BAB III
KONDISI
JAZIRAH ARAB MENJELANG
KELAHIRAN
ISLAM
Bagi setiap muslim,
mempelajari dan memahami kehidupan dan perjuangan Muhammad Rasulullah merupakan
keniscayaan, dan mengikuti ajarannya adalah kewajiban.
Berawal dari kejamnya
geografis padang
pasir terlahirlah bangsa Arab kedunia, padang
Arab menurut para geolog adalah bersambung dengan padang Sahara
namun terputus oleh sungai Nil dan laut Merah karena proses alam. Bangsa
Assyria, Kaldea, Aram, Babilonia, Amoriyah, Moab, Funisia dan Abesinia dahulu
pernah mendiami padang Arab namun kini mereka telah lenyap, bangsa Arab bersama
sedarahnya bangsa Yahudi anak-anak Semit satu-satunya yang dapat bertahan
dibelantara pasir itu.
Melalui ketabahan dan
kerja keras mereka bertahan, putus asa bagi mereka sama halnya bunuh diri,
aktifitas perjuangan hidup tidak kenal kata berhenti dengan fasilitas serba
terbatas di padang
itu, mereka dipaksa bertahan, dalam salah satu syair Arab purba:
Aduhai betapa kejam dikau sang pasir,
betapa tajam mata pedang yang dikau hujam kepada kami
wahai alam,
berilah kami suatu yang manis wahai bumi!
sedikit hadiah bagi semua yang dikau tuntut kepada kami
sedikit hadiah bagi semua yang dikau tuntut kepada kami
Para penyair Arab sering
melukiskan kejamnya medan
pasir dalam syair. Karenanya sastra Arab bisa dikatakan terlahir karena jasa
tempat kediaman mereka.
A. Kondisi Geografis
Salah satu bangsa yang
berasal dari rumpun bangsa Semit. Istilah Semit ini dinisbahkan kepada Sam bin Nuh, wilayah asal bangsa Arab
ini disebut semenanjung Arabia atau Jazirah Arab, dinamakan semenanjung karena
wilayah ini selain menjorok ke laut juga dikelilingi oleh sungai dan laut.
Jazirah Arab bentuknya
memanjang dan tidak parallelogram. Ke sebelah utara Palestina dan padang Syam,
ke sebelah timur Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, kesebelah selatan Samudera Indonesia
dan Teluk Aden, sedang ke sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat
dan selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara dan dari
timur padang sahara dan Teluk Persia. Akan tetapi bukan rintangan itu saja yang
telah melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan dan penyebaran
agama, melainkan juga karena jaraknya yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung
itu melebihi seribu kilometer, demikian juga luasnya sampai seribu kilometer
pula. Dan lebih-lebih lagi yang melindunginya ialah tandusnya daerah yang luar
biasa hingga semua penjajah merasa enggan melihatnya.
Dalam daerah yang seluas itu sebuah sungaipun tak ada.
Musim hujan yang akan dapat dijadikan pegangan dalam mengatur sesuatu usaha
juga tidak menentu. Kecuali daerah Yaman yang terletak di sebelah selatan yang
sangat subur tanahnya dan cukup banyak hujan turun, wilayah Arab lainnya
terdiri dari gunung-gunung, dataran tinggi, lembah-lembah tandus serta alam
yang gersang. Tak mudah orang akan dapat tinggal menetap atau akan memperoleh
kemajuan.
Sama sekali hidup di
daerah itu tidak menarik selain hidup mengembara terus-menerus dengan
mempergunakan unta sebagai kapalnya di tengah-tengah lautan padang pasir itu,
sambil mencari padang hijau untuk makanan ternaknya, beristirahat sebentar
sambil menunggu ternak itu menghabiskan makanannya, sesudah itu berangkat lagi
mencari padang hijau baru di tempat lain. Tempat-tempat beternak yang dicari
oleh orang-orang badwi jazirah biasanya di sekitar mata air yang menyumber dari
bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-celah batu di daerah itu. Dari
situlah tumbuhnya padang hijau yang terserak di sana-sini dalam wadah-wadah
yang berada di sekitar mata air. Sudah wajar sekali dalam wilayah
demikian itu, yang seperti Sahara Afrika raya yang luas, tak ada orang yang
dapat hidup menetap, dan cara hidup manusia yang biasapun tidak pula dikenal.
