Saturday, 11 March 2017

Pembelajaran berbasis Al Qur'an 4





BAB IV

DZIKIR FIKIR DAN DO’A DALAM KONFIGURASI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI KELAS BERBASIS AL QUR’AN


Paket membaca dapat difahami dengan jelas dari pesan al-quran yang pertama kali diturunkan. Selain penegasan iqra dalam surat al-A'laq, wujud penegasan afala yanzuru, laa'llakum yatafakkarun dan langkah riil dari pesan-pesan selanjutnya adalah yang menggalakkan budaya memperhatikan dengan berkonsentrasi, berfikir analitis, menelaah secara mendalam, mengkaji berulang-ulang dan budaya melakukan penelitian sebagai aksi nyata.
Perhatikan maksud firman Allah: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?" (Al-Mu'minun,: 68)

"Dan mengapa mereka tidak memikirkan mengenai (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara kedua-duanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." (ar-Rum: 8).
Pembinaan peradaban umat pertama kali seharusnya diawali dengan amalan membaca al-Quran. "Dan sesungguhnya Kami memudahkan al-Quran untuk diingati, maka adakah orang mau mengambil pelajaran." (al-Qamar, ayat 17).
Ibnu Sina, penulis karya al-Qanun fi al-Tibb menghafaz al-Quran sejak berusia 10 tahun. Kota ilmu dan kebudayaan Islam masa silam seperti Baghdad, Teherah, Bukhara, Cordoba dan sebagainya yang telah melahirkan ribuan ilmuwan dan saintis memiliki kurikulum utama dengan menitikberatkan pada al-Quran. Konsep ‘k-society’ (masyarakat berilmu) ternyata telah lama menjadi agenda umat sejak zaman dahulu. Tidak ada agama yang mewajibkan penganutnya supaya menuntut ilmu dan peduli terhadap soal keilmuan melainkan Islam.
Amalan membaca mesti dibiasakan sejak dari kecil, di samping teladan dari orang tua dan lingkungannya. Anak pasti giat membaca al-quran dan apapun juga bahan bacaan jika guru, orang tua, dan lingkungan terdekatnya giat membaca. Kegiatan Belajar Mengajar di kelas dan Kegiatan Belajar Mengajar diluar kelas termasuk kegiatan belajar di lingkungan keluarga atau secara umum kegiatan pendidikan layaknya mendapat tempat yang paling tinggi setelah kegiatan lainnya, pendidikan khususnya pendidikan Islam mempunyai kontribusi yang amat besar dalam pembangunan negeri ini, karena pendidikan Islam adalah pendidikan rahmat bagi seluruh bangsa.
Namun realitas diatas berbalik arah 180 derajat, masih adanya pemahaman tentang dualisme pendidikan di Indonesia, tidak lebih menguntungkan posisi pendidikan Islam secara kelembagaan, pendidikan Islam dipandang sebelah mata dan sebagai pendidikan yang margin, terbelakang dan menjadi alternatif nomor dua.
Belajar dari realitas diatas, kita perlu mengadakan instropeksi yang mendalam tentang mengapa Pendidikan Islam yang seharusnya menjadi kebanggaan ummat karena notabene menyandang nama Islam yang sesungguhnya merupakan rahmat, kita selalu menyatakan protes keras dan ketidakterimaan jika al qur’an dan as Sunnah dikatakan bukan landasan pendidikan yang akurat, namun kita selama ini belum menyadari dengan fanatisme kita atas al qur’an dan as Sunnah tersebut disisi lain kita masih menggunakan kurikulum yang berpijak pada kurikulum barat yang sekuler yang secara sengaja menjaukah dari al Qur’an.
