Implementasi
pengembangan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah pada
Siswa Kelas V di MI Nurul Huda 1 Miji dan MI Nurul Huda 2 Surodinawan Kota
Mojokerto
(klik downoad versi pdf dari jurnal aslinya)
(klik downoad versi pdf dari jurnal aslinya)
Syu'aib Nawawia*
aProgram Studi
Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto
*Koresponden
penulis: nawawi_01@jurnal.stitradenwijaya.ac.id
Abstract
Constructivist
Islamic Education Learning Learning with advanced organizers takes the story
into an interesting learning model and helps teachers to improve the
effectiveness of learning, an innovative learning model is needed. The purpose
of this research development is: Creating learning model of Constructivist
Islamic Education with advance organizer with story in class V students in MI
Nurul Huda 1 Miji and MI Nurul Huda 2 Surodinawan Mojokerto. Product Learning
Model of Constructivist Islamic Education with advance organizer with
storytelling in Class V Students at MI Nurul Huda 1 Miji and MI Nurul Huda 2
Surodinawan Kota Mojokerto has been refined based on analysis of trial data.
Based on the steps that have been implemented can be concluded as follows. 1).
The revised products based on theoretical and empirical test results are: (1)
improving the use of resources in applying the model (2) Changing the mode of
evaluation in the use of the model (3) Improving the model's appearance or
changing its learning strategy. 2) The developed product is attractive for
classroom learning in a classical and independent manner. 3) This product
product can ease the burden of teachers in teaching. 4) The results of expert
validation and trials, Constructivistic Learning Model with advanced organizers
coded this story worthy of use for Science subjects. 5) The developed product
can improve students' learning motivation, and motivation is one of the
requirements of the implementation of productive learning model.
Keywords: Constructivistic, Advance
Organizer, story method
A.
Latar
Belakang
Pendidikan modern, sistem
pengajarannya tidak lagi pada guru yang aktif, namun siswa dijadikan objek dan
subjek pendidikan. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang komunikasinya dua
arah sekaligus guru dan siswa ikut andil dalam proses pembelajaran di kelas
maupun di Laboratorium. Semua itu dilakukan agar tujuan pembelajaran sesuai
dengan waktu dan menimbulkan belajar Pendidikan Agama Islam terpusat pada
siswa.
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam tidak seluruh siswa mempunyai cara pandang dan cara berfikir yang sama
ketika belajar Pendidikan Agama Islam. Misalnya siswa A selalu berusaha
menyelesaikan soal Pendidikan Agama Islam dengan cara yang berbeda dengan
temannya. Dia sangat menikmati belajar Pendidikan Agama Islam, apabila mampu
menemukan penyelesaian dengan cara yang tidak biasa. Siswa B merasa nyaman
belajar Pendidikan Agama Islam jika berhasil mengerjakan soal Pendidikan Agama
Islam dengan cara yang sama dengan contoh yang diberikan oleh gurunya. Dirumah,
ia berlatih dengan prosedur yang sama sampai ketika diadakan ulangan cara
tersebutlah yang digunakan, Ia tidak suka dengan sesuatu yang tidak biasa.
Sekali ia memiliki satu cara penyelesaian, maka ia tidak tertarik dengan cara
lain walaupun sama-sama menghasilkan penyelesaian yang benar. Siswa C tidak
bisa berbuat apa-apa jika guru tidak menjelaskan secara eksplisit langkah demi
langkah cara menyelesaikan suatu masalah Pendidikan Agama Islam. Masalah nyata
yang sering dihadapi dalam pembelajaran di kelas selama ini adalah banyaknya
siswa dengan karakter seperti siswa A, B, C dan D, sehingga kemampuan siswa
untuk menyelesaikan soal-soal tidak rutin sangat rendah. Yang dimaksud dengan
soal-soal tidak rutin adalah soal-soal yang memiliki penyelesaian baku dan
sedikit makna. Siswa dapat menghitung dan menyelesaikan tetapi tidak paham
maksudnya. Kebanyakan siswa hanya mengulang prosedur yang contohnya sudah
diberikan guru. Ketika dihadapkan dengan masalah lain dengan konsep yang sama
tetapi berbeda konteks, mereka kesulitan dan gagal memanfaatkan pengetahuannya
untuk menyelesaikan soal-soal Pendidikan Agama Islam.
