BAB IV
ADMINISTRASI
ZAMAN RASULULLAH SAW
A.
Nasab Nabi Muhammad SAW, sebagai
Sang Administrator
Suku Quraisy adalah sebuah keluarga terhormat keturunan
dari Nabi Ismail. Salah satu keturunan Nabi Ismail terdapat seorang yang
berhasil mempersatukan suku-suku bangsa Arab yang bernama Fihr atau sering
dalam sejarah kebudayaan Islam disebut sebagai Qusay. Qusay kemudian menguasai
ka’bah dan mendirikan Dar Al Nadwah (Gedung Musyawarah), sebagai tempat
berkumpulnya pemuka suku quraisy dan kepala suku yang ada di Arabia saat itu.
Dan bertempat disinilah Qusay menjalankan urusan Administrasi pemerintahannya.
Abduddar anak Qusay melanjutkan tapuk pemerintahan dalam
memimpin Hijaz dengan pusat pemerintahan di Makkah, sepeninggal Abduddar
kekuatan dibagi antara putranya dan putra saudaranya, Abd Manaf. Putra Abd
Manaf yang bernama Abdus Syam menangani urusan administrasi dan keuangan
sedangkan putra Abduddar sendiri yaitu Umayyah menangani urusan militer.
Sedangkan Abdus Syam menyerahkan kekuasaanya kepada saudaranya yang bernama
Hasyim, Umayyah berusaha mengambil otoritas Hasyim yang menurutnya jabatan
tersebut adalah merupakan haknya, namun karena kuatnya Hasyim dalam memegang
supremasi, maka Umayyah tersingkir dalam perkelahian perebutan kekuasaan
tersebut hingga akhirnya ia mendapatkan vonis pengasingan luar kota selama
sepuluh tahun oleh Dewan hukum dan pengadilan, hal inilah picu utama dari
perseteruan keturunan Umayyah dan keturunan Hasyim di masa-masa selanjutnya.
Hasyim dalam perkawinannya dengan wanita Madinah
melahirkan seorang laki-laki yang bernama Syabih, setelah kematian Hasyim,
Syabih Mutthallib sebagai saudara Hasyim membawa Syabih ke Mekkah. Orang
Madinah menyangka Syabih sebagai budak Muttholib sehingga masyarakat Mekkah
menyebutnya “Syabih Abdul Mutholib” yang selanjutnya dalam sejarah Islam nama
Syabih menjadi nama Abdul Muttholib.
Sifat-dermawan dan kebijaksanaan serta dengan bekal
genetis sebagai administrator, ia dipercayai dan diakui sebagai pemimpin di
tengah-tengah suku Quraisy, namun Harb sebagai putra Umayyah yang merupakan
musuh bebuyutan Hasyim tidak mengakui kepemimpinan Syabih atau yang lebih
terkenal dengan sebutan Abdul Mutholib tersebut.
Ketika Abdul Muttholib berusia 70 tahun ia masih
mempunyai dua orang anak seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mekah
mendapat serangan mendadak yang menurut masyarakat Arab saat itu disebutnya
serangan aneh, yaitu serangan militer kristen Yaman yang dipimpin Abrahah
dengan mengendarai gajah.
Namun malang bagi barikade gajah tersebut karena dalam
perjalanan jauh memelahkan dan sudah sampai ke tujuan yaitu sudah memasuki kota
tetapi niat tersebut tidak tersampaikan. Betapa tidak, pasukan militer Kristen
Yaman tersebut sesampainya di kota Mekkah terkena serangan wabah epidemik dan
secara tiba-tiba datang badai panas gurun pasir yang ganas dan mampu
menerbangkan bebatuan kecil yang ada disekitar kejadian. Dan akhirnya seluruh
pasukan lenyap dan konon Abrahah berhasil melarikan diri, namun sesampainya di
Yaman ia meninggal akibat power syndrome yang dihadapinya.
Sebelum terjadi peristiwa tersebut, ketika mendengar Kota
Mekkah akan mendapat serangan, maka Abdul Muthholib menitipkan putranya yang
bernama Abdullah untuk berlindung di rumah Wahhab, seorang kepala suku dari
bani Zahra. Di rumah inilah Abdullah di kawinkan dengan Aminah putri Wahhab.
