Saturday, 11 March 2017

Pembelajaran berbasis Al Qur'an 9




BAB IX 
AKSELERASI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR BERBASIS AL QUR’AN


Program Pemerintah tentang akselerasi belajar melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang di uji cobakan untuk anak berbakat intelektual sejak tahun ajaran 1998/1999. Dengan program ini, lama belajar siswa dapat dipercepat selama satu tahun pada setiap satuan pendidikan.

Program yang diperuntukkan siswa dengan kemampuan di atas rata-rata, kreatif, dan tanggung jawab terhadap tugas ini pelaksanaannya mengalami berbagai masalah, seperti siswa terlihat kurang komunikasi, mengalami ketegangan, kurang bergaul dan, tidak suka pada pelajaran olah raga. Mereka tegang seperti robot. Sementara dirumah siswa yang mengikuti program ini sulit berkomunikasi dengan anggota keluarganya. (siwa mengalami kemunduran bersosialisasi).

Tidak tercapainya salah satu tujuan program akselerasi yang diprogramkan oleh pemerintah sejak tahun ajaran 1998/1999 dikarenakan beberapa sebab antara lain: pertama, anak dipacu untuk mengembangkan bakat intelektual (IQ), dan tidak diikuti dengan meningkatkan kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).

Kedua, akselerasi yang dilaksanakan di Indonesia masih menggunakan berbasis kurikulum nasional dengan memakai jenis kurikulum Teleskop (Telescoping curriculum) dan Kurikulum yang dimampatkan (Compacting curriculum). Alasan pemilihan jenis ini agar siswa tidak meninggalkan salah satu pelajaran tersebut. Jadi siswa mendapatkan semua pelajaran dalam sistem pendidikan nasional. Tekniknya, dengan mengambil pelajaran yang esensial saja sedangkan materi-materi yang tidak esensial bisa dipelajari sendiri oleh siswa. Tidak perlu tatap muka. Dengan cara seperti ini, siswa dapat menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih cepat.

Ketiga, sistem pendidikan Indonesia yang sentralistik. Jumlah pelajaran sangat banyak, namum belum ada layanan individual sesuai dengan bakat dan minat.

Keempat, sistem pendidikan yang kurang fleksibel. Artinya dalam sistem pendidikan nasional, pemerintah kurang memberikan kebebasan kepada tiap satuan pendidikan pada tingkat provinsi atau tingkat kabupaten kota untuk mengelola pendidikan sesuai bakat dan minat.

Kelima, tujuan pendidikan nasional masih pada tujuan secara umum dan tidak didasarkan atas kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh masyarakat setelah lulus.

Program akselerasi di Amerika, peserta didik yang mengikuti program akselerasi tidak diberikan semua mata pelajaran. Anak berbakat matematika memiliki kurikulum khusus di bidang matematika. Jumlah pelajaran pun tak banyak. Antara lain: computer science, Humanities, Math, science course dan writing course (www.Jhu/Gifted/teaching).

Bagi siswa yang telah menguasai sejumlah pelajaran matematika pada satu tingkatan maka dia perbolehkan mempelajari matematika pada tingkat yang lebih lanjut. Misalnya loncat ke kelas yang lebih tinggi, belajar matematika pada tingkat universitas, kelas gabungan, telescoping kurikulum, dan sebagainya. Program yang diselenggarakan hanya semata bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, memberikan penghargaan, kesempatan untuk berkarir lebih cepat dan meningkatkan produktivitas.



A.   Pemanfaatan Bakat Alami siswa

Berbakat dikendalikan oleh suatu kemauan atau hasrat dasar untuk menguasai sesuatu yang timbul dari diri siswa, siswa mempunyai suatu minat yang kuat di dalam dirinya, di mana mereka mempunyai keahlian atau kemampuan (ability) yang tinggi seperti kemampuan hitung menghitung (ability—mathematics), kemampuan mengolah kata-kata, dan sebagainya, mereka dapat dengan serius dalam memusatkan perhatian bertujuan untuk pekerjaan yang diminatinya, sehingga mereka cenderung menghilangkan perasaan atau pengertian dan bahkan mengabaikan dunia luar.