Juga sudah biasa bila orang yang tinggal di daerah itu tidak lebih maksudnya
hanya sekadar menjelajahinya dan menyelamatkan diri saja, kecuali di
tempat-tempat yang tak seberapa, yang masih ditumbuhi rumput dan tempat beternak.
Juga sudah sewajarnya pula tempat-tempat itu tetap tak dikenal karena
sedikitnya orang yang mau mengembara dan mau menjelajahi daerah itu. Praktis
orang zaman dahulu tidak mengenal jazirah Arab, selain Yaman. hanya saja
letaknya itu telah dapat menyelamatkan dari pengasingan dan penghuninyapun
dapat bertahan diri.
Pada masa itu orang belum merasa begitu aman mengarungi
lautan guna mengangkut barang dagangan atau mengadakan pelayaran.
Dari peribahasa Arab
yang dapat kita lihat sekarang menunjukkan, bahwa ketakutan orang menghadapi
laut sama seperti dalam menghadapi maut. Tetapi, bagaimanapun juga untuk
mengangkut barang dagangan itu harus ada jalan lain selain mengarungi bahaya
maut itu. Yang paling penting transport perdagangan masa itu ialah antara Timur
dan Barat, antara Romawi dan sekitarnya, serta India dan sekitarnya. Jazirah
Arab masa itu merupakan daerah lalu-lintas perdagangan yang diseberanginya
melalui Mesir atau melalui teluk Persia, lewat terusan yang terletak di mulut
teluk Persia itu. Sudah tentu wajar sekali bilamana penduduk pedalaman jazirah
Arab itu menjadi raja sahara, sama halnya seperti pelaut-pelaut pada masa-masa
berikutnya yang daerahnya lebih banyak dikuasai air daripada daratan, menjadi
raja laut. Dan sudah wajar pula bilamana raja-raja padang pasir itu mengenal
seluk-beluk jalan para kafilah sampai ke tempat-tempat yang berbahaya, sama
halnya seperti para pelaut, mereka sudah mengenal garis-garis perjalanan kapal
sampai sejauh-jauhnya. "Jalan kafilah itu bukan dibiarkan begitu saja,"
kata Heeren, "tetapi sudah menjadi tempat yang tetap mereka lalui. Di
daerah padang pasir yang luas itu, yang biasa dilalui oleh para kafilah, alam
telah memberikan tempat-tempat tertentu kepada mereka, terpencar-pencar di
daerah tandus, yang kelak menjadi tempat mereka beristirahat. Di tempat itu, di
bawah naungan pohon-pohon kurma dan di tepi air tawar yang mengalir
disekitarnya, seorang pedagang dengan binatang bebannya dapat menghilangkan
haus dahaga sesudah perjalanan yang melelahkan itu. Tempat-tempat
peristirahatan itu juga telah menjadi gudang perdagangan mereka, dan yang
sebagian lagi dipakai sebagai tempat penyembahan, tempat ia meminta
perlindungan atas barang dagangannya atau meminta pertolongan dari tempat
itu." (Haekal, Muhammad Husain, 1980: II)
Semenanjung yang terletak di bagian barat daya Asia ini,
sebagian besar permukaannya terdiri dari padang pasir. Secara umum iklim di
jazirah Arab amat panas, bahkan termasuk yang paling panas dan paling kering di
muka bumi. Para ahli geologi memperkirakan, daratan Arab dahulu merupakan
sambungan padang pasir yang tcrbentang luas dari Sahara di Afrika sampai gurun
Gobi di Asia Tengah. Tidak terdapat satu sungaipun di jazirah ini, kecuali di
bagian selatan, yang selalu berair dan mengalir sampai ke laut, selain di Wadi
yang hanya berair selama turun hujan, padahal hujan hampir tidak pcrnah turun
di kawasan padang pasir yang luas ini. (K.