Abdullah hidup bersama Aminah hanya tiga hari di rumah
Wahhab, kemudian ia meninggalkan istrinya untuk berbisnis ke kota Syiria, namun
takdirnya menggariskan dalam perjalanan pulang Abdullah jatuh sakit dan
meninggal di dekat Yatsrib, Abdullah meninggalkan warisan kepada Muhammad kelak
berupa lima ekor unta, sejumlah biri-biri dan seorang budak perempuan yang
bernama Ummu Aiman.
Al-Din al-Islam sebagaimana agama-agama samawi
sebelumnya, maka pembawa risalah Al-Din al-Islam adalah seorang yang bangsawan
dan administrator yang handal, orang tersebut adalah Muhammad Ibn Abdullah.
Al-Din al-Islam merupakan suatu Undang Undang yang mencakup segala aspek
keduniaan dan aspek akhirat.
Dalam kurun waktu yang sangat singkat menurut ukuran
seorang reformasi total yaitu ± 23 tahun. Al-Din al-Islam dengan Muhammad Ibn
Abdullah sebagai pembawanya. Mampu memdirikan sebuah Imperium baru, meskipun
belum ada nama dari sebuah negara, namun dengan ber Ibukota Madina Al
Munawwarah Al-Din al-Islam dengan Muhammad Ibn Abdullah sebagai pembawanya
mampu manandingi dan bahkan melebihi kelihaian para moyangnya dalam hal
manajemen organisasi dan administrasi kenegaraan.
Sebelumnya para ahli sejarah telah mencatat bahwa
Hammurabi seorang kaisar Negeri Babylonia, berhasil membukukan sebuah Undang
Undang tertulis pertama. Namun dalam analisa sejarah modern karya Hammurabi
tersebut belum layak disebut sebagai Undang Undang Dasar Negara.
Al-Din al-Islam yang datang beberapa abad setelahnya
dengan Muhammad Ibn Abdullah yang masih serumpun dengan Hammurabi, berhasil
meletakkan dasar Kenegaraan dengan Undang Undang Dasar yang lengkap dan dapat
diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik itu masyarakat yang berbeda
etnis, agama, golongan, maupun kesukuan.
Al-Din al-Islam sebagai agama untuk umat Islam, namun
dalam pranata yang dibawa jika di telaah secara detail ayat demi ayat maka
Al-Din al-Islam adalah merupakan rahmat bagi sekalian alam. Bagaimana mungkin
Al-Din al-Islam juga mengatur hubungan dengan orang yang tidak mau bahkan
mengingkari keberadaan Al-Din al-Islam, disana juga mengatur hak-hak orang yang
justru menentangnya.
Betapa indahnya suatu sistim kenegaraan yang segala
pranatanya serba baru dan di manaj oleh seorang yang dari masa mudanya sudah
terkenal Sebagai Al Amin serta secara genetika memang berdarah bangsawan yang
legislator dan Administrator yang handal, meskipun demikian Muhammad Ibn
Abdullah senantiasa menghargai pendapat para sahabatnya dalam hal menjadi roda
pemerintahan yang baru dibentuknya. Dan juga Muhammad Ibn Abdullah meski dari
seorang yatim piatu dan dari kecilnya sudah di sia-siakan oleh kaumnya, namun
setelah menjabat sebagai seorang yang mempunyai otoritas penuh tanpa sedikitpun
mempunyai kesombongan, kecongkakan dan keserakahan.
Muhammad Ibn Abdullah meskipun mencapai kesuksesan yang
besar dalam sejarah peradaban dunia, akan tetapi setiap berhasil memenangkan
suatu peperangan atau penaklukan, Muhammad Ibn Abdullah semakin merunduk dengan
rasa syukur dan merasakan bahwa dirinya tidak ada apa-apanya, Muhammad Ibn
Abdullah hanya ingin disebut sebagai hamba yang paling bersyukur terhadap
Tuhannya.
Setelah lengkap dalam meletakkan dasar-dasar suatu
imperium, Muhammad Ibn Abdullah tidak meninggalkan warisan apapun kepada
keluarganya, tapuk kepemimpinan negara pun akhirnya di teruskan oleh
sahabat-sahabatnya yang setia dalam mendampinginya.
