Saturday, 11 March 2017

Pembelajaran berbasis Al Qur'an 7




BAB VII

PENGGUNAAN MEDIA PENDIDIKAN DI KELAS BERBASIS AL QUR’AN

Perkembangan Islam dengan budaya tinggi mampu menyebar ke seluruh penjuru dunia ini bukan hanya terpilihnya Muhammad sang arif, Al Amin dan berbagai gelar atas karekter beliau, namun Islam berkembang dengan budaya yang tinggi tersebut dikarenakan dukungan mediasi hidup dalam melaksanakan dakwah Islamiah.
Kalau masa sebelumnya pendidikan hanya sebagai jawaban dan termasuk hasil akulturasi terhadap tantangan dari pola parade budaya yang telah berkembang dari bangsa-bangsa yang baru memeluk agama Islam, tetapi sekarang harus merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam sendiri yang berjalan demikian pesat. Pesatnya kebudayaan telah sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada zamannya. Kebudayaan Islam pada masa jayanya ini, bukan saja mendatangkan kesejahteraan bagi kaum muslimin saja, tetapi juga mendatangkan kesejahteraan bagi umat manusia pada umumnya.

Dalam perkembangan kebudayaan Islam selanjutnya, nampak adanya dua faktor yang saling mempengaruhi, yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri, dan faktor ekstern, yaitu berupa rangsangan dan tantangan dari luar. Tetapi sebenarnya pengaruh dari luar tersebut, hanyalah berupa sekedar sebagai rangsangan, tantangan dan reaksi saja, agar potensi pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri bisa tumbuh dan berkembang. yang paling menentukan adalah jiwa dan semangat kaum muslimin. Terutama para ahlinya dalam penghayatan dan pengamalan ajaran Islam sebagaimana terangkum dalam AI-Qur’an.
Ayat-ayat Al-Qur’an kalau dihayati dan dilaksanakan sesuai dengan jiwa dan semangatnya berdasarkan fitrah manusia memang akan menghasilkan perkembangan budaya yang tinggi yang mengarah kepada rahmatan lil’älamin, Tetapi manakala umat Islam telah kehilangan semangat dan jiwa Al-Quran dan sudah tidak memperhatikan atau mengabaikan penghayatan dan pengamalannya secara benar, akan berhenti dan mandeglah perkembangan Islam sebagaimana yang nampak pada masa kemunduran kebudayaan Islam. (Dra. Zuhairini, 1997: 88-89)

A.   Pengertian, Fungsi dan Karekteristik Media Pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa Latin yang adalah bentuk jamak dari medium batasan mengenai pengertian media sangat luas, namun kita membatasi pada media pendidikan saja yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran.
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar melalui bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media.
Proses belajar mengajar hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata & tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding.
Penafsiran (decoding) ada kalanya berhasil, adakalanya juga mengalami kegagalan. Kegagalan/ ketidakberhasilan (barriers atau noise) dalam memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati. Semakin banyak verbalisme dalam encoding semakin abstrak pemahaman yang diterima oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Fungsi media pembelajaran adalah meningkatkan motivasi pembelajar dan tujuan penggunaan media memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Biaya, Fasilitas, Kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu.
Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995). Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Secara umum media mempunyai fungsi:
1.      memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2.      mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
3.      menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
4.      memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.
5.      memberi rangsangan yang sama, mempersama-kan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton, 1985:
1.     Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
2.     Pembelajaran dapat lebih menarik
3.     Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar
4.     Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek
5.     Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan
6.     Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan
7.     Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan
8.     Peran guru berubahan kearah yang positif
Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sebagai contoh media kaset audio, merupakan media auditif yang mengajarkan topik-topik pembelajaran yang bersifat verbal seperti pengucapan (pronounciation) bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa asing media ini tergolong tepat karena bila secara langsung diberikan tanpa media sering terjadi ketidaktepatan yang akurat dalam pengucapan pengulangan dan sebagainya. Pembuatan media kaset audio ini termasuk mudah, hanya membutuhkan alat perekam dan narasumber yang dapat berbahasa asing, sementara itu pemanfaatannya menggunakan alat yang sama pula.