Hitti, Philip, 1970. p 13-14)
Selain kondisi secara umum diatas, menurut ahli geografis
iklim yang terjadi di Jazirah arab terbagi atas:
1.
Tihamah, yaitu daerah yang mempunyai iklim yang sangat panas dan tidak berangin.
Darah ini membentang sepanjang Laut Merah dari Yanbu sebelah barat Madinah
sampai Najran di Yaman.
2.
Hijaz, yaitu
daerah yang terdiri dari bukit pasir dan batu bagian tengah daerah berhadapan
dengan laut merah yang beriklim sedang. Daerah ini membentang dari Syria utara
menembus pegunungan sarat sampai Najran di Yaman, dan disebelah timur Tihaman.
Di Hijaz terletak dua Kota suci yaitu Kota Mekkah dan Kota Madinah.
3.
Najad, yaitu
daerah yang tanahnya sangat tinggi terletak membentang dari gurun samawah di
utara sampai Yaman disebelah selatan, sebelah timur Hijaz dan dibatasi di timur
oleh Arudl. (Ahmad Amin, 1967: 13-14).
Lingkungan semenanjung jazirah itu penuh dengan jalan
kafilah. Yang penting di antaranya ada dua. Yang sebuah berbatasan dengan Teluk
Persia, Sungai Dijla, bertemu dengan padang Syam dan Palestina. Pantas jugalah
kalau batas daerah-daerah sebelah timur yang berdekatan itu diberi nama Jalan Timur.
Sedang yang sebuah lagi berbatasan dengan Laut Merah, dan karena itu diberi
nama Jalan Barat. Melalui dua jalan inilah produksi barang-barang di Barat
diangkut ke Timur dan barang-barang di Timur diangkut ke Barat. Dengan demikian
daerah pedalaman itu mendapatkan kemakmurannya. Akan tetapi itu tidak menambah pengetahuan pihak Barat
tentang negeri-negeri yang telah dilalui perdagangan mereka itu. Karena sukarnya menempuh daerah-daerah itu, baik pihak
barat maupun pihak timur sedikit sekali yang mau mengarunginya - kecuali bagi
mereka yang sudah biasa sejak masa mudanya.
Sedang mereka yang berani secara untung-untungan
mempertaruhkan nyawa banyak yang hilang secara sia-sia di tengah-tengah padang
tandus itu. Bagi orang yang sudah biasa hidup mewah di kota, tidak akan tahan
menempuh gunung-gunung tandus yang memisahkan Tihamah dari pantai Laut Merah
dengan suatu daerah yang sempit itu. Kalaupun pada waktu itu ada juga orang
yang sampai ke tempat tersebut - yang hanya mengenal unta sebagai kendaraan - ia
akan mendaki celah-celah pegunungan yang akhirnya akan menyeberang sampai ke
dataran tinggi Najd yang penuh dengan padang pasir. Orang yang sudah biasa
hidup dalam sistem politik yang teratur dan dapat menjamin segala kepuasannya
akan terasa berat sekali hidup dalam suasana pedalaman yang tidak mengenal
tata-tertib kenegaraan. Setiap kabilah, atau setiap keluarga, bahkan setiap
pribadipun tidak mempunyai suatu sistiem hubungan dengan pihak lain selain
ikatan keluarga atau kabilah atau ikatan sumpah setia kawan atau sistem jiwar
(perlindungan bertetangga) yang biasa diminta oleh pihak yang lemah kepada yang
lebih kuat.