Dalam hal ini anak-anak terlihat mampu memberi pengajaran kepada diri mereka seperti anak kecil yang baru belajar jalan, yang pada gilirannya anak tersebut menyamai kemampuan dan bahkan melebihi dari yang dilakukan oleh kebanyakan orang dewasa. Kombinasi beruntung dari minat mereka selama ini adalah untuk mempunyai kemampuan belajar dengan mudah dapat mendorong kearah prestasi tinggi pada bidang yang menjadi pilihan mereka, dan anak-anak berbakat lebih peka untuk berinteraksi sosial yang didukung faktor emosional.

Inti dari Pemanfaatan bakat Alami siswa adalah bahwa guru hendaknya memberi motivasi yang tinggi kepada siswanya, guru harus mampu mengkondisikan siswa selalu tetap bersemangat, tidak hanya ketika anak mampu mengolah dan mempunyai kecerdasan lebih dari anak-anak lain tetapi juga ketika anak mempunyai kesehatan atau stamina yang masih segar, sikap moral dan penyesuaian sosial.

Pada situasi ini guru dengan mudah memberikan materi dan siswa secara alami akan mudah menerima pelajaran, guru mungkin melewatkan situasi ini, siswa berbakat itu adalah siswa yang canggung, penyendiri atau meragukan untuk menerima pengajaran. guru mampu membangkitkan bakat alami siswa dengan evaluasi kepribadian dan penyesuaian sosial pada masing-masing siswa dengan hasil pemberian penghargaan yang sama atas hasil evaluasi tersebut.

Kemudahan mengajar dengan modal bakat alami menjadikan anak-anak mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mempelajari segala sesuatu, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang tidak hanya pada bidang tertentu seperti bidang akademis saja, akan tetapi anak mempunyai kemampuan yang tinggi dalam seni dan bahkan pada bidang olah raga. Anak-Anak cenderung menjadi mandiri.



B.    Modifikasi Kurikulum

Akselerasi Kegiatan Belajar Mengajar adalah upaya mengadaptasikan program pendidikan sedemikian rupa sehingga para siswa didorong maju sampai pada penguasaan material pokok tertentu lebih cepat dari pada umumnya. Modifikasi ini bisa dilaksanakan dalam kelas reguler yang membolehkan siswa terlibat dalam mengubah penempatan akademis di dalam kelas tertentu. Bagi anak berbakat memperoleh kesempatan memasuki kelas yang lebih tinggi melalui prosedur tes yang sangat ketat, dan bisa lulus lebih cepat. Program ideal untuk para siswa berbakat mempertimbangkan kebutuhan individu anak-anak dan penawaran berbagai pilihan. Program ini mengedepan akselerasi dan material kursus.

Kurikulum harus memperhatikan hal-hal yang berhubungan kesesuaian penempatan akademis untuk menilai prestasi akademis siswa, untuk mengidentifikasi keserasian individu, untuk menyelidiki minat kejuruan, dan untuk menguji karakteristik pribadi. Test digunakan juga untuk mengidentifikasi para siswa berbakat dan mereka yang mempunyai permasalahan pelajaran khusus.



C.   Akselerasi Kegiatan belajar mengajar dengan Pola Halaqoh

Halaqah merupakan alternatif sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah). Fenomena halaqah walau mungkin dengan nama yang berbeda. Penyebaran halaqah yang pesat tidak bisa dilepaskan dari keberhasilannya dalam mendidik pesertanya, saat ini halaqah menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang merakyat. Halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.

Pola halaqah sangat penting untuk keberadaan pendidikan Islam. Dengan pola halaqah terbentuk watak, kepribadian, prestasi akademik dan bahkan mampu membentuk ikatan emosional secara bersamaan, sistem pendidikan halaqah merupakan proses pembentukan umat yang Islami (takwinul ummah) akan mengalami akselarasi, hingga siswa benar-benar memahami materi pelajaran lebih tepat. Hal ini akan berdampak pada kehidupan siswa secara menye1uruh yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Halaqah juga bermanfaat bagi pengem-bangan pribadi (self development) para pesertanya. Halaqah yang berlangsung secara rutin dengan peserta yang tetap biasanya berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwwah Islamiyah). Dengan nuansa semacam itu, siswa bukan hanya menerima materi pelajaran, tapi juga belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi, menyampaikan ide, belajar mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu sangat penting bagi kematangan pribadi siswa untuk mencapai tujuan hidupnya.

