Wednesday, 15 March 2017

Sejarah Administrasi dan Kontribusinya terhadap Peradaban Islam 3

BAB III
KONDISI JAZIRAH ARAB MENJELANG
KELAHIRAN ISLAM
 Bagi setiap muslim, mempelajari dan memahami kehidupan dan perjuangan Muhammad Rasulullah merupakan keniscayaan, dan mengikuti ajarannya adalah kewajiban.
Berawal dari kejamnya geografis padang pasir terlahirlah bangsa Arab kedunia, padang Arab menurut para geolog adalah bersambung dengan padang Sahara namun terputus oleh sungai Nil dan laut Merah karena proses alam. Bangsa Assyria, Kaldea, Aram, Babilonia, Amoriyah, Moab, Funisia dan Abesinia dahulu pernah mendiami padang Arab namun kini mereka telah lenyap, bangsa Arab bersama sedarahnya bangsa Yahudi anak-anak Semit satu-satunya yang dapat bertahan dibelantara pasir itu.
Melalui ketabahan dan kerja keras mereka bertahan, putus asa bagi mereka sama halnya bunuh diri, aktifitas perjuangan hidup tidak kenal kata berhenti dengan fasilitas serba terbatas di padang itu, mereka dipaksa bertahan, dalam salah satu syair Arab purba:
Aduhai betapa kejam dikau sang pasir,
betapa tajam mata pedang yang dikau hujam kepada kami wahai alam,
berilah kami suatu yang manis wahai bumi!
sedikit hadiah bagi semua yang dikau tuntut kepada kami
Para penyair Arab sering melukiskan kejamnya medan pasir dalam syair. Karenanya sastra Arab bisa dikatakan terlahir karena jasa tempat kediaman mereka.