B. Kondisi Demografis
Sistem masyarakat bangsa Arab kala itu selalu menemui
titik rudimen dikarenakan tidak adanya persatuan selain hanya chauvinisme
klan, mereka tidak merasa punya kewajiban untuk patuh secara total dengan Syekh
nya masing-masing terlebih jika nasihat-nasihat para Syekh tidak berhasil dalam
memecahkan masalah, hal ini mungkin dikarenakan keadaan tempat tinggal mereka
yaitu padang pasir yang tidak banyak ragam bentuk dan amat tandus dengan
keadaan negeri yang kejam dan mengerikan itu mempengaruhi pola pikirnya
menjadikan mereka orang-orang realis bahkan berkesan kejam, yaitu bagaimana
dapat bertahan, tanpa perduli nasib yang lain, penjarahan terhadap binatang
ternak klan lain kerap terjadi karena dorongan bertahan hidup dan juga
aktivitas Ghawz penyerangan berkuda kepada kemah-kemah klan lain atau khafilah
selain motif ekonomi juga sebagai suatu usaha untuk mengurangi jumlah orang dibelantara
pasir yang kejam. Jadi persatuan pan Arab masa itu bagai menanti Matahari
terbit di ufuk barat.
Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah Arab. termasuk
rumpun bangsa Semit, yaitu keturunan Sam ibn Nuh, serumpun dengan bangsa
Babilonia, Kaldea, Asyria, Ibrani, Phunisia, Aram dan Habsyi. Bangsa Arablah
rumpun Semit yang sampai sekarang masih bcrtahan, sedangkan sebagian besar yang
Iain sudah lenyap dan tidak dikenal lagi.
Pada umumnya para ahli sejarah membedakan bangsa Arab
menjadi dua golongan yaitu Suku bangsa Arab Baidah dan Suku bangsa Arab
Baqiyah.
Suku Bangsa Arab Baidah.
Suku bangsa Arab baidah ini telah ada jauh sebelum Islam
lahir, sejarah keberadaannnya sangat sedikit diketahui, selama ini cerita
tentang keberadannya diketahui dari kitab-kitab samawi, terutama kitab Al
Qur-an dan syair Jahili. Seperti cerita tentang kaum ‘Ad dan kaum Tsamud yang
tersohor atas kemurkaannya.
Menurut suatu keterangan, bangsa Arab baidah ini mendiami
daerah Babylon, yaitu kelompok suku bangsa Assyria, Akkadia dan lain lain.
Yaitu suku yang pertama kali melakukan perjalanan meninggalkan Arabia. Seperti
yang penulis bahas sebelumnya. Dan mereka inilah yang diduga merupakan
keturunan bangsa Semit yang asli, yaitu yang antara lain: menurunkah bangsa
Samud, Tasm, Amaliqah (amoriah) dan Jadis.
Bangsa Arab Baqiyah.
Bangsa Arab Baqiyah ini juga dibedakan menjadi dua bagian
yaitu Bangsa Arab Aribah atau Arab Qahtaniyah dan Arab Musta’rabah
(Muta’arribah). Arab aribah adalah keturunan dari qahtan yang dalam kitab
Taurat disebut Yaqzan dan mereka mendiami wilayah Yaman. Kelompok suku ini
terpecah menjadi antara lain: suku Jurhum, kahlan dan Nihyar. dinamakan pula
Qahthaniya!i dinisbahkan kepada Qahthan moyang mereka, atau Yamaniyah
dinisbahkan kepada Yaman tempat asal persebaran mereka. Bangsa Arab meyakini,
bahwa dari bahasa Qahthan inilah asal bahasa mereka. Adapun Arab Musta'ribah
adalah keturunan Ismail a.s. ibn Ibrahim a.s. Oleh karena itu, mereka dinamakan
pula Ismailiyah. Mereka disebut Musta'ribah, karena Ismail sendiri bukan
keturunan Arab. Ia keturunan lbrani yang lahir dan dibesarkan di Mekah yang
pada waktu itu berada di basyrah kekuasaan kabilah Jurhum dari Yamar.