Salah seorang pemikir da’wah, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, mengemukan pendapatnya tentang sistem halaqah yang tak tergantikan: “Tarbiyah melalui sistem halaqoh merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena dalam sistem halaqoh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan seorang murobbi yang ia adalah pemimpin halaqoh itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya".



D.   Sistematisasi Kelas Akselerasi Kegiatan belajar mengajar

Islam tidak mengenal jamaah yang tanpa sistem. Sampai-sampai jamaah kecil dalam shalat saja diatur oleh sebuah sistem. Misalnya bahwa Allah tidak akan melihat kepada shaf (barisan) yang bengkok; shaf harus rapat, tidak boleh membiarkan ada celah di dalam shaf, sebab setiap celah akan diisi oleh syaitan; bahu seseorang berdekatan dengan bahu saudaranya, kaki dengan kaki; sama dalam gerakan dan penampilan. Seperti kesamaan dalam akidah dan orientasi.

Imam harus meluruskan shaf dibelakangnya sampai rapat dan bersambung. la harus menasihati para makmum untuk melunakkan tangan-tangan terhadap saudaranya. Jadi, jamaah membutuhkan kadar tertentu kelembutan dan fleksibilitas agar terjadi harmoni dalam barisan.

Setelah itu, wajib taat kepada imam. “Imam itu diangkat tidak lain kecuali untuk ditaati. Apabila ia bertakbir maka bertakbirlah kalian. Apabila ia rukuk, maka rukuklah kalian. Apabila ia sujud, maka sujudlah kalian. Dan apabila ia membaca maka dengarkanlah.”

Tidak sah bila seseorang melenceng dari shaf dan mendahului imam. Misalnya dengan rukuk sebelum imam rukuk, atau sujud sebelum imam sujud. Kemudian membuat penyimpangan dalam bangunan yang tertata itu. Siapa yang melakukan hal itu, maka dikhawatirkan akan Allah ganti kepalanya dengan kepala keledai. Akan tetapi, jika si imam itu salah, maka kewajiban para makmum adalah mengingatkan dan mengoreksi kesalahannya. Baik karena keliru maupun karena lupa. Baik kekeliruan itu terjadi dalam ucapan atau perbuatan; baik pada bacaan atau pada rukun shalat lainnya. Sampai-sampai kaum perempuan yang berada pada shaf yang jauh saja pun dianjurkan untuk bertepuk tangan untuk mengingatkan imam yang keliru itu.

Itulah miniatur sistem jamaah islamiyyah. Dan begitulah seharusnya hubungan antara pimpinan dengan prajurit. Pemimpin bukanlah orang yang terpelihara dari kesalahan. Makanya tidak boleh taat secara buta. Begitulah pemahaman kita tentang Islam. Dan untuk menegakkan pemahaman itu harus ada amal jama’i yang sistemik.

Perhatian Islam terhadap seseorang secara personal tidak lain adalah dalam rangka mencetaknya menjadi batu-bata jamaah yang berkualitas tinggi, yang akan mampu mengemban segala beban dakwah, berjihad untuk membelanya.

Oleh karena itu, seluruh ibadah dalam Islam bersifat kolektif atau paling tidak menyerukan kepada jamaah. Shalat berjamaah misalnya, lebih utama 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendirian. Shalat Jumat tidak sah kecuali bila dilaksanakan secara berjamaah. Demikian pula Shalat ‘Idain, bahkan sampai-sampai qiyamur-ramadhan pun dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah.