A.   Kondisi Geografis

Salah satu bangsa yang berasal dari rumpun bangsa Semit. Istilah Semit ini dinisbahkan kepada Sam bin Nuh, wilayah asal bangsa Arab ini disebut semenanjung Arabia atau Jazirah Arab, dinamakan semenanjung karena wilayah ini selain menjorok ke laut juga dikelilingi oleh sungai dan laut.
Jazirah Arab bentuknya memanjang dan tidak parallelogram. Ke sebelah utara Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, kesebelah selatan Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara dan dari timur padang sahara dan Teluk Persia. Akan tetapi bukan rintangan itu saja yang telah melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan dan penyebaran agama, melainkan juga karena jaraknya yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung itu melebihi seribu kilometer, demikian juga luasnya sampai seribu kilometer pula. Dan lebih-lebih lagi yang melindunginya ialah tandusnya daerah yang luar biasa hingga semua penjajah merasa enggan melihatnya.
Dalam daerah yang seluas itu sebuah sungaipun tak ada. Musim hujan yang akan dapat dijadikan pegangan dalam mengatur sesuatu usaha juga tidak menentu. Kecuali daerah Yaman yang terletak di sebelah selatan yang sangat subur tanahnya dan cukup banyak hujan turun, wilayah Arab lainnya terdiri dari gunung-gunung, dataran tinggi, lembah-lembah tandus serta alam yang gersang. Tak mudah orang akan dapat tinggal menetap atau akan memperoleh kemajuan.
Sama sekali hidup di daerah itu tidak menarik selain hidup mengembara terus-menerus dengan mempergunakan unta sebagai kapalnya di tengah-tengah lautan padang pasir itu, sambil mencari padang hijau untuk makanan ternaknya, beristirahat sebentar sambil menunggu ternak itu menghabiskan makanannya, sesudah itu berangkat lagi mencari padang hijau baru di tempat lain. Tempat-tempat beternak yang dicari oleh orang-orang badwi jazirah biasanya di sekitar mata air yang menyumber dari bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-celah batu di daerah itu. Dari situlah tumbuhnya padang hijau yang terserak di sana-sini dalam wadah-wadah yang berada di sekitar mata air. Sudah wajar sekali dalam wilayah demikian itu, yang seperti Sahara Afrika raya yang luas, tak ada orang yang dapat hidup menetap, dan cara hidup manusia yang biasapun tidak pula dikenal. Juga sudah biasa bila orang yang tinggal di daerah itu tidak lebih maksudnya hanya sekadar menjelajahinya dan menyelamatkan diri saja, kecuali di tempat-tempat yang tak seberapa, yang masih ditumbuhi rumput dan tempat beternak. Juga sudah sewajarnya pula tempat-tempat itu tetap tak dikenal karena sedikitnya orang yang mau mengembara dan mau menjelajahi daerah itu. Praktis orang zaman dahulu tidak mengenal jazirah Arab, selain Yaman. hanya saja letaknya itu telah dapat menyelamatkan dari pengasingan dan penghuninyapun dapat bertahan diri.
Pada masa itu orang belum merasa begitu aman mengarungi lautan guna mengangkut barang dagangan atau mengadakan pelayaran.
Dari peribahasa Arab yang dapat kita lihat sekarang menunjukkan, bahwa ketakutan orang menghadapi laut sama seperti dalam menghadapi maut. Tetapi, bagaimanapun juga untuk mengangkut barang dagangan itu harus ada jalan lain selain mengarungi bahaya maut itu. Yang paling penting transport perdagangan masa itu ialah antara Timur dan Barat, antara Romawi dan sekitarnya, serta India dan sekitarnya. Jazirah Arab masa itu merupakan daerah lalu-lintas perdagangan yang diseberanginya melalui Mesir atau melalui teluk Persia, lewat terusan yang terletak di mulut teluk Persia itu. Sudah tentu wajar sekali bilamana penduduk pedalaman jazirah Arab itu menjadi raja sahara, sama halnya seperti pelaut-pelaut pada masa-masa berikutnya yang daerahnya lebih banyak dikuasai air daripada daratan, menjadi raja laut. Dan sudah wajar pula bilamana raja-raja padang pasir itu mengenal seluk-beluk jalan para kafilah sampai ke tempat-tempat yang berbahaya, sama halnya seperti para pelaut, mereka sudah mengenal garis-garis perjalanan kapal sampai sejauh-jauhnya. "Jalan kafilah itu bukan dibiarkan begitu saja," kata Heeren, "tetapi sudah menjadi tempat yang tetap mereka lalui. Di daerah padang