Perjalanan para sahabatnya antara lain: adalah Abu bakar
Ash Shiddiq, Umar Bin Khottob, dan Usman Bin Affan sahabat sejati Muhammad Ibn
Abdullah. Dalam meneruskan kepemimpinan negara meskipun mereka senantiasa
menyempurnakan kebijakan pendirinya, tetapi tidak satupun menghilangkan atau
mengurangi atau mengamandemen segala aturan perundang undangan yang telah
ditetapkan sebelumnya, meskipun aturan itu merugikan dirinya secara material.
B.
Kelahiran
dan Awal Kehidupan Muhammad
Janda Aminah melahirkan seorang laki-laki pada hari
Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal 571 M. anak tersebut diberi nama Ahmad oleh
Ibunya dan oleh kakeknya di beri nama Muhammad, kedua nama ini banyak di
singgung didalam Al Qur-an.
Sesuai dengan budaya Arab Mekkah, dalam pemeliharaan
anaknya senantiasa menyerahkan kepada orang lain. Muhamad pun dipelihara oleh
Halimah seorang dari Suku Sa’id, dalam asuhan Halimah, Muhammad selain hidup di
desa yang menu makanannya penuh sayuran yang bergizi lengkap dan adat serta pergaulan
dalam Suku Sa’id yang terkenal dengan lughat Arab yang paling murni, paling
indah dan paling fasih di semenanjung Arabia, maka berkembanglah Muhammad dalam
segala kemurnian tersebut selama lima tahun.
Pada usia enam tahun ia di serahkan kepada ibunya, selang
beberapa hari Muhammad diajak ibunya ke Yatsrib untuk memperkenalkan kepada
saudara-saudaranya dan sekaligus berziarah ke pusara ayahnya.
Ketika sampai di desa Abwa Aminah jatuh sakit dan wafat
disana, Muhammad dengan ditemani Oleh Sahaya setianya yaitu Ummu Aiman kembali
ke Mekkah kedalam pangkuan kakeknya, ± hanya 2 tahun dalam pelukan kakeknya,
muhammad pun ditinggal oleh kakeknya.
Sepeninggal Abdul Mutholib, Muhammad diasuh oleh Pamannya
yang dalam segi ekonomi tergolong menengah kebawah. Dalam asuhan pamannya
tersebut Muhammad di training dalam etos kerja yang tinggi demi sesuap nasi,
menyadari kenyataan-kenyataan yang ada dengan renungan menjadikan Muhammad
sebagai pemuda yang sensitif, ramah dan arif. Kearifan dan kejujuran Muhammad
tersebut dikenal oleh masyarakat Kota Mekkah saat itu hingga ia digelari “Al
Amin.”.
Pada usia 12 tahun, ketika ikut pamannya berniaga ke
Negri Syria, bertemu dengan pendeta Kristen yang bernama Buhira / Bahra,
pendeta tersebut memeriksa tanda-tanda kenabian Muhammad, maka dari itu kepada
Abu Tholib dipesankan agar menjaga kemenakannya dengan baik dan melarang
melanjutkan pernalanan niaganya, karena dihawatirkan ketika di Negeri Syiria,
tanda-tanda kerasulan Muhammad diketahui oleh pendeta Yahudi disana, dan Muhammad
akan dibunuh.
Tatkala Muhammad berusia 15
tahun, terjadilan perang antar
suku keturunan Kinanah dan Quraisy (yang melibatkan Bani Hasim) di satu pihak melawan
kabilah Hawazin di pihak lain. Perang ini dikenal dengan perang Fijar yang
artinya pendurhakaan. Disebut demikian karena awal terjadinya disebabkan oleh
pelanggaran atas larangan permusuhan pada bulan-bulan suci yang sangat
dihormati berdasar aturan dan adat serempat.
Muhammad membantu pamannya untuk mengumpulkan mata panah
yang dilemparkan oleh musuh dan diserahkan kepada Abu Tholib dan pada saat itu
Muhammad cenderung mempelajari Ilmu Perang dari pamannya.