B.    Prinsip Pengembangan Media Pendidikan
Semakin sadarnya orang akan pentingnya media yang membantu pembelajaran sudah mulai dirasakan. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sudah sangat dibutuhkan. Bahkan pertumbuhan ini bersifat gradual. Metamorfosis dari perpustakaan yang menekankan pada penyediaan media cetak, menjadi penyediaan-permintaan dan pemberian layanan secara multi-sensori dari beragamnya kemampuan individu untuk menyerap informasi, menjadikan pelayanan yang diberikan mutlak wajib bervariatif dan secara luas. Selain itu, dengan semakin meluasnya kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi, serta diketemukannya dinamika proses belajar, maka pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran semakin menuntut dan memperoleh media pendidikan yang bervariasi secara luas pula.
Karena memang belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Associationfor Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1.      Pesan; didalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran.
2.      Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya.
3.      Bahan; merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide,alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
4.      Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya.
5.      Teknik; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah, permainan /simulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
6.      Latar (setting) atau lingkungan; termasuk didalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, dan sebagainya.

C.    Media Pembelajaran Dalam Perjanjian Lama dan yang Digunakan oleh Yesus.
Tuhan tidak hanya menggunakan media visual seperti mujizat, namun juga menempatkan alat-alat lain yang lebih abadi di tengah-tengah bangsa Israel. Contohnya, Dia menobatkan para nazir Allah sebagai pengingat visual akan tujuan dan fungsi khusus bangsa Israel di dunia. Para nazir Allah itu dipilih secara sukarela dengan masa tugas meliputi jangka waktu, mulai tiga puluh hari sampai seumur hidup. Dalam jangka waktu itu, para nazir Allah harus bebas dari minuman anggur, buah anggur, dan minuman-minuman yang memabukkan. Mereka tidak boleh memotong rambut atau menyentuh orang mati. Maksud dari janji itu, yang ditetapkan Allah, adalah untuk menanggalkan keduniawian dan mengkhususkan diri bagi Allah. Para pria dan wanita yang memegang nazar itu adalah pengingat yang dapat dilihat oleh seluruh bangsa Israel, bahwa mengkhususkan diri bagi Allah adalah suatu keharusan jika Israel hendak menggenapi takdirnya di dunia.
Sedangkan Analisa Injil yang teliti menyatakan bahwa Yesus secara bebas menggunakan media visual untuk membuat ilustrasi dan menguatkan pesan yang diberikan Allah kepada-Nya. "Lihatlah burung di udara," perintah-Nya, dengan menunjuk burung-burung yang terbang di atas kepala ketika Ia ingin menekankan bahwa kecemasan adalah sia-sia. "Perhatikanlah bunga-bunga bakung yang tumbuh di padang," tambah-Nya untuk menekankan konsep yang sama (Matius 6:26,28).
Perumpamaan yang digunakan kebanyakan mengambil gambaran kehidupan sehari-hari, yang digunakan untuk menyampaikan kebenaran yang abstrak. "Seorang penabur keluar untuk menabur," Ia memulai dengan memberikan ilustrasi yang memungkinkan untuk diresponi. Penabur dan biji adalah hal yang umum, sesuatu yang dimengerti oleh semua yang mendengarkan-Nya. Di saat yang lain, Ia memulai dengan, "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya," (Matius 13:24-30; lihat juga Matius 13:31-33) dan mengajar mereka kenyataan tentang kebaikan dan kejahatan yang tetap ada di dunia sampai hari penghakiman. Dalam setiap perumpamaan, Dia membangun pemahaman sifat kerajaan Allah.
Yesus menggambarkan kasih Bapa dalam perumpamaan lainnya. "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?" (Matius 18:12-14; lihat juga Lukas 15:4-7). Karena tahu bahwa mereka adalah gembala dan domba, pendengar-Nya segera membayangkan seekor domba yang tidak patuh yang sedang dicari oleh gembalanya yang baik, dan mereka menangkap pandangan tentang Tuhan. Dia memberikan ilustrasi tentang kebenaran yang sama dengan menceritakan seorang wanita yang dengan cermat mencari uangnya yang hilang dan juga seorang ayah yang dengan sabar menunggu anaknya yang memberontak (Lukas 15:8-32).
Perjamuan Allah dimulai oleh Yesus sebagai penanda visual pengorbanan-Nya untuk semua dosa manusia. "Ambillah dan makanlah; inilah tubuh-Ku," perintah Yesus ketika memberikan roti perjamuan kepada murid-murid-Nya. "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa," kata-Nya sambil mengambil cawan Perjamuan Terakhir (Matius 26:26-29; Lukas 22:15-20; dan 1Korintus 10:16). Sampai saat ini perjamuan menandakan penderitaan dan kematian Yesus bagi semua orang yang percaya.
Setiap orang yang ingin menghabiskan waktunya dengan membaca Alkitab dapat menemukan lebih banyak lagi contoh-contoh visual yang digunakan Yesus dalam mengajar. yang disebutkan di atas hanyalah sedikit contoh dari begitu banyaknya alat mengajar yang digunakan- Nya untuk menyampaikan ide-ide yang abstrak (Introduction to Christian Education, 1980, 162-165)