pasir yang luas itu, yang biasa dilalui oleh para kafilah, alam telah memberikan tempat-tempat tertentu kepada mereka, terpencar-pencar di daerah tandus, yang kelak menjadi tempat mereka beristirahat. Di tempat itu, di bawah naungan pohon-pohon kurma dan di tepi air tawar yang mengalir disekitarnya, seorang pedagang dengan binatang bebannya dapat menghilangkan haus dahaga sesudah perjalanan yang melelahkan itu. Tempat-tempat peristirahatan itu juga telah menjadi gudang perdagangan mereka, dan yang sebagian lagi dipakai sebagai tempat penyembahan, tempat ia meminta perlindungan atas barang dagangannya atau meminta pertolongan dari tempat itu." (Haekal, Muhammad Husain, 1980: II)
Semenanjung yang terletak di bagian barat daya Asia ini, sebagian besar permukaannya terdiri dari padang pasir. Secara umum iklim di jazirah Arab amat panas, bahkan termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi. Para ahli geologi memperkirakan, daratan Arab dahulu merupakan sambungan padang pasir yang tcrbentang luas dari Sahara di Afrika sampai gurun Gobi di Asia Tengah. Tidak terdapat satu sungaipun di jazirah ini, kecuali di bagian selatan, yang selalu berair dan mengalir sampai ke laut, selain di Wadi­ yang hanya berair selama turun hujan, padahal hujan hampir tidak pcrnah turun di kawasan padang pasir yang luas ini. (K. Hitti, Philip, 1970. p 13-14)
Selain kondisi secara umum diatas, menurut ahli geografis iklim yang terjadi di Jazirah arab terbagi atas:
1.      Tihamah, yaitu daerah yang mempunyai iklim yang sangat panas dan tidak berangin. Darah ini membentang sepanjang Laut Merah dari Yanbu sebelah barat Madinah sampai Najran di Yaman.
2.      Hijaz, yaitu daerah yang terdiri dari bukit pasir dan batu bagian tengah daerah berhadapan dengan laut merah yang beriklim sedang. Daerah ini membentang dari Syria utara menembus pegunungan sarat sampai Najran di Yaman, dan disebelah timur Tihaman. Di Hijaz terletak dua Kota suci yaitu Kota Mekkah dan Kota Madinah.
3.      Najad, yaitu daerah yang tanahnya sangat tinggi terletak membentang dari gurun samawah di utara sampai Yaman disebelah selatan, sebelah timur Hijaz dan dibatasi di timur oleh Arudl. (Ahmad Amin, 1967: 13-14).
 Lingkungan semenanjung jazirah itu penuh dengan jalan kafilah. Yang penting di antaranya ada dua. Yang sebuah berbatasan dengan Teluk Persia, Sungai Dijla, bertemu dengan padang Syam dan Palestina. Pantas jugalah kalau batas daerah-daerah sebelah timur yang berdekatan itu diberi nama Jalan Timur. Sedang yang sebuah lagi berbatasan dengan Laut Merah, dan karena itu diberi nama Jalan Barat. Melalui dua jalan inilah produksi barang-barang di Barat diangkut ke Timur dan barang-barang di Timur diangkut ke Barat. Dengan demikian daerah pedalaman itu mendapatkan kemakmurannya. Akan tetapi itu tidak menambah pengetahuan pihak Barat tentang negeri-negeri yang telah dilalui perdagangan mereka itu. Karena sukarnya menempuh daerah-daerah itu, baik pihak barat maupun pihak timur sedikit sekali yang mau mengarunginya - kecuali bagi mereka yang sudah biasa sejak masa mudanya.
Sedang mereka yang berani secara untung-untungan mempertaruhkan nyawa banyak yang hilang secara sia-sia di tengah-tengah padang tandus itu. Bagi orang yang sudah biasa hidup mewah di kota, tidak akan tahan menempuh gunung-gunung tandus yang memisahkan Tihamah dari pantai Laut Merah dengan suatu daerah yang sempit itu. Kalaupun pada waktu itu ada juga orang yang sampai ke tempat tersebut - yang hanya mengenal unta sebagai kendaraan - ia akan mendaki celah-celah pegunungan yang akhirnya akan menyeberang sampai ke dataran tinggi Najd yang penuh dengan padang pasir. Orang yang sudah biasa hidup dalam sistem politik yang teratur dan dapat menjamin segala kepuasannya akan terasa berat sekali hidup dalam suasana pedalaman yang tidak mengenal tata-tertib kenegaraan. Setiap kabilah, atau setiap keluarga, bahkan setiap pribadipun tidak mempunyai suatu sistiem hubungan dengan pihak lain selain ikatan keluarga atau kabilah atau ikatan sumpah setia kawan atau sistem jiwar (perlindungan bertetangga) yang biasa diminta oleh pihak yang lemah kepada yang lebih kuat.

