasuki Tingkatan Kelas Ta’limul Qur’an lil
Aulad) siswa sudah mampu membaca Al Qur’an secara tartil dan menghafal surat-surat
pendek serta menguasai ilmu tajwid, ghorib dan Musykilatnya dan siap merima
pengajaran tafsir, fiqih dan hadits.
2.
Pendidikan Akhlak
Jika pada pendidikan keimanan diatas diorientasikan pada siswa seputar
Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar hingga kelas tiga, maka pendidikan akhlak
yang lebih mendalam seyogyanya disampaikan pada kelas berikutnya, ini bukan
berarti pada masa sebelumnya tidak disampaikan, namun fokus atau prioritas
utama yang perlu disesuaikan. Pendidikan tentang prinsip dasar akhlak dan
keutamaan sikap serta watak (Caracter
Building), diberikan pada usia menjelang mukallaf, akan berhasil sebagai
buah dari pendidikan keimanan.
Pada dasarnya, kualitas karakter yang rendah adalah yang
tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah beresiko besar mengalami kesulitan
dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri.
diungkapkan oleh Aristoteles, bahwa karakter itu erat kaitannya dengan
kebiasaan (habit) yang terus menerus
dilakukan.
Fenomena empiris menunjukan bahwa pada saat ini terdapat
banyak kasus penyimpangan di kalangan generasi muda. Isu tentang tindak
kekerasan, membudayanya gosip dan fitnah, konsumsi minuman keras dan narkoba,
serta banyak lagi penyimpangan-penyimpangan lainnya yang selalu mewarnai
kehidupan pada zaman ini. Timbulnya kasus-kasus tersebut memang bukanlah
semata-mata karena kegagalan pendidikan agama di sekolah, namun bagaimanapun
semuanya itu hendaknya dapat menggerakkan guru pendidikan agama sebagai
penggung jawab moral di sekolah untuk dapat mencermati kembali dan mencari
solusi lewat pengembangan pembelajaran pendidikan agama Islam untuk tidak hanya
berjalan secara konvensional - tradisional.
Kegagalan pendidikan akhlak pada fase ini akan
mengakibatkan siswa jauh dari aqidah, dan tumbuh dengan penyimpangan perilaku,
menjalani kehidupan dengan penuh kefasikan dan mengumbar hawa nafsu dan angkara
murka. Permasalahan ini mengganggu hubungan dengan orang dewasa dan panutan dan
bertentangan dengan pendidikan yang diterima di sekolah.
3.
Pendidikan Akal
Islam memandang pendidikan akal (mind) adalah pendidikan
yang sangat penting, dengan akal akan menumbuhkan kesadaran mempelajari dan
memperdalam ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya, dengan pendidikan akal
sebagai ruang lingkup dan landasan suatu kegiatan belajar mengajar berbasis al
qur’an agar siswa mampu mencapai pemahaman secara mendalam serta mencerna ilmu
pengatahuan murni dengan pertimbangan yang matang dan benar.
Beranjak dari berbagai permasalahan di atas, Manusia
diciptakan sebagai al khalifatu fil al
ardl dibekali dengan kehebatan potensi daya pikir dan daya analisis yang
sama, namun sejauhmana mereka memberdayakan massa protoplasma paling unik dan
komplek yang pernah dikenal didunia ini, yakni organ sensitif yang paling berkembang dan mampu mempelajari dirinya
sendiri, dapat aktif dan kreatif juga dapat menimbulkan rangsangan. Ada tiga
bagian dasar otak manusia : batang (otak reptil), sistim limbik (otak mamalia),
dan neokortek (Bobby De Porter & Mickey Hernacky,
2000 : 26) ketiga bagian tersebut masing-masing berkembang berdasarkan tugas
tertentu serta kurun perkembangan yang berbeda. bagian tersebut secara garis
besar merupakan perkembangan evolousi
manusia yang mempunyai unsur batang (otak) yang sama dengan otak reptilia. Otak
ini mempunyai kecerdasan paling rendah dari spesies manusia.