D.   Media Pembelajaran dalam Al Qur’an dan as Sunnah
Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu siswa sebagai peserta didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Al Qur’an adalah suatu petunjuk dan penjelasan tentang petunjuk termasuk mediasi dalam menjelaskan media tersebut melalui as Sunnah.
“Bulan Ramadan, yang didalamnya diturunkan (permulaan) al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan-penjelasan tentang petunjuk itu, dn pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (Al baqarah: 185)
Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, seperti: perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku yang dapat diamati melalui indera orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya.
Tujuan pembelajaran diatas tidak akan tercapai secara signifikan jika tidak ada petunjuk berikut penjelasannya untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, dengan menggunakan petunjuk tersebut, maka pendidikan islam layak disebut pendidikan konservatif atau pendidikan yang mendalam.
Pendidikan yang mendalam menuntut para pengajar untuk menguasai pengetahuan mengenai suatu bidang studi secara menyeluruh. Guru bahasa Inggris, umpamanya, harus mengenal tata bahasa luar-dalam, dan jangan membuang waktu dengan mengajarkan omong-kosong, seperti; 'bagaimana berbahasa Inggris supaya kamu disukai teman-temanmu'. Guru-guru harus ketat disiplinnya. Jangan lagi menghamburkan kertas-kertas ulangan yang diberi nilai A atau 10 padahal disesaki kata-kata yang ejaannya kacau dan susunannya pun tidak karuan, sedangkan sang guru bahkan tidak melingkari apa yang salah dengan pensil supaya si anak tahu di mana salahnya, padahal untuk menunjukkan kesalahan si anak tersebut adalah sebuah media pembelajaran.
Media pembelajaran dalam al Qur’an dan as Sunnah adalah media qur’ani yang hidup dengan unsur penyampaian: pertama media kebenaran, pembelajaran diberikan dengan benar oleh guru yang benar (dengan keikhlasan yang tinggi hanya pengharapan ridla) dan yang disampaikan itu efektif mengenai kesadaran yang tinggi tentang kebenaran akan membuka berbagai perspektif penguasaan siswa yang sebanding dengan upaya yang dilakukan oleh para guru;
Kedua, unsur penyampaian efektifitas Al Qur’an adalah media pembelajaran yang menggunakan efektifitas khususnya efektifitas waktu dalam menghubungkan realitas dengan waktu purba (Azali) penciptaan dan karena mediasi itu sendiri memulai suatu waktu yang istimewa: seperti waktu pewahyuan, kenabian Muhammad dan para sahabat yang solih;
Ketiga, sepontan, Al Qur’an sebagai media itu merupakan pancaran terus menerus dari kepastian-kepastian yang tidak bersandarkan pada pembuktian, melainkan pada keseuaian yang mendasar dengan semangat-semangat yang permanen dalam kepekaan manusia;
