BAB X
ADMINISTRASI ISLAM DI SPANYOL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP
RENAISSANCE DI EROPA
Pada era berakhirnya periode klasik Islam, dan Islam
mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya.
Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan
Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainriya, tetapi
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam
bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya.
Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di
Spanyol, dari Islam Spanyol orang Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode
klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat
peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu
orang orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di
sana. Islam menjadi guru bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di
Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid
(705-715 M), salah seorang khalifah dan Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu propinsi dan dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di
zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abd Al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man A1-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid
itu, Musa ibn Nushair memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Marokko. Selain itu, ia juga
menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di
pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan
membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi
salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun,
yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah
ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid).
Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat
kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut
penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan
ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk
menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi
kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
A.
Proses Invasi Ke Spanyol
B. Kondisi Spanyol sebelum invasi pasukan Islam
C. Perkembangan Administrasi dan Peradaban
D. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol terhadap Sistim dan Tata Administrasi di Eropa
E. Kemunduran dan Kehancuran Islam Spanyol
B. Kondisi Spanyol sebelum invasi pasukan Islam
C. Perkembangan Administrasi dan Peradaban
D. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol terhadap Sistim dan Tata Administrasi di Eropa
E. Kemunduran dan Kehancuran Islam Spanyol
Dalam penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam
yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan pasukan ke sana. Mereka
adalah Thariq ibn Malik, Thariq ibn
Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Thariq dapat
disebut sebagai penintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di
antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang
di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian. Dalam
penyerbuan itu Thariq tidak mendapat
perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan
yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Thariq dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigorhic yang berkuasa di Spanyol pada
saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq
ibn Ziyad lebih banyak
dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya
lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung
oleh Musa ibn Nushair dan sebagian
lagi orang Arab yang dikirim Khalifah
Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat
pertama kali Thariq dan pasukannya
mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka
terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu
tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari
Bakkah Thariq dan pasukannya terus
menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova,
Granada, dan Toledo (ibu kota kerajaan Goth
saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan
kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan
sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan
pasukan Gothik yang jauh lebih besar,
yakni 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih
luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa
perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu
perjuangan Thariq. Dengan suatu
pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu-persatu kota
yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia,
Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari
Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya mucul pada masa
pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz
tahun 99 H / 1717 M. Kali ini, sasaran ditujukan untuk menguasai daerah
sekitar pegunungan Pyrenia dan
Perancis selatan. Pimpinan pasukan diperca yakan kepada Al-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya,
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd
Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota
Bordesu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang ke kota Tours. Akan tetapi,
di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga
penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke
Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan,
seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan
sebagian dan Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang
kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada
permulaan abad ke - 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh
menjangkau Prancis Tengah dan bagian bagian penting dan Italia.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak
begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan
internal yang menguntungkan.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara
Roderick yang terdiri dan para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai
semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga
mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu
kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para
prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya.
Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan
penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap
persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para
tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan dan tolong-menolong. Sikap
toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pnibadi kaum Muslimin itu
menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan
menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke
dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap
tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit,
apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang
merupakan bagian terbesar dan penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama
Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat
dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga, keadaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi
seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebas
yang mereka temukan adalah orang Islam. Berkenaan dengan itu, Ameer Auf, seperti di kutip oleh
Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan
dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan tetangganya di
jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi
penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa
akibat pada penderitaan masyarakat.” Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni
Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan)
Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan
Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah ada jauh
sebelum kerajaan Gothic berdiri).
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi
masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan
lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada di bawah permerintahan Romawi, berkat
kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri,
dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan
tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian
lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar
tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dengan daerah lain
sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut
terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi
pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick
memindahkan ibu kota negaranya dan Seville ke Toledo, semen tara Witiza, yang
saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja.
Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza.
Keduanya kemudian bangkit menghimpum kekuatan untuk menjatuhkan Roderick.
Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu,
terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa
wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara.
Sejak pertama kali menginjakkan
kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam
memainkan peranan yang sangat besar.
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan
para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara
sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari
luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu,
terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika
Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa, merekalah yang
paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh
kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat.
Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara.
Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal
Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang
terus-menerus bersaing, yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab
Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama
ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu
tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu
yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dan sisa-sisa musuh Islam di
Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak
pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri.
Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam
dari bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang
menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki
kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir
dengan datangnya Abd AI-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H / 1755 M.