B.   Kondisi Demografis

Sistem masyarakat bangsa Arab kala itu selalu menemui titik rudimen dikarenakan tidak adanya persatuan selain hanya chauvinisme klan, mereka tidak merasa punya kewajiban untuk patuh secara total dengan Syekh nya masing-masing terlebih jika nasihat-nasihat para Syekh tidak berhasil dalam memecahkan masalah, hal ini mungkin dikarenakan keadaan tempat tinggal mereka yaitu padang pasir yang tidak banyak ragam bentuk dan amat tandus dengan keadaan negeri yang kejam dan mengerikan itu mempengaruhi pola pikirnya menjadikan mereka orang-orang realis bahkan berkesan kejam, yaitu bagaimana dapat bertahan, tanpa perduli nasib yang lain, penjarahan terhadap binatang ternak klan lain kerap terjadi karena dorongan bertahan hidup dan juga aktivitas Ghawz penyerangan berkuda kepada kemah-kemah klan lain atau khafilah selain motif ekonomi juga sebagai suatu usaha untuk mengurangi jumlah orang dibelantara pasir yang kejam. Jadi persatuan pan Arab masa itu bagai menanti Matahari terbit di ufuk barat.
Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah Arab. termasuk rumpun bangsa Semit, yaitu keturunan Sam ibn Nuh, serumpun dengan bangsa Babilonia, Kaldea, Asyria, Ibrani, Phunisia, Aram dan Habsyi. Bangsa Arablah rumpun Semit yang sampai sekarang masih bcrtahan, sedangkan sebagian besar yang Iain sudah lenyap dan tidak dikenal lagi.
Pada umumnya para ahli sejarah membedakan bangsa Arab menjadi dua golongan yaitu Suku bangsa Arab Baidah dan Suku bangsa Arab Baqiyah.
 Suku Bangsa Arab Baidah.
Suku bangsa Arab baidah ini telah ada jauh sebelum Islam lahir, sejarah keberadaannnya sangat sedikit diketahui, selama ini cerita tentang keberadannya diketahui dari kitab-kitab samawi, terutama kitab Al Qur-an dan syair Jahili. Seperti cerita tentang kaum ‘Ad dan kaum Tsamud yang tersohor atas kemurkaannya.
Menurut suatu keterangan, bangsa Arab baidah ini mendiami daerah Babylon, yaitu kelompok suku bangsa Assyria, Akkadia dan lain lain. Yaitu suku yang pertama kali melakukan perjalanan meninggalkan Arabia. Seperti yang penulis bahas sebelumnya. Dan mereka inilah yang diduga merupakan keturunan bangsa Semit yang asli, yaitu yang antara lain: menurunkah bangsa Samud, Tasm, Amaliqah (amoriah) dan Jadis.
 Bangsa Arab Baqiyah.
Bangsa Arab Baqiyah ini juga dibedakan menjadi dua bagian yaitu Bangsa Arab Aribah atau Arab Qahtaniyah dan Arab Musta’rabah (Muta’arribah). Arab aribah adalah keturunan dari qahtan yang dalam kitab Taurat disebut Yaqzan dan mereka mendiami wilayah Yaman. Kelompok suku ini terpecah menjadi antara lain: suku Jurhum, kahlan dan Nihyar. dinamakan pula Qahthaniya!i dinisbahkan kepada Qahthan moyang mereka, atau Yamaniyah dinisbahkan kepada Yaman tempat asal persebaran mereka. Bangsa Arab meyakini, bahwa dari bahasa Qahthan inilah asal bahasa mereka. Adapun Arab Musta'ribah adalah keturunan Ismail a.s. ibn Ibrahim a.s. Oleh karena itu, mereka dinamakan pula Ismailiyah. Mereka disebut Musta'ribah, karena Ismail sendiri bukan keturunan Arab. Ia keturunan lbrani yang lahir dan dibesarkan di Mekah yang pada waktu itu berada di basyrah kekuasaan kabilah Jurhum dari Yamar.
Arab Musta’ribah atau Mutaarribah yang keturunan ini di klaim sebagai keturunan nabi Ismail, dan sampai menjelang saat ini mereka mendiami wilayah hijaz. Dipercaya dari suku bangsa Arab Musta’ribah atau Mutaarribah inilah konon dilahirkan para nabi termasuk nami Muhammad SAW.
Dari segi pemukimannya, bangsa Arab dapat dibedakan atas ahl al­badwi dan ahl al-badlai. Kaum Badwi adalah penduduk padang pasir. Mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, tctapi hidup secara nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari sumber mata air dan padang rumput. Mata penghidupan mereka adalah beternak kambing, biri-biri, kuda dan unta. Kehidupan masyarakat Badwi yang nomaden tidak banyak memberi peluang kepada mereka untuk membangun peradaban. Oleh karena itu, sejarah mereka tidak diketahui dengan tepat dan jelas.
al-hadlar ialah penduduk yang sudah bertempat tinggal tetap di kota-kota atau daerah-daerah pemukimun yang subur. Mereka hidup dari berdagang, bercocok tanam dan industri. Berbeda dengan masyarakat Badwi, mereka memiliki peluang yang besar untuk membangun peradaban, scbagaimana yang dilakukan oleh penduduk Yaman di selatan dan penduduk kota-kota lain di bagian utara semenanjung ini. Oleh karena itu, sejarah mereka bisa diketahui lebih jelas dibanding dengan kaum Badwi.