Perang ini berakhir atas prakarsa generasi muda yang
tehimpun dalam Hilful Fudzul melalui
perundingan yang melahirkan kesepakatan membentuk sebuah persyarikatan yang
disebut Hilful Fudzul yang atinya sumpah utama. Tujuan
utama hilf al fudlul adalah
untuk memberikan perlindungan bagi yang teraniaya di kota Mekah, baik oleh
pcnduduknya sendiri maupun oleh pihak Iain. Muhammad terpilih menjadi salah
satu anggotanya dan merupakan anggota termuda.
C. Perkawinan Muhammad dengan Khadijah dan perilaku
administrasinya menjelang kerasulan.
Perkawinan Muhammad dengan Khodijah berjalan dengan baik,
meskipun beda usia mereka jauh, yaitu Muhammad berusia 25 tahun dan Khodijah
berusia 42 tahun. Perkawinan mereka berjalan dengan mulus dan dikarunian
beberapa orang anak.
Dari perkawinan dengan pengusaha eksport import yang
ternama di kota Mekkah tersebut Muhammad banyak belajar mengenai Business
Administration (Administrasi Niaga). Serta dengan kebijakan dan kejujuran
Muhammad yang terkenal hingga seluruh penjuru Arabia, Muhammad dengan dibantu
oleh istrinya Khadijah belajar tentang Public Administration (Administrasi
Negara).
D.
Dakwah Muhammad dalam Melawan Simbol Supremasi Sosial dan
politik Kaum Musyrikin Quraisy.
Setelah Muhammad menerima risalah kenabian pada usia 40
tahun. Mulailah ia mendakwahkan risalah tersebut kedalam ketersesatan
masyarakat Mekkah dengan pokok risalah Tauhid, menuju kepada kehidupan yang lebih
baik, dengan meninggalkan segala Ilah fisik maupun Ilah non fisik yang menjadi
tradisi masyarakat Mekkah saat itu. Orang yang pertama kali menerima ajakan
tersebut adalah Khodijah, Ali Bin Abi Tholib, Abu bakar, usman, Abdurrahman,
Zaid, Zubair dan Thalhah. Hingga penyebaran selama 3 – 4 tahun tercatat hanya
40 orang pengikut.
Penyebaran risalah tersebut pada awalnya hanya dicemooh
oleh sebagian besar masyarakat kota Mekkah, namun menyadari kemajuan seruan
Muhammad tersebut merupakan ancaman maka masyarakat kota Mekkah berbalik arah
dari sekedar mencemooh menjadi memusuhi, menyakiti dan bahkan menumpas Muhammad
dan para pengikutnya.
Sebenarnya penolakan terhadap seruan risalah Muhammad
bukan semata penolakan terhadap ajaran tauhid saja, lebih dari itu, penolakan
mereka didasarkan pada risalah Islam yang menghendaki perombakan total terhadap
supremasi sosial, ekonomi dan politik yang ada saat itu yang dalam sejarah
kebudayaan Islam dikenal dengan Supremasi jahiliyah.
Dasar keyakinan Muhammad Secara otomatis, selain
bertentangan dengan dasar keyakinan mereka, mereka tidak menghendaki adanya
perombakan tatanan sosial, ekonomi dan politik mereka baik secara administratif
maupun secara non administratif. Ka’bah dengan ratusan berhala yang
mengitarinya disamping merupakan simbol supremasi politik, juga merupakan
income yang besar pada musim haji saat itu.
Ketika gerakan Rasulullah
makin meluas, jumlah pengikutnya bertambah banyak dan seruannya makin tegas dan
lantang, bahkan secara terang-terangan mengecam agama berhala dan mencela
kebodohan nenek moyang mereka yang memuja-muja berhala itu. Orang-orang Quraisy
terkejut dan marah. Mereka bangkit menentang dakwah Rasulullah dan dengan
berbagai macam cara berusaha menghalang-halanginya.