Para ulama yang kita tokohkan dan kita karismakan selalu berslogan “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah pincang. Slogan tersebut selalu digemborkan dalam setiap berceramah mengenai hubungan ilmu pengetahuan dan kependidikan dengan agama, bahkan slogan tersebut sudah kental pada dunia akademisi Islam dan menjadi motto pada salah satu lembaga Pendidikan Tinggi Islam, namun disisi lain hingga tulisan ini sampai di hadapan pembaca, belum pernah penulis mendengar satu orang ulama’ pun yang protes atas penerapan Quantum Learning pada lembaga pendidikan Islam, ulama seakan mentutup mata atas kegiatan siswa yang bernyanyi atau memutar musik klasik (yang sebenarnya musik pengiring kegiatan gereja) atau aktifitas sekuler lainnya yang kurang etis jika dilandaskan pada etika Islam itu sendiri.
Upaya pengejaran ketertinggalan Pendidikan Islam atas pendidikan umum atau pendidikan barat, bukan berarti kita harus mengejar ketertinggalan tersebut dengan mengikuti jalan setapak yang pernah dilalui sebelumnya, namun kita mempunyai jalur utama yang selain harus kita yakini akan kebenarannya, kita harus mengkaji secara kritis jalan tersebut dengan berbagai inovasi demi percepatan dan keberhasilan pendidikan Islam.
Hal yang terlupakan oleh kita selama ini adalah tidak menganggap bahwa kegiatan pendidikan Islam adalah pendidikan suci, dan pendidikan suci tidak terlepas dari kegiatan yang akan diuraiakan dalam kerangka kegiatan yang merefleksikan tentang berdzikir, berfikir dan berdo’a pada kegiatan belajar mengajar.

A.   Dzikir, Do’a dan Budaya Belajar Islami
Dalam berinteraksi dengan manusia, ada etika, sopan santun, dan adab. Menjaga pola interaksi dan komunikasi yang baik, akan menjamin hubungan yang baik dengan sesama. Begitupun sebaliknya. Tanpa etika, sopan santun dan adab, hubungan sesama manusia akan sulit menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Ilustrasi ini, akan mengawali, bagaimana kita menjalin hubungan, komunikasi dan interaksi yang baik dengan Allah Swt, melalui dzikir dan do’a.
Dalam setiap berdzikir dan berdo’a dimulai dengan istilanya Istiadzah, Allah menyuruh supaya kita beristi’adzah setiap kali mulai membaca al Qur’an, sebagaimana firmannya: “Apabila kamu membaca al Qur’an, hendaklah ber isti’adzah (meminta perlindungan) kepada Allah dari syetan yang terkutuk”. (an-Nahl, 16: 98).
Adapun sebab orang diminta secara khusus agar beristi’adzah ketika hendak membaca al Qur’an, sesungguhnya ia telah disuruh membaca dalam setiap keadaan, dengan alasan al Qur’an adalah sumber hidayah, sedang syetan adalah sumber kesesatan. Oleh karena itu Allah mengajarkan agar kita memelihara diri dari semua gangguan dengan membaca kalimat Isti’adzah. Kemudian membaca basmalah, dan surah al Fatihah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, berasal dan Ibnu Abbas, katanya: Bahwa dalam pertemuan antara Malaikat Jibril dan Muhammad saw. Jibril berkata:  “Ya Muhammad, sebutlah: Astaiidzu billaahis-Samiil-Aliimi-minasy-syaitoonir-rojiim kemudian itu (sesudah Rasulullah membaca apa yahg cliajarkan itu), sebutlah: Bismillaahir— Rahmaanir—Rahim (Sesudah apa yang diajarkan Jibril itu disebut oleh Rasulullah saw.), Jibril lalu berkata: Bacalah dengan mengingat (menyebut) Allah Tuhan Mu. Dan berdirilah dan duduklah dengan mengingat (mnenyebut) Allah yang Maha Tinggi.”
Dari hadis-hadis yang tersebut di atas, dapatlah kita ambil kesimpulan, bahwa menyebut “BismiIlaahir-Rahmaanir-Rahiim” pada permulaan tiap-tiap pekerjaan, dan urusan adalah penting sekali, Penting bagi kelancaran dan keselamatan pekerjaan, dan keselamatan orang yang mengerjakan pekerjaan dan urusan itu, dan pula penting untuk keberesan dan keselamatan hasil dari pekerjaan dan urusan itu.