Arab Musta’ribah atau Mutaarribah yang keturunan ini di
klaim sebagai keturunan nabi Ismail, dan sampai menjelang saat ini mereka
mendiami wilayah hijaz. Dipercaya dari suku bangsa Arab Musta’ribah atau
Mutaarribah inilah konon dilahirkan para nabi termasuk nami Muhammad SAW.
Dari segi pemukimannya, bangsa Arab dapat dibedakan atas
ahl albadwi dan ahl al-badlai. Kaum Badwi adalah penduduk padang pasir. Mereka
tidak memiliki tempat tinggal tetap, tctapi hidup secara nomaden,
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari sumber mata air
dan padang rumput. Mata penghidupan mereka adalah beternak kambing, biri-biri,
kuda dan unta. Kehidupan masyarakat Badwi yang nomaden tidak banyak memberi
peluang kepada mereka untuk membangun peradaban. Oleh karena itu, sejarah mereka
tidak diketahui dengan tepat dan jelas.
al-hadlar ialah penduduk yang sudah bertempat tinggal tetap di
kota-kota atau daerah-daerah pemukimun yang subur. Mereka hidup dari berdagang,
bercocok tanam dan industri. Berbeda dengan masyarakat Badwi, mereka memiliki
peluang yang besar untuk membangun peradaban, scbagaimana yang dilakukan oleh
penduduk Yaman di selatan dan penduduk kota-kota lain di bagian utara
semenanjung ini. Oleh karena itu, sejarah mereka bisa diketahui lebih jelas
dibanding dengan kaum Badwi.
Namun secara demografis daerah
dimana bangsa arab masa lalu tinggal pada tiga wilayah yang berbeda, yaitu:
1.
Arab Petrix yang disebut juga arab Petrea, suatu wilayah
yang terletak di sebelah barat daya gurun Syria dengan petra sebagai
ibukotanya.
2.
Arab Desert atau dikenal dengan arab Syria, kemudian nama
ini dikonotasikan pada seluruh jazirah Arab karena kondisi tanahnya terdiri
dari gurun pasir yang sangat gersang.
3.
Arab Felix atau wilayah hijau yang berbahagia yakni
wilayah Yaman dimana pada masa yang lalu telah muncul peradaban yang maju
seperti Saba’ dan Ma’in. (Hasan Ibrahim Hasan, 1964: 1).
Dalam struktur masyarakar Arab
terdapat kabilah sebagai intinya. la adalah organisasi keluarga besar yang
biasanya hubungan antara anggota anggotanya terikat oleh pcrtalian darah
(nasab). Akan tetapi, adakalanya hubungan seseorang dengan kabilahnya
disebabkan oleh ikatan perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia.
Kabilah dalam masyarakat Badwi, di samping merupakan ikatan keluarga juga
merupakan ikatan politik. Sebuah kabilah dipimpin oleh seorang kepala yang
disebut syaikh al qabilah, yang
biasanya dipilih dari salah scorang anggota yang usianya paling tua.
Solidaritas kesukuan atau asyabiyah
qabaliyah dalam kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam terkenal amat kuat.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk proteksi kabilah atas seluruh anggota
kabilahnya. Kesalahan seorang anggota kabilah terhadap kabilah lain menjadi
tanggung jawab kabilahnya sehingga ancaman terhadap salah seorang anggota
berarti ancaman terhadap kabilah yang bcrsangkutan. Oleh karena itu,
perselisihan perorangan hampir selalu menimbulkan konflik antar kabilah yang
acapkali melahirkan peperangan yang berlangsung lama.
Masa sebelum lahir Islam disebut
zaman jahiliah. Zaman ini terbagi atas dua periode, yaitu jahiliah pertama dan jahiliah
kedua. Jahiliah
pertama meliputi masa yang sangat panjang, tetapi tidak banyak yang bisa
diketahui hal ihwalnya dan sudah lenyap sebagian besar masyarakat pendukungnya.