Zakat dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir. Sehingga terjalinlah antara mereka kasih-sayang dan hilanglah kedengkian serta sikap mementingkan diri sendiri. Dan itu pun mendukung terbentuknya jamaah. Puasa juga mendorong orang-orang kaya untuk mengasihi orang-orang miskin. Maka terwujudlah persatuan dan saling mencintai. Haji pun merupakan kewajiban yang dilaksanakan secara jama’i. Semua orang yang sedang melaksanakannya sama dalam hal pakaian dan perbuatan. Mereka sama-sama meninggalkan dunia dan menghadap kepada Allah. Lalu hati mereka menjadi berpadu, perasaan mereka menyatu, dan ikatan ukhuwah semakin kuat. Maka menjadi kuatlah ikatan jamaah.

Amal jama’i adalah pesan Rasulullah kepada kaum Muslimin. Sabdanya: “Tangan Allah beserta jamaah dan siapa yang menyendiri, menyendiri pula di dalam neraka.” (At-Tirmidzi) Sabdanya pula: “Kalian harus berjamaah. Sebab serigala banya akan memangsa kambing yang menyendiri.” (HR. Ahmad) “Siapa yang menginginkan naungan surga maka hendaklah ia berpegang teguh dengan jamaah.” (At-Tirmidzi)

Tentang jamaah, ‘Abdullah Bin Mas’ud mengatakan, “Ia adalah tali Allah yang kuat yang Dia perintahkan untuk memegangnya. Dan apa yang kalian tidak sukai dalam jamaah dan ketaatan adalah lebih baik dari apa yang kamu sukai dalam perpecahan.” ‘Ali Bin Abi Thalib mengatakan, “Kekeruhan dalam jamaah lebih haik dari pada kebeningan dalam kesendirian.”

Jamaah – seperti sudah dijelaskan – yang terdiri dari anggota, pemimpin, dan manhaj menumbuhkan umat yang memerintahkan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Dan kemenangan jamaah adalah merupakan janji Allah yang pasti terjadi. “Dan sesungguhnya tentara Kami, mereka itulah yang akan menang.” (Qs. Ash-Shaffaat, 37: 173)

“Dan siapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolong, maka sesungguhnya kelompok (pendukung) Allah itulah yang akan menang.” (Qs. Al Maaidah, 5: 56)



Islam adalah agama yang harus dilaksanakan oleh individu-individu. Dari situ kemudian mereka membentuk jamaah yang bergerak bersama pemimpin yang menjadi pelopor dalam mengemban tugas, dan bertekad untuk bekerja secara ikhlas tanpa henti siang dan malam. Sebagaimana yang dikatakan Umar Bin Khaththab kepada Mu’awiyah Bin Khadij yang mengunjunginya guna menyampaikan berita gembira tentang penaklukan Iskandariyyah, “Jika aku tidur di siang hari berarti aku menelantarkan rakyat. Dan jika aku tidur di malam hari berarti aku menelantarkan diriku. Lalu bagaimana pula jika aku tidur di kedua waktu itu, wahai Mu’awiyah?”‘

Islam adalah agama yang yang dianut oleh segala usia dan kalangan. Orang dewasa tetap memegang teguh Islam hingga meninggal dunia. Anak kecil terus teguh hingga ia menjadi tua. Orang non-Arab menjadi fasih dengan Islam. Dan orang Arab berhijrah dengan dorongan agama itu pula. Mereka yakin tidak ada kebenaran selain Islam. Dia bukanlah agama yang hanya bisa sebatas mengatakan kepada orang yang melakukan kesalahan, “Jangan kamu lakukan kesalahan." Lebih dari itu, Islam mempersiapkan bagi orang yang melakukan kesalahan sebuah masyarakat dan jalan untuk membantunya memperbaiki diri dan tolong menolong dalam kebaikan serta ketakwaan. Agar kata-kata mewujud menjadi perbuatan dan teori berubah menjadi aplikasi. Adakah hal itu bisa terwujud oleh seseorang – betapapun ia ikhlas dalam ibadah – ataukah harus dengan jamaah yang kokoh dan kuat?