Menurut Syalabi ada lima faktor
yang menyebabkan orang Quraisy menentang da'wah Rasulallah, yaitu:
1. Takut kehilangan kekuasaan. Mereka belum bisa membedakan antara
kenabian dengan kerajaan. Mereka mengira memenuhi scruan Rasulullah berarti
tunduk kepada Bani Abd al-Muthalib. Hal ini, menurut anggapan mereka, akan
menyebabkan suku-suku Arab secara administratif kehilangan otoritas statis
sosial politik dan ekonomi dalam masyarakat, sehingga jika mereka tunduk kepada
Risalah muhammad mereka akan kalah dalam percaturan politik yang saat itu
dipegang bani Abdis Syam.
2. Persamaan derajat. Rasulullah
mengajarkan persamaan derajat di antara umat manusia. Hal ini berlawanan dengan
tradisi Arab jahiliah yang membeda-bedakan derajat manusia berdasarkan
kedudukan dan status sosial. Bangsawan Quraisy belum siap menerima ajaran yang
akan meruntuhkan tradisi dan dasar-dasar kehidupan mereka yang sudah
terstratifikasi dalam kasta, sebagaimana adanya persamaan status dan hak azasi
seorang budak dengan tuannya, kaya dan miskin dan sebagainya.
3. Takut dibangkitkan kembali setelah
mati. Gambaran tentang kebangkitan kembali setelah mati
sebagaimana diajarkan Islam, sangat mengerikan di mata pemimpin-pemimpin
Quraisy. Oleh karena itu mereka enggan memeluk Islam yang mengajarkan bahwa
manusia akan dibangkitkan kembali dari kematiannya untuk mempertanggungjawabkan
seluruh amal perbuatannya sewaktu hidup di dunia, sedangkan dalam pandangan
umum suku Quraisy kehidupan di dunia ini adalah supremasi kekuasaan dan
pengaruh, sedangkan dalam islam hal tersebut harus di tinggalkan.
4.
Taklid kepada nenek moyang (Tradisi). Bangsa Arab jahiliah menganggap, bahwa tradisi nenek moyang merupakan
sesuatu yang mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Terlampau berat bagi mereka
meninggalkan agama nenek moyangnya, apalagi yang diajarkan Rasuluilah itu bertolak belakang dengan keyakinan yang mereka
anut, karena dengan menerima risalah Muhammad berarti melanggar tradisi yang
dipegang teguh oleh nenek moyang mereka.
5.
Perniagaan patung (Ekonomi). Larangan
menyembah patung dan larangan memahat dan memperjual-belikannya merupakan
ancaman yang akan mematikan usaha pemahat dan penjual patung. Lebih dari itu, para penjaga Ka'bah
juga tidak mau kehilangan sumber penghasilan dan pengaruh yang diperoleh dari
jasa pelayanan terhadap orang-orang yang datang ke Mekah untuk menyembah patung
dalam berhaji mereka.
Dengan
alasan tersebut diatas, kaum kafir Quraisy menolak dengan keras dibarengi
dengan berbagai penekanan dan teror terhadap pengikut Muhammad. Namun demikian
semakin ditekan risalah yang dibawa Muhammad semakin berkembang saja, oleh
karenanya kaum kafir Quraisy melakukan pemboikotan terhadap dua kabilah
pendukung dakwah Muhammad, yakni banu Hasyim dan banu Muthollib dengan isi
pembikotan yang ditempel pada dinding Ka’bah dengan isi:
Seluruh kabilah di arab memutuskan hubungan dengan
kabilah banu Hasyim dan Banu Muthollib termasuk hubungan perkawinan, jual-beli,
ziarah-menziarahi,
Akibat
dari pemboikotan ini banu Hasyim dan banu Muthollib menderita kelaparan,
kemiskinan dan kesengasaraan yang berat.
E.
Perjanjian Aqabah I dan Aqabah II sebagai Konsolidasi
Organisasi dalam Administrasi Islam di Madinah
Dari berbagai penekanan dan siksaan dari kaum Quraisy
yang semakin menjadi-jadi, maka strategi ekspansi Islam di Mekkah sepertinya
kurang berhasil, maka ekspansi pengembangan risalah yang dibawa Muhammad di
arahkan kepada rombongan haji dari berbagai kota di semenanjung Arabia.