Adapun jahiliah kedua sejarahnya bisa diketahui agak jelas. zaman jahiliah
kedua ini berlangsung kira-kira 150 tahun sebelum Islam lahir. Kata jahiliah
berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud di sini bukan jahl lawan dari ilm,
melainkan lawan dari hilm. Bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal dasar-dasar
beberapa cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam hal seni sastra mereka telah
mencapai tingkat kemajuan yang pesat. Akan tetapi, karena kemorosotan moral
melanda mereka, maka label jahiliah diberikan kepada mereka. Syair-syair Arab
Jahili amat kaya dengan informasi yang berkaitan dengan peradaban mereka itu.
Tentu saja al-qur'an merupakan sumber yang paling bisa dipercaya mengenai moral
bangsa Arab menjelang dan pada saat da'wah Islam mulai diserukan.
Kegemaran penduduk daerah ini yang
luarbiasa ialah minum nabidh (minuman keras). Dalam keadaan mabuk itu mereka
menemukan suatu kenikmatan yang tak ada taranya, Suatu kenikmatan yang akan
memudahkan mereka melampiaskan hawa nafsu, akan menjadikan dayang-dayang dan
budak-budak belian yang diperjual-belikan sebagai barang dagangan itu lebih
memikat hati mereka. Yang demikian ini mendorong semangat mereka mempertahankan
kebebasan pribadi dan kebebasan kota mereka serta kesadaran mempertahankan
kemerdekaan dan menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang
paling enak bagi mereka bersenang-senang waktu malam sambil minum-minum
hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.
Digambarkannya
beberapa macam adat-istiadat orang Arab, kepercayaan serta cara-cara mereka
melakukan upacara kepercayaan itu. Hal ini menunjukkan sekaligus betapa
mulianya kedudukan Mekah dengan Rumah sucinya itu di tengah-tengah tanah Arab.
At-Tabari menceritakan - sehubungan dengan kisah penebusan ini - bahwa pernah
ada seorang wanita Islam bernadar bahwa bila maksudnya terlaksana dalam
melakukan sesuatu, ia akan menyembelih anaknya. Ternyata kemudian maksudnya
terkabul. Ia pergi kepada Abdullah bin Umar. Orang ini tidak memberikan
pendapat. Kemudian ia pergi kepada Abdullah bin Abbas yang ternyata memberikan
fatwa supaya ia menyembelih seratus ekor unta, seperti halnya dengan penebusan Abdullah
anak Abdil-Muttalib. Tetapi Marwan - penguasa Medinah ketika itu - merasa heran
sekali setelah mengetahui hal itu. "Nadar tidak berlaku dalam suatu
perbuatan dosa," katanya.
C. Kondisi Politik
Kondisi politik
semenanjung / jazirah Arab senantiasa menjaga kemerdekaannya, kecuali sebagian
kecil wilayah utara yang diperebutkan secara silih berganti antara Imperium
Persia dan Imperium Romawi. Namun meskipun mereka merdeka karena mereka
terpecah-pecah menjadi beberapa suku, maka demi kehormatan dan nama baik suku
mereka tidak segan-segan saling bunuh dan mereka selalu dirundung konflik antar
suku yang berkepanjangan. Mereka tidak mengenal sistim pemerintahan dan sistim
hukum, dengan sistim seperti inilah kondisi semenanjung Arabia terpecah-pecah
menjadi suku yang berkeping-keping.
Beberapa kabilah yang
pernah menguasai Mekah antara lain Amaliqah, Jurhum, Khizrah dan yang terakhir
adalah Quraisy. Quraisy di bawah pimpinan Qushai merebut kekuasaan dari tangan
Khuza'ah pada sekitar tahun 400 M. Qushai mendirikan dar al-nadwah untuk tempar
bermusyawarah bagi penduduk Mekah. Selain itu, ia juga mengatur urusan-urusan
yang berkaitan dengan Ka'bah dengan membentuk al-sigayah, al-rifadah, al-liwa
dan al-hijahah. Keempat badan ini secara turun temurun dipegang oleh anak cucu
Qushai sampai kepada Abd al-Muthallib, kakek Rasulullah saw.