Nah, bangunan jamaah itu tidak akan sempurna tanpa adanya ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan takaful (solidaritas) yang mengaplikasikan tolong-menolong yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan jamaah yang luhur dengan semangat ukhuwah dan tekad baja.

Untuk hikmah yang tinggi itulah Allah menjadikan seluruh umat Islam sebagai umat dakwah. Manakala Allah swt mengutus Muhammad saw kepada umat ini dan kepada seluruh manusia, maka umatnya pun diutus untuk seluruh manusia. Oleh karena itu ketika Rustum bertanya kepada Rib’i Bin ‘Amir, "Untuk apa kamu datang kemari?” ia segera menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan orang yang mau agar keluar dari penyembahan terhadap sesama manusia menuju penyembahan kepada Allah semata, dari kesempitan dunia menuju keluasannya, dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam.” Itu disebabkan karena Rasulullah saw mengatakan kepada kaum Muslimin, “Sampaikanlah apa-apa yang datang dariku walaupun hanya satu ayat.” Mereka adalah orang-orang yang menyampaikan apa yang dibawa oleh Rasulullah saw.

Ibnu Khaldun mengatakan bahwa mengangkat imam telah diketahui kewajibannya dalam syariat berdasarkan ijma’ sahabat dan tabi’in dan tidak ada seorang pun yang berpandangan berbeda dari itu. Sedangkan Imam Juwaini mengatakan bahwa pengangkatan imam berpijak di atas landasan ijma‘ yang kokoh. Imam As-Sihristani mengatakan bahwa Abu Bakar Shiddiq, setelah khutbah di Saqifah Bani Sa’idah, mengatakan, “Harus ada orang yang menegakkan agama ini." Maka orang-orang berteriak dari berbagai sudut, “Anda benar wahai Abu Bakar." Hal seperti itu disampaikan pula oleh Imam Al Mawardi. “Imamah ditegakkan untuk menggantikan Nabi dalam memelihara agama dan mengatur dunia.” Benarlah perkataan seorang ulama, “Agama itu pangkal dan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak punya pangkal maka akan hancurlah ia. Dan apa-apa yang tidak mempunyai penjaga maka ia akan lenyap.”

Nah, untuk mewujudkan tujuan yang ingin kita capai itu, maka kita harus menentukan tujuan yang harus dicapai oleh jamaah, yakni: individu Muslim, keluarga Muslim, masyarakat islami. Karenanya, jamaah yang menyerukan pada pemahaman seperti disebutkan di atas itu, dengan langkah-langkah ta’rif (memberikan pemahaman), takwin (pembentukan), dan tanfidz (aplikasi), dialah jamaah yang menjalankan kewajiban. Sebab, sesuatu yang membuat kewajiban menjadi tidak sempurna bila ia tidak ada, maka “si suatu” itu hukumnya wajib.

Tiada Islam tanpa jamaah. Tidak ada jamaah tanpa imarah (kepemimpinan). Dan tidak ada imarah tanpa ketaatan. Sebab, Islam adalah sistem dan ketaatan. Dalil yang paling kuat untuk itu adalah adanya seruan yang bersifat jama’i dalam Al Quran, “Wahai orang-orang yang beriman.” Dan bahkan awal surat Al Baqarah menegaskan bahwa orang-orang yang akan mendapatkan petunjuk adalah al muttaqin (dalam bentuk jamak: orang-orang yang bertakwa) bukan al muttaqi (dalam bentuk tunggal: seorang yang bertakwa). “Itulah kitab (Al Quran), merupakan petunjuk hagi orang-orang yang bertakwa.” Kemudian Allah swt menyebutkan sifat-sifat mereka, “Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian harta yang Kami berikan kepada mereka.” Semua itu menunjukkan sifat kolektif, seperti yang Anda lihat. Bahkan Allah swt mengingatkan kita tentang nilai kebersamaan itu dengan ungkapan yang kita ulang-ulang setiap shalat, “Hanya kepada Engkau kami beribadah dan banya kepada Engkau kami mohon pertolongan.” Di situ digambarkan beribadah dan mohon pertolongan dalam kebersamaan.