Keempat, media simbol, bisa dilihat dari simbol surga sebagai “surga tuhan yang penuh dengan bidadari-bidadari yang merangsang birahi dan di situ mengalir sungai-sungai anggur dan madu”. dengan suatu bangunan simbol luas, Al-Qur’an membanjiri hati nurani manusia. Hingga hari ini bangunan simbol luas itu tak henti-hentinya memberikan ilham kepada orang-orang beriman untuk berpikir dan bertindak. Dalam Al-Qur’an unsur-unsur media simbolis itu adalah: a) “simbolisme kesadaran akan kesalahan” yang oleh refleksi teologi, yuridis dan moral akan disederhanakan dalam peraturan formal dan kaku ; b) “simbolisme cakrawala eskatologis” yang menugasi sejarah dengan satu makna, yakni pengarahan dan pemaknaan. Orang-orang masuk Islam, dengan demikian, mendapatkan dirinya termasuk dalam Sejarah Sakral dari umat Tuhan; sebagai agen-agen ungkapan terakhir Kehendak Sakral—Muhammad telah menutup dengan pasti rangkaian para Rasul—mereka menjadi umat terpilih yang mesti menunjukkan cakrawala keselamatan kepada orang-orang lain; c) ”simbolisme umat” yang menerjemahkan apa yang telah lalu dan menerima proyeksi sejarah konkret di Madinah pada tahun 1H/622 M.; d)”simbolisme hidup dan mati”.
Simbolisme-simbolisme yang berbeda-beda di atas ini saling mengisi, saling memperkuat untuk membangun suatu visi dari pembelajaran yang benar, yakni suatu visi fungsional yang disesuaikan secara sempurna dengan pencarian keselamatan. Untuk sekadar mengambil contoh, simbolisme menyangkut kesadaran akan kejahatan tampak misalnya pada surat Al-Fatihah dalam ungkapan iyyaka na’budu..., sirat mustaqim, magdlubi alaihim, dlaallin dan lain-lain. Maka, dalam Islam khususnya, visi imajinatif transhistoris akan mengalahkan visi metavisis yang merasionalkan.
 Analisis simbolis ini memungkinkan media performatif atau media yang mempunyai kekuatan kreatif (force effectuante). Ciri performatif ini, yang memang merupakan ciri yang paling mencolok dalam bahasa keagamaan, juga berlaku pada Al-Qur’an. Baginya, “wacana” performatif” adalah “parole yang ‘mengatakan’ apa yang saya buat dan pada waktu yang bersamaan merupakan parole yang membuat saya menyempurnakan atau menyelesaikan tindakan saya”. Dengan demikian, wacana performatif bukanlah wacana tentang “tindakan”, melainkan wacana yang diucapkan bersamaan dengan dilakukannya “tindakan”. Segi performatif inilah yang memungkin Al-Qur’an menjadi parole bagi siapa saja yang mengujarkannya sebagaimana ia dulu menjadi parole nabi Muhammad SAW. Ketika kita membaca “ar rahman ar rahim, misalnya, kita tidak hanya mengatakan-- atau membuat konstatasi tentang--suatu tindakan, melainkan juga sedang menciptakan tindakan, entah itu pengharapan (mohon pengampunan dari ar rahman ar rahim), pengakuan, penyerahan diri, permintaan kepada-Nya dan seterusnya.
Dari uraian diata sebut satu contoh saja ayat dalam Al Qur'an jika kita memahami maknanya, jika kita tidak bisa membaca Al Qur’an atau terjemahannya saja maka kita akan mendapati bahwa tidak ada satu ayat pun yang tidak berkesan hidup, seluruh ayat Al Qur’an merupakan media hidup dalam segi pembacaan, pemaknaan, penceritaan, perumpamaan dan sebagainya.