Setiap pekerjaan yang dimulai dengan menyebut Nama Allah akan mendapat berkah dari Allah. Apakah artinya berkah atau barakah itu ? Berkah atau barakah ialah “senantiasa dalam keadaan baik dan selamat, dan senantiasa pula terhindar dari segala marabahaya.”
Setiap pekerjaan atau urusan (aksi), pasti disertai oleh halangan dan rintangan (reaksi). Tidak ada pekerjaan atau urusan tanpa halangan atau rintangan. Ada halangan dan rintangan yang dapat kita tangkap (ketahui) lebih dahulu, tetapi amat banyak rintangan dan halangan itu yang tidak dapat kita ketahui sebelumnya.
Tetapi sebagaian kita telah pelajari, setiap macam halangan dan rintangan, baik yang kita ketahui atau yang tidak kita ketahui, pasti diketahui oleh Allah, karena pada hakikatnya setiap halangan dan rintangan itu adalah dengan takdir atau kehendak dari Allah juga. Dan sebagai kita ketahui pula, bahwa Allah mengetahui segala—galanya. Ingatlah bahwa di antara Nama—Nama Allah ialah AL MAANI yang artinya: yang menghalang-halangi atau mencegah sesuatu yang Ia kehendaki.
Dengan menyebut Bismillah dalam memulai pekerjaan, bukan saja berarti yang Allah turut sertakan dalam melaksanakan pekerjaan itu, tetapi juga berarti bermohon dan bendo’a kepada Allah untuk melenyapkan segala halangan dan rintangan yang telah diketahui oleh Allah terhadap kelancaran pekerjaan itu.
Menyebut Bismillah berarti menyebut, mengingat, mengerti, menyadari akan eksistensi Allah sebagai causa prima. Setiap manusia yang berada dalam status ingat, menyebut, mengerti dan sadar terhadap Allah, berada dalam ketenangan jiwa atau batin. Kebalikan dari menyebut, mengingat atau menghadapkan perhatian terhadap selain Allah. Setiap orang yang menghadapkan perhatiannya terhadap selain Allah, terhadap apa saja, misalnya terhadap harta, terhadap kekasih, terhadap pertandingan-pertandingan, pasti berada dalam kegelisahan jiwa atau batin. Lebih banyak kita mengingat selain Allah, semakin gelisah, semakin panik, dan inilah yang menimbulkan kelemahan-kelemahan jasmani dan rohani, menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Firman Allah: “Orang yang beriman dan tenteram (tenang) batin mereka lantaran mengingat akan Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati bisa menjadi tenteram. (ar-Raad.28).
Bila seorang manusia melakukan satu pekerjaan atau urusan dengan hati dan jiwa yang tenang, maka sekalipun pekerjaan itu tampaknya sulit dan berat, maka pekerjaan itu akan rnenambah kegembiraan baginya, kegembiraan ini akan menambah kekuatan dan bahagianya orang itu. Inilah pula barakah yang dirnaksudkan Rasulullah saw, bagi setiap orang yang memulai pekerjaan dengan menyebut Bisinillah itu. (Bey Arifin, 1994: 93-94).
Sesunggunya manusia dalam kehidupan di dunia ini dan dalam mengerjakan apa saja termasuk memulai suatu pendidikan dalam mengerjakannya sangat memerlukan dua tenaga, dengan yang satu ia menjalankan pekerjaannya, sedang dengan yang lain ia memperkuat semangatnya. (Muhammad Syaltout, 1989, 40-46). Semangat tersebut terimplikasikan dalam berdo’a dan berfikir tentang metodologi atau cara dalam pengerjaannya. Sementara kenyataan pendidikan Islam selama ini dilaksanakan mungkin hanya pekerjaannya saja, sehingga kondisi pendidikan Islam sangat terpuruk seperti sekarang ini.