DAFTAR PUSTAKA



Abdurrahman, Moslem, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1997,.

Azra, Azyumardi, Prof, Dr. MA, Pendidikan Islam (Tradisi dan modernisasi Menuju Milenium Baru), Logos WAcana Ilmu, Jakarta, 2000.

Beane, J.A., Toepfer, C.F., Alessi, SJ. Curriculum Planning and Development. Boston: Allyn adn Bacon Inc, 1986.

Buro, Hasan, Drs, MM, Sejarah Administrasi dan Kontribusinya terhadap Peradaban Islam, Jauhar, Surabaya, 2006.

Depdiknas, Kegiatan Belajar Mengajar, Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, Jakarta. 2002

Bobby De Porter & Mickey Hernacky, Quantum Learning,Terj. Alwiyah Abdurrahman, Kaifa, Bandung, 2000

Freire, Paulo. et.al. Menggugat Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1970.

Harian Pikiran Rakyat, Berhasil Mencapai Kejayaan Panjang, Sejarah Menulis & Membaca Dalam Islam, Selasa, 01 Maret 2005

Hassan, Mohd Kamal, Dr, Tuan Haji Faisal Haji Othman, Encik Razali Haji Nawawi, Konsep Pendidikan Islam dan Matlamat Persekolahan Ugama/Arab di Malaysia, Kertas Kerja, Fakulti Pengajian Islam, 1976.

http://pepak.sabda.org/pustaka/061266/

http://www./Republika on line Jumat, 30 April 2004

http://www.al-shia.com/html/id/books/ensan-jahan/29.htm

http://www.Jhu/Gifted/teaching

http:/www.Smu.net/ Dokumenter: Metode Pengajaran Alternatif Agar Menarik, oleh Rudarti, 12 Agustus 2002


 
Introduction to Christian Education, BabA Biblical Basis for Using Visuals, Standard Publishing Co., Ohio, 1980.
Kafrawi, Pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai Usaha Peningkatan Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan Bangsa, Cemara Indah, Jakarta, 1978.

Makdisi, George, The Rise of colleges: Institution of learning in Islam and the west, Edinburgh University Press, 1981

Makdisi, George, The Rise of humanism in classical Islam and the christian west, Edinburgh, Edinburgh University, 1990.

Mulkhan, Abdul Munir, Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia, harian Kompas, Jumat, 23 November 2001.

Nasir, Ridwan, Prof, Dr. MA, Pendidikan Berbasis Masyarkat, Opini dalam harian Surya, Surabaya, 2003.

Rahim, Husni, DR. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Cet I, 2001.

Rosenthal, Frans (dalam Husni Rahim), Knowledge Triumphant (Leiden: Ej Brill, 1970). Lihat Juga Rosenthal, “Muslim Definition Of Knowledge,” dalam The Conflict of Traditionalism and modernism in the middle east (Austin: The Humanities Research Centre, 1966)

Scheerens, J. Effective Schoolling: Research Theory and Practice. London Willer House: Cassel, 1992.

Shihab Quraish, Prof. Dr. Wawasan Al Qur’an, Mizan, Jakarta. 2003

The Daily Muslim, Islamabad, Friday Magazine Section, 27 April 1984

Syaltout, Muhammad, Tafsir Al Qur’anul Karim (Pendekatan Syaltout dalam Menggali Essensi Al Qur’an), Terj. Husein Bahreisj, Diponegoro, Bandung, 1989.

Arifin, Bey, Samudera Al FAtihah, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1994. 
Zuhairini, Drs,. Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta,
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2004/0217/man01.html
Henderson, Allan J. The e-learning Question and Answer Book, 2003
http://beranda.blogsome.com/2007/01/03/merutinkan-amal-sholeh/trackback/


Bovee, Courland. 1997. Business Communication Today, Prentice Hall: New York, 1997

Mohammed Arkoun, Berbagai Pembacaan Qur’an, Jakarta: INIS, 1997

Sudaryat, Ade, Musik Klasik, Alquran, dan Ketenangan Jiwa, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 1104/26/renungan_jumat.htm

No comments:

Post a Comment