Hawadi, Reni Akbar.
Akselerasi: AZ Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat
Intelektual. Jakarta: Grasindo, 2004.
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku
yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman (Matlin, 1999; Myers, 1998
dalam Hawadi, 2004:168). Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses
usaha yangdilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam intcraksi
dengan lingkungannya. Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap
proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang
me- nyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa (Lanawati,1999 dalam Hawadi, 2004:168).
Jihad, Asep. menjadi guru profesional: strategi
meningkatkan kualifikasi dan kualitas guru di era global. penerbit
erlangga,Jakarta. 2013.
Dari kedelapan pendekatan tersebut, yang akan mengoptimalisasikan
pengelolaan kelas adalah pendekatan modifikasi perilaku, iklim sosio-emosional,
dan sistem proses kelompok/dinamika kelompok. Pengelolaan kelas tidak dapat
terlepas dari motivasi kerja guru karena dengan motivasi kerja guru akan
terlihat sejauh mana motif dan motivasi guru untuk melakukan pengelolaan kelas.
Gaya kepemimpinan guru yang tepat yang digunakan dalam pengelolaan kelas akan
mengoptimalkan dan mcmaksimalkan keberhasilan pengelolaan kelas tersebut.
(Asep, 2013:103)
Cannon, J. P., Perreault, W. D., & McCarthy,
E. J. (2008). Pemasaran Dasar (edisi 16).
Jakarta: Salemba Empat.
Sebagaimana pernyataan McCarthy & Perreault, (2008) Dorongan (drive)
merupakan suatu rangsangan kuat yang memacu tindakan untuk mengurangi suatu
kebutuhan. Dorongan bersifat internal merupakan alasan di balik pola-pola
perilaku tertentu. Dalam pemasaran, pembelian suatu produk dihasilkan dari
dorongan untuk memuaskan suatu kebutuhan.
Nuraisyah, Siti (2015) Sekali Baca Langsung Inget Kamus Detail Bahasa Indonesia Untuk SD/MI, Jakarta: Kunci Aksara
Ekspresi adalah pengungkapan diri. Ekspresi bisa bermacam-macam, bisa ekspresi menangis saat sedih, ekspresi tertawa saat senang, dan ekspresi bingung saat bingung (Nuraisyah, 2015:117).
Hakim, T. Belajar Secara Efektif. Jakarta. Niaga Swadaya. 2005.
1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Belajar
Nuraisyah, Siti (2015) Sekali Baca Langsung Inget Kamus Detail Bahasa Indonesia Untuk SD/MI, Jakarta: Kunci Aksara
Ekspresi adalah pengungkapan diri. Ekspresi bisa bermacam-macam, bisa ekspresi menangis saat sedih, ekspresi tertawa saat senang, dan ekspresi bingung saat bingung (Nuraisyah, 2015:117).
Hakim, T. Belajar Secara Efektif. Jakarta. Niaga Swadaya. 2005.
1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Belajar
Sebagaimana telah dikatakan dalam salah satu
prinsip belajar bahwa keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Agar
kita dapat mencapai keberhasilan belajar yang maksimal, tentu saja kita harus
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar tersebut.
Pemahaman itu juga penting agar selanjutnya kita dapat menentukan latar
belakang dan penyebab kesulitan belajar yang mungkin kita alami.
Seperti sudah disebutkan, secara garis besar
faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu faktor internal dan faktor ekstemal.
a. Faktor Internal
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri individu itu sendiri. Faktor internal terdiri dari faktor biologis dan
faktor psikologis.
1) Faktor Biologis (Jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang
berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan.
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan sehubungan dengan faktor biologis ini
di antaranya sebagai berikut.
Pertama, kondisi fisik yang normal. Kondisi fisik
yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah
lahir sudah tentu merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan belajar
seseorang. Kondisi fisik yang normal ini terutama harus meliputi keadaan otak,
panca-indra, anggota tubuh seperti tangan dan kaki, dan organ-organ tubuh
bagian dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan seseorang.
Di sekolah-sekolah umum biasanya keadaan fisik yang
tidak normal jarang sekali menjadi masalah atau hambatan utama dalam belajar.
Hal ini karena penerimaan murid di sekolah umum itu telah diseleksi sedemikian
rupa, sehingga murid yang diterima umumnya adalah mereka yang memiliki kondisi
mental dan fisik yang normal.