Islam sudah memberikan garis yang lurus mengenai alur pendidikan yang harus senantiasa kita lestarikan dan kita budayakan, dzikir sebagai media penyucian jiwa (soul hallowing) atau sentuhan ruhaniah agar menjadi lembaga pendidikan yang mempunyai rahmat bagi lembaga pendidikan lainnya dan keummatan pada umumnya.
Budaya dzikir yang dimulai dengan bacaan ayat dengan tartil, do’a-do’a, puji-pujian, serta nasyid yang mengandung pesan mendidik dan mengarah pada sugesti siswa, menjadi lebih unggul dan mencapai sasaran yang lebih tepat daripada terapis Lyle Palmer dalam mengkondisikan siswa kedalam mental dan fisiologis yang positif sehingga betul-betul siap dalam menerima dan menyerap ilmu yang diberikan oleh guru.
Kekuatan membaca Al-qur'an yang terlansir di dalam Al-Qur'an, dan pengajaran Rasulullah Saw.  Bahwa dampak bacaan al-qur'an mampu munurunkan tekanan syaraf, kalimat dalam Al-Qur'an itu sendiri memiliki pengaruh fisiologis, satu ayat saja mengandung makna adanya energi listrik merupakan indikator bagusnya kadar fluktuasi ketegangan syaraf, oleh karena itu sudah diketahui oleh umum bahwasanya ketegangan-ketegangan saraf akan berpengaruh kepada dis-fungsi organ tubuh yang dimungkinkan terjadi karena produksi zat kortisol atau zat lainnya ketika merespon gerakan antara saraf otak dan otot, oleh karena itu pada keadaan ini pengaruh al-qur`an terhadap ketegangan saraf akan menyebabkan seluruh badan segar kembali, dimana dengan bagusnya stamina tubuh ini akan menghalau berbagai penyakit atau mengobati. Dan hal ini sesuai dengan keadaan penyakit tumor otak atau kanker otak. Juga kalimat-kalimat al-qur`an itu sendiri memeliki pengaruh fisiologis terhadap ketegangan organ tubuh secara langsung, apalagi apabila disertai dengan mengetahui maknanya.
Dengan budaya dzikir (termasuk membaca ayat-ayat al qur’an) inilah siswa betul-betul merasakan kondisi konsentrasi, relaksasi dan siap menerima presentasi materi. Dengan demikian budaya belajar yang Islami akan mempunyai ciri khas sebagai pembeda antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum lainnya, yakni pendidikan islam selalu didahului dengan beristi’adzah, kemudian berdo’a dan membaca al Qur’an secara tartil.
B.    Hidayah dan Akal
Kepada manusia yang normal akan senantiasa diberi paket petunjuk yang dinamakan agama, manusia belajar karena dibekali dengan akal oleh Allah, dengan dibantu panca indera, akal berfungsi untuk membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk, merugikan dan menguntungkan, merusak dan memperbaiki, membahagiakan dan mencelakakan dan sebagainya. Bahkan dengan akal yang dimiliki manusia mampu menciptakan teknologi. (Bey Arifin, 1994: 29 – 31)
Timbulnya hidayah adalah karena manusia menggunakan akal secara baik dan proporsional, berdasarkan petunjuk yang telah digariskan yaitu agama dengan kitab sucinya. Sehingga akal tersebut tidak berjalan dengan sendirinya, akan tetapi senantiasa dipandu oleh hidayah ketika mendapati suatu masalah yang sulit dipecahkan.