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan
seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada
pusat pemerintahan Islam yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di
Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I, yang memasuki Spanyol tahun 138
H/755 M dan diberi gelar A1-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol). Dia adalah
keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang
terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia
berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol
pada periode ini adalah Abd al-Rahman A1-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al
Rahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abd A1-rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah
ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd
A1-Rahman A1-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota
besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hakam
sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara
bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa
yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama
di zaman Abdurrahman Al-Aushat. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam
lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol
mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan
terjadi. Pada pertengahan abad ke-9, stabilitas negara terganggu dengan
munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan (Martyndom). Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak
menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan
kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri
berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka
diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara di samping asrama rahib atau
lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau
menjadi karyawan pada instansi pemerintah Islam.
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini
datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M
membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu,
sejumlah orang tidak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting di antaranya
adalah, pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar
dan orang-orang Arab masih sering terjadi.
Pada periode kelima, umat Islam Spanyol mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah di Baghdad. Abd
Al-Rahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki
koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri
perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan
kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang
berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad
ibn Tumart (1128 M). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd
Al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting, Cordova,
Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa
dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat
dipukul mundur. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami
keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di
Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan
penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara
tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada dibawah penguasa-penguasa
kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari
serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke
tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali
Granada lepas dari kekuasaan Islam. Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di
bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti
di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya
berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan
terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam
memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada
ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja.
Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu,
ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian
meminta bantuan kepada Ferdinand.
Dalam masa lebih dan tujuh abad, kekuasaan Islam di
Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang
mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa pencerahan kepada Eropa dan
kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu
mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak
menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk
yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang
masuk Islam), Barbar (umat Islam yang
berasal dan Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk
daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan
dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen
Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam.
Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual
terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan
ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang
sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Islam berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa pada abad
ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn
Abd A1-Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah
dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai
pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para
pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk
melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat
Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan
Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal
karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti
Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan
eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk
ash Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan
filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke - 12 M menjadi saksi munculnya
seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam,
yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M.
Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan
kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al Muftahid.
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia
dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas
ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama
yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim
ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahani dan menentukan berapa lamanya. Ia juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari
Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bin Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah
dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian
barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228
M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia, dan Ibn
Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn
Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari
Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat
tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama
besar dalam bidang sains.
Dalam bidang fiqih. Spanyol Islam dikenal sebagai
penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn
Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai
kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap
kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan. Zaryab selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya
itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada
budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan
Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam.
Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga
banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara
maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn
Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah,
Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybihi. Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu
Hayyan Al-Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra
banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd
al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al
Dzakhirah fi Mahasin AhI al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al Qalaid buah karya Al-Fath ibn Khaqan.
dan banyak lagi yang lain.
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian
umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar
dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan
kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal,
saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat
yang tinggi, dengan begitu mereka juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk
tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam)
dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun
dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na‘urah
(Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga
merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil,
kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling
menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana,
mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah
mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo,
istana A1-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang
kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini
dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir
di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibukota Spanyol Islam.
Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri
istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana
dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid
Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu,
dari khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova
saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri
perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum,
penguasa muslim mendirikan saluran air dan pegunungan yang panjangnya 80 Km.
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di
Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi
Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di
Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana
Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur
Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa
diperpanjang dengan kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazar, menara Girilda,
dan lain-lain.
Kemajuan-kemajuan tersebut diatas didukung beberapa
faktor sebagai berikut:
Pertama: Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya
penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman
Al-Wasith dan Abd Al Rahman Al-Nashir.
Kedua:
Keberhasilan politik
pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa
lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara
penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd
Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).
Ketiga:
Toleransi beragama
ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi,
sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan
hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka
masing-masing.
Keempat:
Masyarakat Spanyol Islam
merupakan masyarakat majemuk, terdiri dan berbagai komunitas, baik agama maupun
bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat
bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di
Baghdad dan Umayyah di Spanyol, kontak budaya dari Timur dan Barat tidak selalu
berupa peperangan. Sejak abad ke - 11 M dan seterusnya, banyak sarjana
mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil
membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat
Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, masih terdapat apa yang disebut
kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan
sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan
puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam.
Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain
berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya
pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawaif berhasil mendirikan
pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini
banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di
periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi
Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah
Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa
menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun
perekonomian, dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan
kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan
negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di
samping bangunan fisik. Yang terpenting di antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd
(1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan
berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat
semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut
pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian
besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn
Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran
rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dan gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian
lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke 17 M. Buku-buku
Ibn Rusyd dicetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan,
edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga
diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan
di awal abad ke-17 M di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam, tenmasuk di dalamnya pemikiran
Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang
belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas
Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol,
mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan
sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah
wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah
universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dan
universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran
Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah
berlangsung sejak abad ke - 12 M itu menimbulkan gerakan ke bangkitan kembali
(renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke - 14 M. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang
dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhimya terusir dari negeri Spanyol dengan
cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di
Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik
(renaissance) pada abad ke- 14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada
abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung)
pada abad ke-18 M.
Awal dan kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol
adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu,
kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah
menunjuk Ibn Abi ‘Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang
yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah
kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas
keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat
pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya Al-Muzaffar, yang masih dapat
mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008
M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.
Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan
akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri.
Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup
memperbaiki keadaan. Akhirnya, pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memenintah
Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam
banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari
tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di
suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di
antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol
kembali memasuki masa pertikaian internal. Ironisnya, kalau terjadi perang
saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan
kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan
politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang Kristen pada periode ini
mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik tidak
stabil, namun, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain.
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah
dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu
kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235
M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan
oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil
mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas
“undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat
perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang
Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil
mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja Muslim,
Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn
Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti
ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti
Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di
Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini pada mulanya muncul kembali
dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berdiri sementara dan tidak bersatu.
Ferdenand
dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan
terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan
serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia
menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan
Isabella, kemudian, hijrah ke Afrika
Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.
Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi
meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat
Islam di daerah ini.
Adapun penyebab kemunduran daulah ini adalah Konflik Islam dengan Kristen, Para
penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa
puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran
Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
Tidak
Adanya Ideologi Pemersatu, Kalau
di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.
Setidak-tidaknya sampai abad ke-lO M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai
merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti
dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah
sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang
dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi
personifikasi ideologi itu.
Tidak
Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan, Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli
waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
Keterpencilan,
Spanyol Islam bagaikan
terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa
mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
DAFTAR PUSTAKA
A. Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, cetakan pertama,
1983)
Abraham S, Halkin,
"The Judeo-Islamic Age, The Great Fusion" dalam Leo W. Schwarz,
ed., Great Ages & Ideas of the Jewish People (New York: The Modern Library,
1956)
Ahmad Amin, Fajar
Islam, Terj: Zaini Dahlan, Jakarta, Cet. IV, 1967.
Al Mufradi, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos
Al Sarqawi, Effat, Filsafat Kebudayaan Islam,
Pustaka, Bandung, 1986
Al-Badi’, Abd, Al-Islam
fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah AI-Nahdhah AI-Mishriyah, 1969)
al-Hirsul Wathani, edisi Dzulqa'idah-Dzulhijjah, tahun
1416 1-: Maret-April, tahun 1996
Ali, Syed Amir, A Short History of
the Saracens, Kitab Bhayan, 1981
Al-Maududi, Abu A'la, Khilafah
dan Kerajaan, Mizan, Bandung, 1984
al-Zayyat, Ahmad Hassan,
Tarikal Adab al-Arabiy, (Beirut Libanon: Dar al-Tsaqafah, cc),
Ameer Ali, Syed, Spirit Of Islam, London,
Christoper, 1923
as-Samhudi, Wafa'ul-Wafa',
vol. 111,
Beckar, Sir Ernest, Cambridge Medieval History,
London, University Press, 1946
Brockelmann, History
of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul, 1980)
Dimont
, Melacak Jejak Yahidu, Jews, God And History Max I. Terja A Husein
kndm, …………………..
Dr. Robert Morey, The
Islamic Invasion, Harvest House Publishers, 1992
Gazalba, Sidi, Masjid
Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Al Husna, Jakarta, 1994
Grunebaum (Ed.), Islam:
Kesaruan dan Keseragaman, (Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983)
Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Terj. Ali Audah,
Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta, Cet. V, 1980
Harian Kompas, Edisi 27 Desember 2004
Hart, Michael H. Seratus
Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Terjemahan H. Mahbub Djunaidi,
PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1982
Hasan, Ibrahim Hasan, Tarikh Islam, Al Siyasi, wa Al Tsaqfi wa Al
Ij’tima’i, Kairo, Maktabah Al Madinah, 1964.