Kedua, kondisi kesehatan fisik. Bagaimana kondisi
kesehatan fisik yang sehat dan segar (fit) sangat mempengaruhi keberhasilan
belajar seseorang, tentu - nya telah kita ketahui dengan mudah dan tidak perlu
lagi kita bicarakan secara panjang lebar. Namun demikian, di dalam menjaga
kesehatan fisik, ada beberapa hal yang sangat diperlukan. Hal-hal tersebut di
antaranya adalah makan dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan
kesehatan, olahraga secukupnya, dan istirahat yang cukup. Selain itu, jika
terjadi gangguan kesehatan, segeralah berobat dan jangan membiasakan diri untuk
membiarkan teijadinya gangguan kesehatan secara berlarut-larut. (Hakim,2005:15)
2) Faktor Psikologis (Rohaniah)
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan
belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang.
Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belaiar adalah kondisi mental
yang mantap dan stabil. Kondisi mental yang man tap dan stabil ini tampak dalam
bentuk sikap mental yang positif dalam menghadapi segala hal, terutama hal-hal
yang berkaitan dalam proses belajar.
Sikap mental yang positif dalam proses belajar itu
misalnya saja adalah kerajinan dan ketekunan dalam belajar, tidak mudah putus
asa atau frustrasi dalam menghadapi kesulitan dan kegagalan, tidak mudah
terpengaruh untuk lebih mementingkan kesenangan daripada belajar, mempunyai
inisiatif sendiri dalam belajar, berani bertanya, dan selalu percaya pada diri
sendiri. Selain berkaitan erat dengan sikap mental yang positif, faktor
psikologis ini meliputi pula hal-hal berikut.
Pertama, intelegensi. Intelegensi atau tingkat
kecerdas- an dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan
belajar seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh di bawah normal
akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar.
Sangat perlu dipahami bahwa intelegensi itu bukan merupakan satu-satunya faktor
penentu keberhasilan belajar seseorang. Intelegensi itu hanya merupakan sal ah
satu faktor dari sekian banyak faktor.
Di sekolah-sekolah umum, masalah kegagalan belajar
yang disebabkan intelegensi yang rendah, tidak banyak teijadi kecuali jika
seleksi penerimaan siswa di sekolah tersebut tidak dilakukan dengan baik.
Masalah belajar yang lebih sering teijadi di sekolah-sekolah umum justru
sebaliknya, yaitu tidak sedikit siswa atau mahasiswa yang intelegensinya normal
atau bahkan di atas rata- rata, tetapi prestasi belajarnya rendah. Jelas hal
ini membuktikan bahwa seseorang yang intelegensinya tinggi tidak akan bisa
mencapai prestasi belajar yang baik jika tidak ditunjang faktor-faktor lain
yang juga menentukan keberhasilan belajar seperti kemauan, kerajinan, waktu
atau kesempatan, dan fasilitas belajar.
Sebaliknya, seseorang yang intelegensinya tidak
seberapa tinggi atau sedang, mungkin saja mencapai prestasi belajar yang tinggi
jika proses belajarnya ditunjang dengan berbagai faktor lain yang memungkin-
kannya untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal.
Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan sebagai
faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Lebih dari itu, dapat
dikatakan kemauan merupakan motor penggerak utama yang menentukan keberhasilan
seseorang dalam setiap segi kehidupannya.
Bagaimanapun baiknya proses belajar yang dilakukan
seseorang, hasilnya akan kurang memuaskan jika orang tersebut tidak mempunyai
kemauan yang keras. Hal ini disebabkan kemauan itu berpengaruh langsung
terhadap berbagai faktor lain, seperti daya konsentrasi, perhatian, kerajinan,
penemuan suatu metode belajar yang tepat, dan ketabahan dalam menghadapi
kesulitan belajar.
Ketiga, bakat. Bakat memang merupakan sal ah satu
faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar seseorang dalam suatu bidang
tertentu. Perlu diketahui bahwa biasanya bakat itu bukan menentukan mampu atau
tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi
rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.
Kegagalan dalam belajar yang sering terjadi sehu-
bungan dengan bakat justru disebabkan seseorang terlalu cepat merasa dirinya
tidak berbakat dalam suatu bidang. Untuk dapat menentukan bakat dengan usaha
sendiri, Anda dapat melakukannya dengan jalan mencoba mempelajari berbagai
bidang ilmu, baik di sekolah maupun di lembaga-lembaga kursus, atau di tempat
lainnya. Jika seluruh faktor yang mempengaruhi proses belajar telah Anda
peroleh, tapi temyata tidak berhasil juga dalam mempelajari suatu bidang ilmu,
boleh dikatakan Anda kurang berbakat dalam ilmu tersebut. Sebaliknya, jika Anda
berhasil mencapai prestasi dalam bidang ilmu tersebut, berarti Anda berbakat.