E.    Media Pembelajaran Mutakhir (E-learning)
Guru dalam kegiatan belajar berbasis al Qur’an adalah guru yang senantiasa menimba ilmu karena selalu menyadari kekurangan dan kebodohannya, oleh karenanya dengan berkembangnya media pembelajaran baru tidak ada alasan sedikitpun guru untuk tidak belajar, menguasai pengoperasian komputer dan internet adalah sebuah keniscayaan bagi guru sekarang, jika tidak ingin ketinggalan kualitas.
Media pembelajaran baru tersebut adalah media pembelajaran E-learning. E-learning adalah media pembelajaran paling mutakhir yang digunakan oleh banyak lembaga pendidikan baik dalam maupun luar negeri, ada banyak alternatif yang bisa dicoba untuk meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, dan menggali keterampilan baru tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang sekarang sedang ditekuni, salah satu opsi yang bisa dicoba adalah e-learning.
Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet. Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas. William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web (yang bisa diakses dari Internet). E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa saja berada di Jakarta, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di kota lain bahkan di negara lain. Namun, interaksi masih bisa dijalankan secara langsung ataupun dengan jeda waktu beberapa saat. Dengan cara ini, pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat ia mengakses ilmu yang dipelajari dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan Internet (world wide web yang menghubungkan semua unit komputer di seluruh dunia yang terkoneksi dengan Internet) dan Intranet (jaringan yang bisa menghubungkan semua unit komputer dalam sebuah perusahaan/lembaga).
Dengan cara ini, jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur.
Dalam e-learning, modul-modul yang sama (informasi, penampilan, dan kualitas pembelajaran) bisa diakses dalam bentuk yang sama oleh semua siswa yang mengaksesnya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional di kelas, karena alasan kesehatan atau masalah pribadi, satu instruktur pun bisa memberikan pelajaran di beberapa kelas dengan kualitas yang berbeda.
E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan konsultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.
E-learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).
Pembelajaran yang di tunjang oleh para ahli di bidang masing-masing. Walaupun sepertinya e-learning diberikan melalui komputer (yang adalah benda mati), e-learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola dan “dihidupkan” oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu: Subject Matter Expert (SME), Instructional Designer (ID), Graphic Designer (GD) dan para ahli di bidang Learning Management System (LMS). SME merupakan nara sumber dari pelatihan yang disampaikan. ID bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari. GD mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari. Para ahli di bidang LMS mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya. Di sini, pembelajar bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, serta melihat jadwal diskusi secara maya dengan instruktur, nara sumber lain, dan pembelajar lain. Melalui LMS ini, siswa juga bisa melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai (tugas ataupun test) yang diperoleh. Jadi, e-learning tidak diberikan semata-mata oleh mesin, tetapi seperti juga pembelajaran secara konvensional di kelas, e-learning ditunjang oleh para ahli di berbagai bidang terkait.
Ada tiga persamaan dalam hal manfaat yang bisa dinikmati dari e-learning. Pertama: Fleksibilitas. Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan laptop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-learning.
Kedua: “Independent Learning”. E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Ia bisa mulai dari topik-topik ataupun halaman yang menarik minatnya terlebih dulu, ataupun bisa melewati saja bagian yang ia anggap sudah ia kuasai. Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Jika ia tidak sempat mengikuti dialog interaktif, ia bisa membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (di Website pengelola). Banyak orang yang merasa cara belajar independen seperti ini lebih efektif daripada cara belajar lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah ditetapkan.