Pendidikan akal juga tidak boleh
serta merta diisi dengan segudang ilmu saja, namun dalam term pendidikan akal
ini juga harus diperhatikan tentang menjaganya dari gangguan kerusakan otak
yang mengakibatkan melemahnya daya ingat seperti minuman keras dan jenis obat
terlarang lainnya, rangsangan seksual melalui pornografi dan berbagai jenisnya.
Pendidikan akal yang mengarah pada pengembangan
Inteligensi mengacu pada suatu kemampuan mental umum untuk memberi alasan,
memecahkan permasalahan, berpikir secara komplek, belajar dan memahami material
baru, dan mengambil hikmah dari pengalaman masa lalu. Dan Pendidikan akal ini
mendukung berbagai proses mental, mencakup memori, pelajaran, persepsi,
pengambilan keputusan dan pemikiran.
4.
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah merupakan tanggung jawab guru
agar anak didik dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah dan penuh
semangat dalam belajar. Pendidikan jasmani selama ini dikonotasikan pada
pendidikan olahraga dan kesehatan saja, termasuk mengkonsumsi makanan yang
bergizi, namun aturan dan ukuran masih kurang diperhatikan. Oleh karena itu
pada pendidikan jasmani disini kita harus memperhatikan hadits Nabi : “Tidak ada suatu tempat yang lebih buruk
yang dipenuhi oleh perut anak Adam. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja,
asal dapat menegakkan tulang rusuknya. Tetapi, apabila ia terpaksa melakukannya,
maka hendaklah sepertiga (dari perutnya itu) diisi dengan makanan, sepertiganya
dengan minuman dan sepertiganya lagi untuk pernafasan.
Pendidikan jasmani secara umum adalah aktivitas yang
mengakibatkan peningkatan kekuatan otot, aktivitas yang mempromosikan kebugaran
fisik yang meliputi unsur semua format latihan, gerak badan dan sistem lain
dimakan karat, latihan rutin akan meningkatkan kesehatan mental dan fisik.
Peningkatan kontraksi otot di bawah
kendali sadar, menjadi peristiwa fisiologis yang utama selama latihan ketika
otot dapat berkontraksi secara aktif, sementara pada tingkatan molekular,
ketika protein yang berupa zat actin dan
myosin meluncur bersama-sama untuk
memendekkan serabut otot. Energi untuk relaksasi ketika otot disajikan oleh
suatu molekul berhubungan zat adenosine
triphosphate (ATP). yaitu suatu high-energy
molekul yang membentuk uraian glukosa
(zat gula) yang berfungsi menurunkan kegemukan. glukosa dapat disimpan di
dalam otot sebagai glycogen, dan
masuk kedalam otot melalui darah.
Metabolisme glycogen atau glukosa untuk
menyediakan energi untuk latihan terjadi di dalam salah satu dari dua jalan,
melalui oksigen yang tersedia kepada otot, yang (mana) pada gilirannya
tergantung pada jenis latihan yang sedang dilakukan. Jika oksigen tidaklah
tersedia, glycogen atau glukosa akan
dipecah dan tubuh menjadi letih. Jika oksigen tersedia, akan jadi proses
metabolisme (yang dikenal sebagai cuka asam). Kapanpun oksigen siap tersedia,
glukosa bereaksi dengan sepenuhnya dengan oksigen untuk menghasilkan gas
asam-arang dan air. Sebagian dari energi bebas dari molekul glukosa yang
digunakan untuk menghasilkan ATP.
Selama proses metabolisme tidak
berjalan, uraian glukosa terhenti pada suatu titik dan memproduksi asam laktat
atau asam susu dan molekul ATP. metabolisme yang terhenti ini menghasilkan
suatu yang disebut hutang oksigen. Ketika otot melakukan pekerjaan berat, rasa
sakit seperti nyeri akan terasa sebagai akibat produksi asam laktat atau asam
susu.
Pendidikan
Jasmani dalam Islam merupakan latihan aerobic yang meliputi berjalan, latihan
berlari konstan, dan berenang, dan menjadi format merekomendasikan untuk mengurangi
resiko penyakit jantung dan terus meningkat daya tahan tubuh, dalam pendidikan
Jasmani ini pula harus diterapkan cara-cara sholat dengan benar dan
implikasinya terhadap kesehatan.
No comments:
Post a Comment