Keempat, daya ingat. Bagaimana daya ingat sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, kiranya sangat mudah dimengerti.
Untuk memperluas pengertian tersebut marilah kita memperdalam pengetahuan kita
tentang proses mengingat yang melalui tahap-tahap berikut:
a) mencamkan (memasukkan) kesan,
b) menyimpan kesan,
c) mereproduksi (mengeluarkan kembali) kesan.
Karena itu, daya ingat dapat didefinrsikan sebagai daya jiwa untuk memasukkan,
menyimpan, dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Pengertian kesan di sini
adalah gambaran yang tertinggal di dalam jiwa atau pikiran setelah kita
melakukan pengamatan.
Sesuai dengan tahap-tahapnya, daya ingat mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut.
a. Sifat cepat atau lambat. Sifat ini dimiliki oleh
daya mencamkan kesan. Sifat ini menunjukkan lamanya waktu untuk memasukkan
kesan ke dalam pikiran. Hal irii tergantung pada situasi dan kondisi lingkungan
serta kondisi mental dan fisik kita.
b. Sifat setia. Sifat ini dimiliki oleh daya
menyimpan, yang berarti kesan-kesan yang masuk dapat disimpan sama persis
dengan objek yang sebenamya. Misainya, apa yang dibaca oleh seseorang dapat
disimpan di dalam pikirannya sama persis dengan apa yang tertulis di dalam
buku.
c. Sifat tahan lama. Sifat ini juga dimiliki oleh
daya menyimpan, yang berarti kesan yang telah masuk di dalam pikiran dapat
disimpan dalam waktu yang lama, atau tidak mudah lupa.
d. Sifat luas. Sifat ini pun dimiliki oleh daya
menyimpan, yang berarti dapat menyimpan kesan dalam jumlah yang banyak.
e. Sifat siap. Sifat ini dimiliki oleh daya
reproduksi, yang berarti dapat mengeluarkan kembali kesan-kesan yang telah
tersimpan di dalam pikiran, baik secara lisan maupun secara tertulis. (Hakim,
2005:17)
Perlu juga diketahui, kemampuan mengingat ini
dipengaruhi pula oleh daya jiwa yang lain, di antaranya adalah kemauan dan daya
konsentrasi. Agar lebih mudah dimengerti, proses mengingat dengan tahap-tahap
dan sifatnya kami gambarkan sebagai berikut.
Kelima, daya konsentrasi. Daya konsentrasi
merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan pikiran, perasaan, kemauan, dan
segenap panca-indra ke satu objek di dalam satu aktivitas tertentu, dengan
disertai usaha untuk tidak memedulikan objek-objek lain yang tidak ada
hubungannya dengan aktivitas itu.
Sangat perlu diketahui bahwa kemampuan untuk
melakukan konsentrasi itu memerlukan kemampuan dalam menguasai diri (daya
penguasaan diri).
Dengan daya penguasaan diri inilah seseorang akan
dapat menguasai pikiran, perasaan, kemauan, dan segenap panca-indranya untuk
dikonsentrasikan (difokuskan) kepada satu objek yang dikehendakinya. Seseorang
yang tidak mempunyai pendirian, mudah terpengaruh, tidak mempunyai kestabilan
mental, dan mempunyai daya penguasaan diri yang lemah, biasanya akan mengalami
kesulitan dalam mengonsentrasikan pikirannya.
Demikianlah kiranya beberapa faktor internal yang
sangat perlu kita perhatikan mengingat faktor-faktor tersebut sangat
berpengaruh dan menentukan keberhasilan belajar seseorang. Perlu juga diketahui
bahwa kesulitan belajar yang bersumber pada faktor- faktor internal ini
(terutama yang bersifat psikologis), seringkali lebih sulit diatasi daripada
kesulitan belajar yang bersumber pada faktor-faktor ekstemal. (Hakim, 2005:18)
b. Faktor Eksternal
Faktor ekstemal merupakan faktor yang bersumber
dari luar individu itu sendiri. Faktor ekstemal meliputi faktor lingkungan
keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor
waktu.
1) Faktor Lingkungan Keluarga
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan
lingkungan pertama dan utama dalam menentukan perkembangan pendidikan
seseorang, dan tentu saja merupakan faktor pertama dan utama pula dalam
menentukan keberhasilan belajar seseorang. Kondisi lingkungan keluarga yang
sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang di antaranya ialah adanya
hubungan yang harmonis di antara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat
dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup,
suasana lingkungan rurriah yang cukup tenang, adanya perhatian yang besar dari
orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya.