Ketiga: Biaya. Banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning. Biaya di sini tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi non-finansial. Secara finansial, biaya yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya: biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP). Dalam hal biaya finansial William Horton (Designing Web-Based Training, 2000) mengutip komentar beberapa perusahaan yang telah menikmati manfaat pengurangan biaya, antara lain: Buckman Laboratories berhasil mengurangi biaya pelatihan karyawan dari USD 2.4 juta menjadi USD 400,000; Aetna berhasil menghemat USD 3 juta untuk melatih 3000 karyawan; Hewlett-Packard bisa memotong biaya pelatihan bagi 700 insinyur mereka untuk produk-produk chip yang selalu diperbaharui, dari USD 7 juta menjadi USD 1.5 juta; Cisco mengurangi biaya pelatihan per karyawan dari USD 1200 - 1800 menjadi hanya USD 120 per orang. Biaya non-finansial yang bisa dihemat juga banyak, antara lain: produktivitas bisa dipertahankan bahkan diperbaiki karena pembelajar tidak harus meninggalkan pekerjaan yang sedang pada posisi sibuk untuk mengikuti pelatihan (jadwal pelatihan bisa diatur dan disebar dalam satu minggu ataupun satu bulan), daya saing juga bisa ditingkatkan karena karyawan bisa senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaannya, sementara bisa tetap melakukan pekerjaan rutinnya.
Seperti halnya pembelajaran dengan cara lain, e-learning bisa memberikan manfaat yang optimal jika beberapa kondisi berikut terpenuhi:
1.      Tujuan.
Sebelum memutuskan untuk mengikuti e-learning, perlu menentukan tujuan belajar Anda, sehingga bisa memilih topik, modul, lama belajar, biaya, dan sarana belajar secara elektronik yang sesuai. Tujuan ini hendaknya dikaitkan dengan tujuan pribadi ataupun tujuan bisnis Anda secara langsung yang spesifik dan terukur.
2.      Pembelajar.
Cara belajar dengan e-learning memberikan peluang untuk menjadi pembelajar independen. Jadi, untuk mendapatkan manfaat optimal dari e-learning, juga harus senang belajar secara independen, memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran dan perluasan wawasan (memiliki motivasi tinggi untuk menguasai topik yang diambil, menganggap belajar bukan sebagai beban tetapi sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas, mampu menerapkan disiplin dalam belajar), memiliki sarana belajar yang menunjang (misalnya: komputer, akses internet, fax, printer), keterampilan dan strategi untuk belajar secara independen di dunia maya (keterampilan dasar menggunakan komputer dan internet, strategi untuk mengelola waktu).
3.      Dukungan.
Sama seperti cara belajar lain, cara belajar dengan e-learning akan lebih mudah jika mendapat dukungan dari orang-orang terkait dengan pembelajar (misalnya: atasan, perusahaan tempat bekerja, rekan sekerja, sahabat dan keluarga). Dengan dukungan dari berbagai pihak (baik berupa dana, dukungan moril, maupun dukungan fasilitas), semangat belajar yang terkadang turun bisa tetap dipertahankan, bahkan dipacu lebih tinggi, masalah yang dihadapi dalam belajar bisa dituntaskan, sehingga proses belajar dan penyelesaian program bisa lebih mudah dijalankan.
4.      Media lain.
E-learning hanyalah sebuah “alat” yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan. “Alat” ini jika digunakan bersama “alat-alat” akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan. Dengan demikian, e-learning tidak harus digunakan secara murni, tetapi bisa diharmonisasikan dengan penggunaan media lain untuk saling menunjang meraih tujuan si pembelajar. Jadi, jika memang ada kesempatan untuk menggunakan media lain untuk belajar (pembelajaran konvensional di kelas, pembelajaran melalui mailing list, video, radio, fax, atau korespondensi), mengapa tidak saling dikoordinasikan?
5.      Pilih yang perlu.
Jika hanya perlu bepergian dengan mobil, tidak perlu menggunakan pesawat terbang. Jika hanya memerlukan informasi dan pengetahuan umum untuk memperluas wawasan, tidak perlu memerlukan sarana untuk memperluas wawasan di bidang tertentu, tak perlu mengeluarkan biaya untuk mengikuti e-learning lengkap,
  
E-learning memberikan cara alternatif untuk belajar. Pemanfaatan e-learning secara optimal pun tergantung dari beberapa kondisi yang perlu dipenuhi. Namun, apa pun cara belajar yang dipilih, semua berpulang kepada si pembelajar. Tanpa komitmen dan kendali diri, tak ada satu cara belajar pun yang akan berhasil.

No comments:

Post a Comment