Ketika musim haji yang di tunggu-tunggu tiba, Muhammad
mendatangi suatu tempat yang telah disepakati sebelumnya dengan rombongan haji
dari Yatsrib di bukit Aqabah. Dari kesepakatan tersebut 12 pemuda dari Kota
Yatsrib menyatakan beriman kepada apa yang disampaikan oleh Muhammad, mereka
bersama-sama mengangkat tangan Muhammad seraya bersyahadah menyatakan bahwa
tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Peristiwa ini dikenal sebagai “Bai’ah al
Aqabah ula’ (Perjanjian Aqabah Pertama).
Pada musim haji berikutnya, 73 pemuda Yatsrib bersumpah
akan menolong Nabi Muhammad dan melindungi nabi Muhammad. Mereka juga
mengundang Nabi Muhammad SAW, singgah ke kota mereka. Namun nabi menangguhkan
undangan tersebut.
Strategi awal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW,
adalah mengutus Mus'ab sebagai ustadz dan mempelajari kondisi dan budaya
masyarakat Yatsrib yang sebenarnya, ketika mendapat laporan detail dari Mus'ab
tentang perkembangan Islam di Yatsrib yang sangat pesat karena didukung oleh
kultur masyarakat yang majemuk dan kondisi geografis dan geologis yang
mendukung perkembangan Islam. Maka berangkatlah Nabi Muhammad SAW, dan
pengikutnya hijrah ke Yatsrib melalui beberapa tahap.
Berbeda dengan kultur masyarakat Arab yang mengandalkan
sistim Aristokrasi sebagaimana dalam suku Quraisy, maka dalam sistim politik
Yatsrib tidak mengenal hal ini sehingga perkembangan Islam lebih mudah
diterima.
Selain itu pertimbangan politis hijrah Nabi Muhammad SAW,
berdasarkan keterangan Mus'ab adalah diantara suku yang ada di Yatsrib dilanda
perseteruan yang berkepanjangan dan menghabiskan banyak korban baik harta
maupun nyawa, mereka sangat merindukan seorang tokoh berkepribadian besar, yang
bijak dan mampu menciptakan perdamaian diantara mereka.
Disamping mereka telah mendengar andil Nabi Muhammad SAW,
dalam Halful Fudzul serta upaya-upaya yang lainnya dalam menata administrasi
dan politik kota Mekkah, masyarakat Yatsrib juga mengetahui bahwa Nabi Muhammad
SAW, adalah keturunan Yatsrib dari Suku Khazraj. Yakni Hasyim telah mengawini
wanita Yatsrib dan melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama “Syabih Abdul
Mutholib” atau Abdul Muttholib yakni kakek Nabi Muhammad SAW.
Disamping alasan-alasan hijrah Nabi Muhammad SAW, diatas
dan karena dorongan untuk mendamaikan pertikaian antar suku yang berkepanjangan
di Yatsrib, hijrah Nabi Muhammad SAW, secara obyektif diterima oleh kaum Yahudi
yang berada di Yatsrib berdasarkan kitab mereka yang mengabarkan akan datangnya
seorang Rasul yang terakhir dan bernama Ahmad atau Muhammad, maka Yatsrib
terkondisikan untuk menerima kedatangan Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW, sampai di Yatsrib pada 2 Juli 622 M,
dan moment ini, dijadikan moment penting karena secara administratif moment
inilah yang dijadikan pijakan perhitungan penanggalan Islam yaitu tahun
Hijriyah. Dan kedatangan Nabi Muhammad SAW, di Yatsrib tersebut menjadikan perubahan
nama kota dari Yatsrib menjadi “al
Madinatu al Munawwaroh.” Yang artinya kota yang bersinar dan berseri-seri.
Di Yatsrib Kekuasaan dan kedudukan Nabi Muhammad SAW,
mulai diakui, dan Islam tersebar dengan pesat dari hari demi hari. Beberapa
tokoh barat menarik tokoh-tokoh sejarah ke belakang. (K.Hitti) dari seorang
imigran karena tekanan dan siksaan, kepada seorang misionaris Islam, hingga
diakui sebagai seorang politik dan negarawan yang piawai.
F.