Adapun secara umum
wilayah teritorial sosial politik terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu:
1. Wilayah
selatan, yang terkenal dengan wilayah subur karena mempunyai curah hujan yang
lebih tinggi daripada wilayah lain, di wilayah ini pernah muncul kerajaan yang
mempunyai peradaban tinggi seperti kerajaan Saba’, Himyar disebut dengan Yaman.
2. Wilayah tengah, merupakan wilayah yang sangat tandus,
hanya hamparan padang pasir dan pegunungan, karena sedikitnya curah hujan yang
rendah jarang muncul Oase, wilayah ini lebih banyak didiami suku Badui yang
sebagian besar disebut Hijaz.
3.
Wilayah utara, yang merupakan wilayah yang berbatasan
dengan Byzantium dan Persia, sehingga wilayah ini dikategorikan dalam keadaan
simbiosis mutualisme antara Byzantium, Persia dan arab di wilayah ini. (Drs. H.
M. Taufiqurrahman, M.Ag, 2003: 12)
D. Kondisi Ekonomi
Kondisi perekonomian bangsa Arab
pada umumnya adalah kondisi perekonomian yang payah, mata pencaharian sebagian
besar bangsa Arab adalah memelihara ternak, perdagangan domestik maupun
perdagangan luar negeri di kuasai kaum bangsawan.
Setiap tahun di pasar Ukadh diperlombakan pembacaan
syair. Tujuh syair terbaik kemudian ditulis dengan tinta emas dan digantungkan
di Ka'bah dekat patung pujaan mereka. Ka’bah sudah sejak lama sebelum Islam
selalu dikunjungi oleh bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah untuk
melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, di Mekah berdirilah pemerintahan untuk
melindungi jamaah haji dan menjamin keamanan serta keselamatan mereka.
Ditetapkan pula kesepakatan larangan berperang di kota ini, di samping larangan
berpcrang selama bulan-bulan tertentu.
Dengan kondisi masyarakat sebagian
besar miskin inilah ariyah atau yang dikenal dengan pinjam meminjam sangat
marak meskipun di laksanakan dengan praktek riba (renten), para peminjam
memperlakukan peminjam dengan kejam sehingga pada akhirnya lahirlah suatu
sistim perbudakan akibat tidak mampu membayar hutang.
E. Kondisi Kebudayaan
Meskipun kondisi politik dan ekonomi masyarakat seperti
tergambarkan diatas, namun Sistem Kebudayaan mereka tidak pernah ditinggalkan,
mereka sangat terkenal dengan kemahiran sastra: bahasa dan syair. Kemahiran
dalam hal Sistem Kebudayaan ini didasari oleh patriotisme kesukuan dan bukan
oleh patriotisme kenegaraan. Dimana para pujangga mereka membanggakan suku
mereka, kemenangan dalam peperangan, membesarkan tokoh-tokoh dan pahlawan
sukunya masing-masing, serta mereka juga memuja wanita dan orang-orang yang di
cintainya.
Bangsa Arab adalah pecinta alamiah seni lisan di dukung
oleh bahasa mereka yaitu bahasa Arab. “Hampir tidak ada suatu bahasa lain yang
sanggup menanamkan pengaruh tidak terelakan pada jiwa yang memakainya, selain
bahasa Arab” perasaan pendengar dapat sangat terharu mendengar pembacaan syair
dalam bahasa Arab walaupun seluruh isinya tidak difahami. Musik, syair, sajak
dapat meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa mereka yang mendengarnya. Bisa
disebut sekalimat bahasa Arab yang dilantunkan dengan perasaan dapat mengendalikan
emosi pendengarnya, yang rasanya tidak berlebihan jika bahasa Arab disebut “
bahasa sihir ”.