(Hakim, 2005:19)
2) Faktor Lingkungan Sekolah
Satu hal yang paling mutlak harus ada di sekolah
untuk menunjang keberhasilan belajar adalah adanya tata tertib dan disiplin
yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Disiplin tersebut harus
ditegakkan secara menyeluruh, dari pimpinan sekolah yang bersangkutan, para
guru, para siswa, sampai karyawan sekolah lainnya. Dengan cara seperti inilah
proses belajar akan dapat beijalan dengan baik. Setiap personil sekolah
terutama para siswa harus memiliki kepatuhan terhadap disiplin dan tata tertib
sekolah. Jadi mereka tidak hanya patuh dan senang kepada guru- guru tertentu.
Kondisi lingkungan sekolah yang juga dapat
mempengaruhi kondisi belajar antara lain adalah adanya guru yang baik dalam
jumlah yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan,
peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan
bagi berlangsungnya proses belajar yang baik, adanya teman yang baik, adanya
keharmonisan hubungan di antara semua personil sekolah.
Semua hal yang disebut belakangan ini tidak akan
berarti banyak tanpa tegaknya disiplin sekolah. Siswa yang belajar di sekolah
dengan fasilitas kurang memadai tapi mempunyai disiplin yang baik seringkali
lebih berprestasi daripada siswa yang belajar di sekolah dengan fasilitas serba
lengkap tapi mempunyai disiplin yang rendah. Hal ini membuktikan bahwa
sebenarnya yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa di sekolah
adalah adanya tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan
konsisten.
Untuk menegakkan tata tertib dan disiplin yang
konsekuen dan konsisten ini tentu saja diperlukan seorang kepala sekolah yang
baik. Di sekolah-sekolah yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang tidak
mempunyai leadership (kepemimpinan) yang baik, biasanya akan sering terjadi
masalah-masalah yang menghambat jalannya proses belajar. Biasanya masalah- masalah
tersebut tidak hanya menghambat atau merugi- kan siswa, tetapi juga merugikan
guru dan personil sekolah lainnya. (Hakim, 2005:20)
3) Faktor Lingkungan Masyarakat
Jika kita perhatikan dengan saksama lingkungan
masyarakat di sekitar kita, kita akan dapat melihat ada lingkungan atau tempat
tertentu yang dapat menunjang keberhasilan belajar, ada pula lingkungan atau
tempat tertentu yang menghambat keberhasilan belajar.
Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat
menunjang keberhasilan belajar di antaranya adalah lembaga-lembaga pendidikan
nonformal yang melaksana- kan kursus-kursus tertentu, seperti kursus bahasa
asing, keterampilan tertentu, bimbingan tes, kursus pelajaran tambahan yang
menunjang keberhasilan belajar di sekolah, sanggar majelis taklim, sanggar
organisasi keagamaan seperti remaja masjid dan gereja, sanggar karang taruna.
Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat
menghambat keberhasilan belajar antara lain adalah tempat hiburan tertentu yang
banyak dikunjungi orang yang lebih men gut am akan kesenangan atau hura-hura
seperti diskotik, bioskop, pusat-pusat perbelanjaan yang merangsang
kecenderungan konsumerisme, dan tempat- tempat hiburan lainnya yang
memungkinkan orang dapat melakukan perbuatan maksiat seperti judi, mabuk-
mabukan, penyalahgunaan zat atau obat..
Meskipun begitu, tidak semua tempat hiburan selalu
menghambat keberhasilan belajar. Hiburan itu sebenar- nya juga diperlukan untuk
menyegarkan pikiran atau menghilangkan kelelahan pikiran. Selain itu, ada jenis
hiburan yang bersifat positif yaitu dapat melatih ketang kasan dan daya pikir.
Jelaslah jenis hiburan seperti ini secara langsung atau tidak langsung justru
dapat menunjang kebehasilan belajar.
Karena itu, seorang siswa atau mahasiswa yang baik
harus mampu memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan
belajar dan lingkungan masyarakat yang dapat menghambat keberhasilan belajar.
Hal ini memang tidak mudah sebab, sebagai contoh, banyak siswa yang membolos
sekolah hanya untuk melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan hiburan yang
bersifat negatif.