Kebijakan Politik Yang
Ditempuh Nabi Muhammad SAW
Kebijakan politik pertama kali yang ditempuh Nabi
Muhammad SAW, di Madinah adalah menghapus jurang pemisah antar suku dan
menyatukan seluruh masyarakat Madinah yang terdiri dari beberapa etnis dan
agama, Nabi Muhammad SAW, hanya menggolongkan masyarakat yang dipimpinnya
menjadi dua golongan.
Golongan
pertama adalah seluruh masyarakat Madinah baik yang muslim maupun non muslim,
atau suku apa saja yang ada di Madinah sebagai kaum Anshar atau golongan
penolong.
Sementara
golongan kedua adalah golongan Muhajirin, yaitu golongan yang melakukan
imigrasi dari Mekkah mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Pekerjaan
besar yang dilakukan Rasulullah dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap
masyarakat Islam yang baru terbentuk. Karena masyarakat merupakan wadah dari
pengembangan kebudayaan, maka berbarengan dengan pembinaan masyarakat itu
diletakkan pula dasar-dasar kebudayaan Islam, sehingga terwujud sebuah
masyarakat Islam yang kokoh dan kuat. Dasar-dasar
kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah itu pada Mulanya merupakan sejumlah
nilai dan norma yang mengatur manusia dan tuhannya, dalam hal urusan manusia
dengan sesamanya dalam hal kegiatan ekonomi dan politik yatng bersumber dari
al-Qur'an dan al-Sunnah.
Lembaga utama dan pertama yang dibangun
Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini adalah masjid. Pertama masjid
Quba, selanjutnya Masjid Nabawi dibangun setelah Rasulullah tiba di Yatsrib.
Muhammad ternyata bukan hanya seorang nabi dan
rasul, tetapi juga seorang ahli politik dan diplomat dengan senantiasa
melandasi kebijakan. Dalam setiap kebijakannya khususnya mengenai pembentukan
masyarakat Madinah,
Agaknya Nabi Muhammad SAW menyadari bahwa Imperiun Islam
tidak akan kuat ketika tidak adanya fondasi sebagai landasannya tersebut tidak
ada kerukunan baik kerukunan internal seagama maupun kerukunan antar agama,
serta perlu adanya dukungan dari seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari
segala etnis yang ada di Madinah.
Muhammad senantiasa mengutamakan unsur unsur
sebagai berikut:
a.
Al-ikha (persaudaraan) merupakan
salah satu asas utama dalam setiap kebijakan khususnya dalam pembentukan
masyarakat Islam yang diletakkan oleh Rasulullah. persaudaraan yang hakiki
adalah persaudaraan seiman dan seagama. Dengan meninggalkan rasa kesukuan dan
menggantinya dengan corak baru dan identitas baru yaitu Islam. Demikian pula
loyalitas kabilah atau suku ditukar dengan loyalitas Islam.
b.
Al Musyawah (persamaan), hal senantiasa
ditanamkan rasulullah adalah setiap manusia didunia ini mempunyai kedudukan
yang sama, diciptakan dari keturunan yang sama, setiap manusia mempunyai hak
azasi dan kemerdekaan yang sama, Al
Musyawah (persamaan) ini menjadi landasan dari rumusan tentang Hak Azasi
Manusia (The Human right). Sekarang
ini.
c.
Al – Tasammuh (toleransi) Umat Islam siap ditanamkan
untuk bisa hidup berdampingan dengan umat lain. Dari toleransi ini ditanamkan
juga suaka terhadap umat lain.
d.
Al-tasyawur
(muryawarah) (surat Ali Imran ayat
159, al-Syura ayat 38), musyawarah mempunyai status yang tinggi dan terhormat
dalam masyarakat, dalam sistim permusyawaratan yang ditanamkan oleh Rasulullah
tidak memandang pendapat tersebut dari siapa, mengenai urusan keduniaan, tidak
jarang rasulullah menggunakan ide dari para sahabat, meskipun masih dalam
status mu’allaf.
e.
Al-taawwun (tolong menolong) (al-Ma'idah: 25) Piagam Madinah merupakan
bukti kuat berkaitan dengan pelaksanaan prinsip ini.
f. Al-adalah (keadilan) bcrkaitan dengan hak dan kewajiban individu
dalam bermasyarakat. (al-Ma'idah ayat 8, al-Nisa ayat 58.)
No comments:
Post a Comment