Keterpurukan pendidikan Islam selama ini dimungkinkan jauhnya hidayah tersebut, karena insan pendidikan Islam yang selama ini justru meniru dan bahkan menggunakan landasan pemikiran barat dengan berbagai tawaran ide yang melangit, sehingga melupakan jalur yang seyogyanya dilalui. Oleh karenanya kita perlu instropeksi diri agar hidayah dari Allah kembali kepada kita sebagai insan pendidikan Islam, firman Allah yang layak kita jadikan landasan instropeksi adalah sebagai berikut: “Aku (Iblis akan goda mereka (manusia) dari segala jurusan; dari depan, dan belakang, dan kanan dan dari kiri mereka, sehingga kebanyakan manusia itu tidak pandai bersyukur.” (al-A ‘raf 17)
“Dan engkau akan lihat kebanyakan dari mereka berlomba lomba nengenjakan dosa dan permusuhan dan memakan barang haram. Sesungguhnya amat jelek apa yang mereka lakukan.” (àl-Maidah:62)
“Sesungguhnva Kami (Allah) telah tunjukkan kepadamu akan kebenaran, tetapi kebanyakan kamu membenci kebenaran itu. “ (àl-Zukhruf 78)
“Dan sesungguhnya Kami telah turunkan kepada kamu beberapa keterangan yang nyata. Dan tidaklah akan ingkar terhadap keterangan itu selain orang-orang yang fasiq (durhaka). Dan tiap-tiap kali mereka membuat perjanjian, lantas dilemparkan begitu saja, bahkan kebanyakan mereka tidak beriman. “ (àl-Baqarah: 99-100)
‘Dan jika engkau bertanya kepada mereka: Siapakah yangmenurunkan air dari langit, yang menghidupkan (rnenyuburkan) bumi sesudah matinya? Niscaya mereka akan menjawab: “Allah.” Sebab itu ucapkanlah “Alharndulillah Tetapi kebanyakan mereka tidak rnengerti (lidak benar jalan pikirannya) “ (al-Ankabut: 63)
Jika kita sudah melakukan instropeksi terhadap ayat-ayat diatas, maka kita harus melaksanakan sistim pembelajaran kita dengan apa yang sudah digariskan oleh Allah dalam Al Qur’an dan sunnah rasulnya, seperti mencoba mengganti komponen kurikulum yang kurang Islami dan bukan berarti menafikan ide barat yang baik dan perlu kita contoh.
C.   KBM berbasis Al-Quran di Tengah Perkembangan Ilmu
Al-Quran menggunakan kata ‘Ilm dalam berbagai bentuk dan arti nya sebanyak 854 kali. Antara lain sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (al Baqoroh:31-32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya.
Pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua katagori:
1.      Ilmu abadi (perennial knowledge) ilmu yang berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis serta segala yang dapat diambil dan keduanya.
2.      Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains ke alaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dari penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya selama tidak bertentangan dengan Syari’ah sebagai sumber nilai.
Dewasa ini diakui oleh ahli-ahli sejarah dan ahli-ahli filsafat sains bahwa sejumlah gejala yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas ilmuwan sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran yang telah diterima oleh komunitas tersebut. Dalam hal ini, satu-satunya yang menjadi tumpuan saintist mutakhir adalah alam materi.
Di sinilah terletak salah satu perbedaan antara ajaran Al-Quran dengan sains tersebut. Al-Quran menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen: “katakanlah berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikan sekali lagi. Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu. (al Ankabuut:20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (an Nahl:78).
Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi atau eksperimen seperti yang ditegaskan oleh firman-Nya: “Maka Aku bersumpah dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-apa yang tidak dapat kamu lihat” (al Haqqah:38-39).
Hal ini membuktikan keterbatasan ilmu manusia: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah Roh itu termasuk urusan tuhan – ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al Israa’ 17:85). Kebanyakan manusia hanya mengetahui fenomena. Mereka tidak mampu menjangkau nomena: Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai  (Ar Rum 30:7).
Dari sini dapat dimengerti adanya pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Al Qur’an dan yang di sadari atau tidak — telah diakui dan dipraktekkan oleh para ilmuwan. (Dr. Quraisy Shihab, 2004: 63) 
Kegiatan Belajar Mengajar berbasis Al Qur’an dalam konteks ini hanyalah sebatas kajian sunnatullah tentang alam raya yang fenomenal dengan melandaskan bahwa al qur’an senantiasa eksis dalam pelandasan setiap inovasi-inovasi termutakhir. Semoga dengan menggunakan akal fikiran yang pada jalur ilahiyah tersebut hidayah Allah senantiasa diberikan kepada kita sebagai Insan Pendidikan Islam.

No comments:

Post a Comment