Untuk mengatasi hal ini, kiranya peranan pendidikan
di rumah dan di sekolah harus lebih ditingkatkan untuk mengimbangi pesatnya
perkembangan lingkungan masyarakat itu sendiri. (Hakim, 2005:20)
4) Faktor Waktu
Bahwa waktu (kesempatan) memang berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar seseorang, tentunya telah kita ketahui bersama.
Sebenarnya yang sering menjadi masalah bagi siswa atau mahasiswa bukan ada atau
tidak adanya waktu, melainkan bisa atau tidaknya mengatur waktu yang tersedia
untuk belajar. Selain itu masalah yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
mencari dan menggunakan waktu dengan sebaik-baik- nya agar di satu sisi siswa
atau mahasiswa dapat menggunakan waktunya untuk belajar dengan baik dan di sisi
lain mereka juga dapat melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat hiburan atau
rekreasi yang sangat bermanfaat pula untuk menyegarkan pikiran (refreshing).
Adanya keseimbangan antara kegiatan belajar dan
kegiatan yang bersifat hiburan atau rekreasi itu sangat perlu. Tujuannya agar
selain dapat meraih prestasi belajar yang maksimal, siswa dan mahasiswa pun
tidak dihinggapi kejenuhan dan kelelahan pikiran yang berlebihan serta
merugikan.
Demikian kiranya faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar. Faktor-faktor tersebut sangat perlu untuk diketahui atau
dipahami agar bila pada suatu waktu mengalami kesulitan atau hambatan dalam
proses belajar, Anda akan lebih mudah mengetahui sumber kesulitan atau hambatan
dalam proses belajar tersebut. (Hakim, 2005:21)
Suprajitno,
Asuhan
Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC © 2003
Keluarga merupakan lembaga yang
paling penting dalam membentuk kepribadian anak. Esensi pendidikan merupakan
tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya berpartisipasi. Keluaga adalah
unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak,
juga memberikan pengaruh yang menentukan bagi pembentukan watak dan kepribadian
anak yaitu memberikan stempel, yang tidak bisa dihapuskan bagi kepribadian
anak. Maka baik buruknya keluarga ini memberikan dampak yang positif atau
negatif pada pertumbuhan anak menuju kepada kedewasaannya.
Pengertian keluarga akan berbeda. Hal ini bergantung pada orientasi
yang digunakan dan orang yang mendefinisikannya. Friedman (1998) mendefinisikan
bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing
yang merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta,
Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup
atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup
bersama atau scorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian
dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam
sebuah rumah tangga. (Suprajitno,2004:1)
Pembentukan perkembangan
kepribadian anak dalam keluarga yang paling berpengaruh adalah orang tua. Orang
tua merupakan pendidik utama, dan pertama bagi sang anak. Maka dari itu orang
tua haruslah dapat mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anak mereka agar
dapat menjadi anak yang baik, baik bagi dirinya, orang lain dan masyarakat.
Sebagaimana dalam hadist nabi telah disebutkan:
(أدبوا أولادكم على ثلاث خصال: حب نبيكم، وحب أهل بيته، وقراءة
القرآن)
Artinya:
Didiklah anak-anakmu
dengan tiga perkara; Mencintai Nabi kalian(Muhammad SAW), mencintai
Ahlulbaitnya dan membaca Al-Qur'an (Salih, tt:6)
Sujiono, B., & Sujiono, Y. N. (2004). Persiapan dan saat kehamilan. Elex Media Komputindo
Anak manusia, dari manapun asalnya dan dari status sosial apapun, dilahirkan ke dunia dengan membawa potensi. Potensi bawaan ini, yang menurut para ahli, merupakan faktor turunan (heredity factor), sebenarnya merupakan suatu kemampuan awal yang dimiliki oleh setiap individu yang baru lahir untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Agar dapat berkembang secara optimal, potensi bawaan perlu ditumbuh-kembangkan (Sujiono dan Sujiono, 2004:2). Potensi bawaan seorang anak tidak saja berisi kemampuan yang berhubungan dengan fisik (postur tubuh dan pertumbuhan organ-organ fisik), tetapi juga berhubungan dengan psikis (mental, emosional, sosial, dan intelektual). Secara umum, potensi bawaan melukiskan gambaran yang utuh tentang anak dan hanya akan terwujud secara nyata jika mendapat rangsangan, terutama di tahun-tahun pertama kehidupannya. Artinya, keterlambatan memberikan rangsangan memungkinkan potensi bawaan tidak berkembang secara optimal (Sujiono dan Sujiono, 2004:2).