Namun secara demografis daerah dimana bangsa arab masa lalu tinggal pada tiga wilayah yang berbeda, yaitu:
1.      Arab Petrix yang disebut juga arab Petrea, suatu wilayah yang terletak di sebelah barat daya gurun Syria dengan petra sebagai ibukotanya.
2.      Arab Desert atau dikenal dengan arab Syria, kemudian nama ini dikonotasikan pada seluruh jazirah Arab karena kondisi tanahnya terdiri dari gurun pasir yang sangat gersang.
3.      Arab Felix atau wilayah hijau yang berbahagia yakni wilayah Yaman dimana pada masa yang lalu telah muncul peradaban yang maju seperti Saba’ dan Ma’in. (Hasan Ibrahim Hasan, 1964: 1).
Dalam struktur masyarakar Arab terdapat kabilah sebagai intinya. la adalah organisasi keluarga besar yang biasanya hubungan antara anggota anggotanya terikat oleh pcrtalian darah (nasab). Akan tetapi, adakalanya hubungan seseorang dengan kabilahnya disebabkan oleh ikatan perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia. Kabilah dalam masyarakat Badwi, di samping merupakan ikatan keluarga juga merupakan ikatan politik. Sebuah kabilah dipimpin oleh seorang kepala yang disebut syaikh al ­qabilah, yang biasanya dipilih dari salah scorang anggota yang usianya paling tua. Solidaritas kesukuan atau asyabiyah qabaliyah dalam kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam terkenal amat kuat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk proteksi kabilah atas seluruh anggota kabilahnya. Kesalahan seorang anggota kabilah terhadap kabilah lain menjadi tanggung jawab kabilahnya sehingga ancaman terhadap salah seorang anggota berarti ancaman terhadap kabilah yang bcrsangkutan. Oleh karena itu, perselisihan perorangan hampir selalu menimbulkan konflik antar kabilah yang acapkali melahirkan peperangan yang berlangsung lama.
Masa sebelum lahir Islam disebut zaman jahiliah. Zaman ini terbagi atas dua periode, yaitu jahiliah pertama dan jahiliah kedua. Jahiliah pertama meliputi masa yang sangat panjang, tetapi tidak banyak yang bisa diketahui hal ihwalnya dan sudah lenyap sebagian besar masyarakat pendukungnya. Adapun jahiliah kedua sejarahnya bisa diketahui agak jelas. zaman jahiliah kedua ini berlangsung kira-kira 150 tahun sebelum Islam lahir. Kata jahiliah berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud di sini bukan jahl lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm. Bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal dasar-dasar beberapa cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam hal seni sastra mereka telah mencapai tingkat kemajuan yang pesat. Akan tetapi, karena kemorosotan moral melanda mereka, maka label jahiliah diberikan kepada mereka. Syair-syair Arab Jahili amat kaya dengan informasi yang berkaitan dengan peradaban mereka itu. Tentu saja al-qur'an merupakan sumber yang paling bisa dipercaya mengenai moral bangsa Arab menjelang dan pada saat da'wah Islam mulai diserukan.
Kegemaran penduduk daerah ini yang luarbiasa ialah minum nabidh (minuman keras). Dalam keadaan mabuk itu mereka menemukan suatu kenikmatan yang tak ada taranya, Suatu kenikmatan yang akan memudahkan mereka melampiaskan hawa nafsu, akan menjadikan dayang-dayang dan budak-budak belian yang diperjual-belikan sebagai barang dagangan itu lebih memikat hati mereka. Yang demikian ini mendorong semangat mereka mempertahankan kebebasan pribadi dan kebebasan kota mereka serta kesadaran mempertahankan kemerdekaan dan menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang paling enak bagi mereka bersenang-senang waktu malam sambil minum-minum hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.
Digambarkannya beberapa macam adat-istiadat orang Arab, kepercayaan serta cara-cara mereka melakukan upacara kepercayaan itu. Hal ini menunjukkan sekaligus betapa mulianya kedudukan Mekah dengan Rumah sucinya itu di tengah-tengah tanah Arab. At-Tabari menceritakan - sehubungan dengan kisah penebusan ini - bahwa pernah ada seorang wanita Islam bernadar bahwa bila maksudnya terlaksana dalam melakukan sesuatu, ia akan menyembelih anaknya. Ternyata kemudian maksudnya terkabul. Ia pergi kepada Abdullah bin Umar. Orang ini tidak memberikan pendapat. Kemudian ia pergi kepada Abdullah bin Abbas yang ternyata memberikan fatwa supaya ia menyembelih seratus ekor unta, seperti halnya dengan penebusan Abdullah anak Abdil-Muttalib. Tetapi Marwan - penguasa Medinah ketika itu - merasa heran sekali setelah mengetahui hal itu. "Nadar tidak berlaku dalam suatu perbuatan dosa," katanya.