Hentihu, Dja’far, Administrasi Pendidikan, IAIN
Sunan Ampel, Malang, 1900
Hitti, K.
Philip, Dunia Arab, Sejarah Ringkas, Terj. Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing,
(Bandung: Sumur Bandung, 1970)
Ibrahim Hasan, Tärikh
al-lsflam al -S ithsi wa al -Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtimä ‘i, (Kairo:
Maktabah A1-Nahdhah AI-Mishriyah, TanpaTahun)
Imaduddin, M. Muslim
Spain: 711-1492 A. D., (Leiden: E. J. Brill,
Imarah, Muhammad, Islam dan pluralitas: perbedaan dan
kemajemukan dalam bingkai persatuan, penerjemah, Abdul Hayyie Al-Kattanie. Cet.
1. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Iqbal, Afzal, Diplomacy In Early Islam, Terjemahan
Indonesia, Samson Rahman,Pustaka Al kautsar, 2000
Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta, Rajawali
1999,
Jawwad Ali, alla-Mufashshal
fi Tarikhil-Arab qabl al-Islam vol. II, Beirut. 1968
Koentjaraningrat, Kebudayaan, mentalitas dan
Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1985
Ma'arif, Syafi'i Piagam Medinah
dan konvergensi sosial, dalam Islam dan politik di Indonesia pada demokrasi
Terpimpin 1956-1968, Yogya IAIN Sunan Kali jogo pres, 1988
Mahmud, Fayyaz, A History of Islam, London: Oxford University Press, 1960.
Mahmudunnasir, Syed, Islam
Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981)
Mahmudunnasir, Syed, Islam
Konsepsi dan Sejarahnya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Cet. IV, 1994
Majid Fakhri, Sejarah
Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986)
Majid, Nurcholis, Islam
Doktrin dan Peradaban, Penerbit Yayasan Paramadina, Jakarta,
Mario Pei, 1970
Montgomery Watt, Kejayaan Isiam.
Kajian Kritis dari tokoh Orientalis, Yogya. Tiara Wacana, 1993
Muir, W, The Caliphate: it Rise, Decline & Fall,
Edinburg, 1912.
Nasution, Hasan, Teologi
Islarn, Jakarta, Balai Pustaka, 1978
Nasution, Islam
ditinjau dan berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, Cetakan
kelima)
Natsir, M. Capita Selecta, PT. Ihtiar Baru Van
Hoeve, Bangung, tt
Poeradisastra, S. I. Sumbangan
Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986, cetakan kedua)
Qardawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Gema
Insani Press, Jakarta. 1997.
Soe’yb, Yoesoef, Sejarah Daulah Umayyah, Jakarta, Bulan
Bintang, 1978.
Spuier, The Muslim
World: A Historical Survey, (Leiden: E. J. Brill, 1960)
Syadali, Munawir, H, Islam dan Tata
Negara, Jakarta.Ul Press 1993
Syalabi, Mausu’ah
al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4, (Kairo: Maktabah
Ai-Nahdhah AI-Mishriyah, 1979 M)
Syamsuddin, Din, DR. M. Etika Agama Dalam Membangun
Masyarakat Madani, PT LOGOS Wacana Ilmu, Cetakan Pertama, Rajab 1421 H./
Oktober 2000 M
Taufiqurrahman, H. M. Drs. M.Ag, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam
(Daras Sejarah Peradaban Islam), Pustaka Islam, Surabaya, 2003.
Thaba, Abdul Aziz, Islam dan negara, Jakarta, Gema lnsani
Press 1996
Thomas W. Arnold, Sejarah
Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983)
Tim Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam, PT
Ikhtiar baru Van Hoeve, Jakarta, 1999
Wassenstein, Politics
and Society in Islamic Spain: 1002-1086, (New Jersey: Princeton University
Press, 1985)
Watt, Montgomery, Mohammad at Madina, Oxford,
Clarendon Press, 1956
www.apjii.or.id/ Sejarah Teknologi
Infotrmasi)
Yahya, Harun, Jejak Bangsa-Bangsa
Terdahulu, 1980
Zafrulloh Khan, Muhammad seal of the Prophet, London
Routledge & Keagen Paul , 1986
Zaidan, Tarikh
al-Tamaddun al-Islami, Juz III, (Kairo: Dar Al-Hilal, tanpa tahun)
No comments:
Post a Comment