Semiun, Yustinus, Kesehatan Mental 3, Yogyakarta, Kanisius, 2006
New Collegiate Dictionary karangan Webster (1973) mendefinisikan kepribadian sebagai ’’keseluruhan kecenderungan behavioral dan emosional dari seorang individu.” Menurut definisi ini kepribadian kita terdiri dari emosi- emosi dan tingkah laku-tingkah laku kita. Dengan menerima definisi tersebut, kita akan menarik kesimpulan bahwa self-talk kitalah yang pertama-tama mengendalikan kepribadian kita seperti kita telah lihat sebelumnya bahwa selftalk kita menentukan emosi-emosi dan tingkah laku-tingkah laku kita. (Semiun, 2006:494)
Kebanyakan ahli teori kepribadian memusatkan perhatian pada peristiwa- peristiwa ekstemal dalam menggambarkan bagaimana kepribadian kita ber- kembang. Sigmund Freud, misalnya, memusatkan perhatiannya pada peng- alaman-pengalaman awal masa kanak-kanak yang traumatik dan pada sifat hubungan antara orang tua dan anak. Hanya sedikit saja ahli teori kepribadian memusatkan perhatian pada perkembangan dari proses-proses pikiran kita yang menjadi penyebab utama emosi-emosi dan tingkah laku-tingkah laku kita. (Semiun, 2006:494)
Perasaan akan identitas (perasaan mengenai apa dan siapa kita) mengacu pada sekumpulan self-talk yang umum dan berlangsung terus-menerus yang berhubungan dengan tipe orang macam apakah kita ini (Penulis-penulis lain menyebut perasaan akan identitas sebagai self-concept atau gambaran diri kita). (Semiun, 2006:494)
Anak manusia, dari manapun asalnya dan dari status sosial apapun, dilahirkan ke dunia dengan membawa potensi. Potensi bawaan ini, yang menurut para ahli, merupakan faktor turunan (heredity factor), sebenarnya merupakan suatu kemampuan awal yang dimiliki oleh setiap individu yang baru lahir untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Agar dapat berkembang secara optimal, potensi bawaan perlu ditumbuh-kembangkan (Sujiono dan Sujiono, 2004:2). Potensi bawaan seorang anak tidak saja berisi kemampuan yang berhubungan dengan fisik (postur tubuh dan pertumbuhan organ-organ fisik), tetapi juga berhubungan dengan psikis (mental, emosional, sosial, dan intelektual). Secara umum, potensi bawaan melukiskan gambaran yang utuh tentang anak dan hanya akan terwujud secara nyata jika mendapat rangsangan, terutama di tahun-tahun pertama kehidupannya. Artinya, keterlambatan memberikan rangsangan memungkinkan potensi bawaan tidak berkembang secara optimal (Sujiono dan Sujiono, 2004:2).
Semiun, Yustinus, Kesehatan Mental 3, Yogyakarta, Kanisius, 2006
New Collegiate Dictionary karangan Webster (1973) mendefinisikan kepribadian sebagai ’’keseluruhan kecenderungan behavioral dan emosional dari seorang individu.” Menurut definisi ini kepribadian kita terdiri dari emosi- emosi dan tingkah laku-tingkah laku kita. Dengan menerima definisi tersebut, kita akan menarik kesimpulan bahwa self-talk kitalah yang pertama-tama mengendalikan kepribadian kita seperti kita telah lihat sebelumnya bahwa selftalk kita menentukan emosi-emosi dan tingkah laku-tingkah laku kita. (Semiun, 2006:494)
Kebanyakan ahli teori kepribadian memusatkan perhatian pada peristiwa- peristiwa ekstemal dalam menggambarkan bagaimana kepribadian kita ber- kembang. Sigmund Freud, misalnya, memusatkan perhatiannya pada peng- alaman-pengalaman awal masa kanak-kanak yang traumatik dan pada sifat hubungan antara orang tua dan anak. Hanya sedikit saja ahli teori kepribadian memusatkan perhatian pada perkembangan dari proses-proses pikiran kita yang menjadi penyebab utama emosi-emosi dan tingkah laku-tingkah laku kita. (Semiun, 2006:494)
Perasaan akan identitas (perasaan mengenai apa dan siapa kita) mengacu pada sekumpulan self-talk yang umum dan berlangsung terus-menerus yang berhubungan dengan tipe orang macam apakah kita ini (Penulis-penulis lain menyebut perasaan akan identitas sebagai self-concept atau gambaran diri kita). (Semiun, 2006:494)
bersambung
No comments:
Post a Comment