C.   Kondisi Politik

Kondisi politik semenanjung / jazirah Arab senantiasa menjaga kemerdekaannya, kecuali sebagian kecil wilayah utara yang diperebutkan secara silih berganti antara Imperium Persia dan Imperium Romawi. Namun meskipun mereka merdeka karena mereka terpecah-pecah menjadi beberapa suku, maka demi kehormatan dan nama baik suku mereka tidak segan-segan saling bunuh dan mereka selalu dirundung konflik antar suku yang berkepanjangan. Mereka tidak mengenal sistim pemerintahan dan sistim hukum, dengan sistim seperti inilah kondisi semenanjung Arabia terpecah-pecah menjadi suku yang berkeping-keping.
Beberapa kabilah yang pernah menguasai Mekah antara lain Amaliqah, Jurhum, Khizrah dan yang terakhir adalah Quraisy. Quraisy di bawah pimpinan Qushai merebut kekuasaan dari tangan Khuza'ah pada sekitar tahun 400 M. Qushai mendirikan dar al-nadwah untuk tempar bermusyawarah bagi penduduk Mekah. Selain itu, ia juga mengatur urusan­-urusan yang berkaitan dengan Ka'bah dengan membentuk al-sigayah, al-­rifadah, al-liwa dan al-hijahah. Keempat badan ini secara turun temurun dipegang oleh anak cucu Qushai sampai kepada Abd al-Muthallib, kakek Rasulullah saw.
Adapun secara umum wilayah teritorial sosial politik terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu:
1.   Wilayah selatan, yang terkenal dengan wilayah subur karena mempunyai curah hujan yang lebih tinggi daripada wilayah lain, di wilayah ini pernah muncul kerajaan yang mempunyai peradaban tinggi seperti kerajaan Saba’, Himyar disebut dengan Yaman.
2.   Wilayah tengah, merupakan wilayah yang sangat tandus, hanya hamparan padang pasir dan pegunungan, karena sedikitnya curah hujan yang rendah jarang muncul Oase, wilayah ini lebih banyak didiami suku Badui yang sebagian besar disebut Hijaz.
3.      Wilayah utara, yang merupakan wilayah yang berbatasan dengan Byzantium dan Persia, sehingga wilayah ini dikategorikan dalam keadaan simbiosis mutualisme antara Byzantium, Persia dan arab di wilayah ini. (Drs. H. M. Taufiqurrahman, M.Ag, 2003: 12)

D.   Kondisi Ekonomi

Kondisi perekonomian bangsa Arab pada umumnya adalah kondisi perekonomian yang payah, mata pencaharian sebagian besar bangsa Arab adalah memelihara ternak, perdagangan domestik maupun perdagangan luar negeri di kuasai kaum bangsawan.
Setiap tahun di pasar Ukadh diperlombakan pembacaan syair. Tujuh syair terbaik kemudian ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di Ka'bah dekat patung pujaan mereka. Ka’bah sudah sejak lama sebelum Islam selalu dikunjungi oleh bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah untuk melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, di Mekah berdirilah pemerintahan untuk melindungi jamaah haji dan menjamin keamanan serta keselamatan mereka. Ditetapkan pula kesepakatan larangan berperang di kota ini, di samping larangan berpcrang selama bulan-bulan tertentu.
Dengan kondisi masyarakat sebagian besar miskin inilah ariyah atau yang dikenal dengan pinjam meminjam sangat marak meskipun di laksanakan dengan praktek riba (renten), para peminjam memperlakukan peminjam dengan kejam sehingga pada akhirnya lahirlah suatu sistim perbudakan akibat tidak mampu membayar hutang.