Benar hanya seni lisan satu-satunya kebanggan bangsa Arab
mereka tidak mencipta seperti halnya bangsa Yunani dengan arca dan seni
bangunannya dan Romawi dengan kemegahan istana-istananya namun bangsa Arab
menyatakan rasa seninya lewat lidah dengan makna mendalam. Seperti sebuah
pribahasa Arab kuno berbunyi: ”kecantikan
manusia ialah kefasihan lidahnya”. Sampai tidak ketinggalan orang-orang
Eropa mengomentari perihal ketangguhan orang-orang Arab dalam ber”lidah”:”kearifan itu berbentuk tiga corak: akal budi
bangsa Perancis, tangan bangsa Tionghoa, dan lidah bangsa Arab” “Memotong lidah” adalah term klasik
untuk usaha menyuap seorang penyair, agar satire-satirenya tidak ditujukan
kepadanya, karena seorang penyair dimata orang Arab dan para Syekh (penghulu
klan) dapat menjadi ancaman serius lewat syairnya, pertumpahan darah antar klan
bisa terjadi kapan saja bahkan dimasa damaipun lidah mereka bisa menjadi bahaya
besar bagi ketertiban umum dan dapat menurunkan para Syekh dan para Malik
(raja) dari kekuasaannya. Penting untuk diketahui bahwa bangsa Arab adalah
bangsa demokrat tulen yang dibawa sejak lahir, sistem veodalisme dan absolutis
monarki merupakan kebodohan besar bagi mereka, para Syekh bahkan para Malik
dalam kehidupan kesehariannya tak ubahnya seperti rakyat yang dibawahinya
bahkan mereka hampir tidak pernah menunjukkan gelarnya baik dalam perkataan
maupun sikap, dan para syekh dipilih oleh anggota klan melalui sistem
pemungutan suara selama dibutuhkan dan bisa jatuh kapan saja jika sudah dinilai
tidak berguna dan para penyair bisa menjadikan proses tersebut lebih cepat.
F.
Kondisi
Keagamaan
Sesembahan Mayoritas masyarakat Arab adalah berhala
kecuali sebagian kecil yang beragama yahudi dan nasrani serta penyembah
matahari, bulan dan angin. Sebagai mayoritas penyembah berhala, mereka menata
tidak kurang dari 360 berhala di sekeliling Ka’bah dengan empat berhala yang
paling di muliakan yaitu: manatta, latta, uzza dan Hubal. Setiap tahun mereka
melakukan penyembahan mengelilingi berhala-berhala yang di tata disekitar
Ka’bah tersebut serta pada saat itu diadakan pekan raya yang dikenal dengan
sebutan “Pekan Raya Ukaz”.
Sebenarnya mereka percaya kepada Allah sebagai
Pencipta," Pengatur dan Penguasa alam scmesta, sekalipun mereka inkar
tentang hidup sesudah mati. Mereka menyembah patung dengan maksud mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Kepercayaan kepada Allah itu merupakan sisa
ajaran tauhid yang dibawa oleh Ibrahim as. Selain penyembah berhala, ada
beberapa kabilah yang tergolong Shaeiah
atau penyembah
bintang, penyembah binatang, penyembah jin, di samping mcreka yang percaya
bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Tuhan. Di kalangan penduduk Hirah
dan Ghassasinah tersebar agama Nasrani melalui Bizantium, demikian pula di
Najian agama ini masuk melalui Habsyi. Pusat-pusat agama Yahudi yang terpenting
adalah Yatsrib. Dalam pada itu, di bagian timur Jazirah Arab yang berbatasan
dengan Persia tersebar agama Majusi. Semua agama dan kepercayaan itu terdesak
oleh Islam ketika ajaran Tauhid ini memancarkan sinarnya dari jantung jazirah
Arab pada abad ketujuh Masehi.
No comments:
Post a Comment