E.   Kondisi Kebudayaan

Meskipun kondisi politik dan ekonomi masyarakat seperti tergambarkan diatas, namun Sistem Kebudayaan mereka tidak pernah ditinggalkan, mereka sangat terkenal dengan kemahiran sastra: bahasa dan syair. Kemahiran dalam hal Sistem Kebudayaan ini didasari oleh patriotisme kesukuan dan bukan oleh patriotisme kenegaraan. Dimana para pujangga mereka membanggakan suku mereka, kemenangan dalam peperangan, membesarkan tokoh-tokoh dan pahlawan sukunya masing-masing, serta mereka juga memuja wanita dan orang-orang yang di cintainya.
Bangsa Arab adalah pecinta alamiah seni lisan di dukung oleh bahasa mereka yaitu bahasa Arab. “Hampir tidak ada suatu bahasa lain yang sanggup menanamkan pengaruh tidak terelakan pada jiwa yang memakainya, selain bahasa Arab” perasaan pendengar dapat sangat terharu mendengar pembacaan syair dalam bahasa Arab walaupun seluruh isinya tidak difahami. Musik, syair, sajak dapat meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa mereka yang mendengarnya. Bisa disebut sekalimat bahasa Arab yang dilantunkan dengan perasaan dapat mengendalikan emosi pendengarnya, yang rasanya tidak berlebihan jika bahasa Arab disebut “ bahasa sihir ”.
Benar hanya seni lisan satu-satunya kebanggan bangsa Arab mereka tidak mencipta seperti halnya bangsa Yunani dengan arca dan seni bangunannya dan Romawi dengan kemegahan istana-istananya namun bangsa Arab menyatakan rasa seninya lewat lidah dengan makna mendalam. Seperti sebuah pribahasa Arab kuno berbunyi: ”kecantikan manusia ialah kefasihan lidahnya”. Sampai tidak ketinggalan orang-orang Eropa mengomentari perihal ketangguhan orang-orang Arab dalam ber”lidah”:”kearifan itu berbentuk tiga corak: akal budi bangsa Perancis, tangan bangsa Tionghoa, dan lidah bangsa Arab” “Memotong lidah” adalah term klasik untuk usaha menyuap seorang penyair, agar satire-satirenya tidak ditujukan kepadanya, karena seorang penyair dimata orang Arab dan para Syekh (penghulu klan) dapat menjadi ancaman serius lewat syairnya, pertumpahan darah antar klan bisa terjadi kapan saja bahkan dimasa damaipun lidah mereka bisa menjadi bahaya besar bagi ketertiban umum dan dapat menurunkan para Syekh dan para Malik (raja) dari kekuasaannya. Penting untuk diketahui bahwa bangsa Arab adalah bangsa demokrat tulen yang dibawa sejak lahir, sistem veodalisme dan absolutis monarki merupakan kebodohan besar bagi mereka, para Syekh bahkan para Malik dalam kehidupan kesehariannya tak ubahnya seperti rakyat yang dibawahinya bahkan mereka hampir tidak pernah menunjukkan gelarnya baik dalam perkataan maupun sikap, dan para syekh dipilih oleh anggota klan melalui sistem pemungutan suara selama dibutuhkan dan bisa jatuh kapan saja jika sudah dinilai tidak berguna dan para penyair bisa menjadikan proses tersebut lebih cepat.
 F.    Kondisi Keagamaan
Sesembahan Mayoritas masyarakat Arab adalah berhala kecuali sebagian kecil yang beragama yahudi dan nasrani serta penyembah matahari, bulan dan angin. Sebagai mayoritas penyembah berhala, mereka menata tidak kurang dari 360 berhala di sekeliling Ka’bah dengan empat berhala yang paling di muliakan yaitu: manatta, latta, uzza dan Hubal. Setiap tahun mereka melakukan penyembahan mengelilingi berhala-berhala yang di tata disekitar Ka’bah tersebut serta pada saat itu diadakan pekan raya yang dikenal dengan sebutan “Pekan Raya Ukaz”. 
Sebenarnya mereka percaya kepada Allah sebagai Pencipta," Pengatur dan Penguasa alam scmesta, sekalipun mereka inkar tentang hidup sesudah mati. Mereka menyembah patung dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kepercayaan kepada Allah itu merupakan sisa ajaran tauhid yang dibawa oleh Ibrahim as. Selain penyembah berhala, ada beberapa kabilah yang tergolong Shaeiah atau penyembah bintang, penyembah binatang, penyem­bah jin, di samping mcreka yang percaya bahwa malaikat adalah anak-­anak perempuan Tuhan. Di kalangan penduduk Hirah dan Ghassasinah tersebar agama Nasrani melalui Bizantium, demikian pula di Najian agama ini masuk melalui Habsyi. Pusat-pusat agama Yahudi yang terpenting adalah Yatsrib. Dalam pada itu, di bagian timur Jazirah Arab yang berbatasan dengan Persia tersebar agama Majusi. Semua agama dan kepercayaan itu terdesak oleh Islam ketika ajaran Tauhid ini memancarkan sinarnya dari jantung jazirah Arab pada abad ketujuh Masehi.

No comments:

Post a Comment