Model pembelajaran konstruktivisme
adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa
dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan
lingkungannya. Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama
kali dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan
Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui”
berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa
seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa
yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24).
Di dalam kelas konstruktivis, para
siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka
berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berfikir
secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Beberapa
prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diantaranya bahwa
observasi dan mendengar aktivitas dan pembicaraan Pendidikan Agama Islam siswa
adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk
cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.
Model pembelajaran advance organizer (Pengorganisasian
awal) adalah sejumlah pengetahuan dari pengalaman seseorang selama hidupnya dan
pengetahuan apa yang mereka miliki untuk mempelajari pengetahuan baru. Hasil
penelitian melaporkan bahwa pengetahuan awal seorang siswa akan mengendalikan
kemungkinan-kemungkinan belajar yang baru (Arends, 1997: 246). Dahar (2006:
100), menggunakan istilah pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang
akan dipelajari, dan menolong siswa untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.
Suatu pengatur awal dapat dianggap
semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru. Ausubel
menjelaskan, dalam (Joyce dan Weil, 2009: 285), bahwa informasi baru dapat
dipelajari secara bermakna dan tidak mudah dilupakan asalkan informasi baru
tersebut dapat dihubungkan dan dikaitkan dengan konsep yang sudah ada. Jika
materi yang baru sangat bertentangan dengan struktur kognitif yang ada atau
tidak dapat dikaitkan dengan konsep yang sudah ada, maka materi baru tersebut
tidak dapat dipahami dan disimpan lama.
Pelaksanaan model pembelajaran advance organizer diharapkan siswa akan
menemukan suatu permasalahan yang sebelumnya materi telah mereka baca,
dilanjutkan dengan mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru.
Siswa akan lebih aktif bertanya di kelas dan mereka secara tidak langsung akan
lebih memahami materi dibandingkan siswa yang tidak membaca materi sebelumnya.
Dengan alasan inilah Peneliti menggunakan model pembelajaran advance organizer untuk mengetahui
kemampuan siswa, menjalin komunikasi 2 arah agar siswa lebih aktif di kelas.
Dan diharapkan tanggapan siswa baik terhadap adanya pengorganisasian model Advance organizer yang membantu mereka
dalam proses belajar mengajar.
Metode dalam pendidikan Islam
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tujuan yang diciptakan bersama. Karena
itu metode menjadi sebuah sarana yang bermakna dalam menyajikan pelajaran,
sehingga dapat membantu siswa memahami bahan-bahan pelajaran untuk mereka.
Pada titik awal ini sudah terdapat
perbedaan besar antara pendidikan Islam dengan metode pendidikan Barat yang
dianggap sebagai metode pendidikan modern itu.Metode pendidikan Islam sangat.
Menghargai kebebasan individu, selama kebebasan itu sejalan dengan fitrahnya,
sehingga seorang guru dalam mendidik tidak dapat memaksapeserta didiknya dengan
cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Akan tetapi sebaliknya guru dalam
membentuk karakter peserta didiknya. Dia tidak boleh duduk diam sedangkan
peserta didiknya memilih jalan yang salah.
Upaya guru dalam memilih metode yang
tepat dalam mendidik peserta didiknyaadalah disesuaikan pula dengan tuntutan
berhadapan dengan peserta didiknya ia harus mengusahakan agar pelajaran yang
diberikan kepada peserta didiknya itu supaya mudah diterima, tidaklah cukup
dengan bersikap lemah lembut saja. Ia harus memikirkan metode-metode yang akan
digunakannya, seperti memilih waktu yang tepat, materi yang cocok, pendekatan
yang baik, efektifitas penggunaan metode yang baik dan sebagainya. Untuk itu
seorang guru dituntut agar mempelajari berbagai metode yang digunakan dalam
mengajarkan suatu mata pelajaran seperti bercerita dan mempelajari
prinsip-prinsip metodologi dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
(Ramayulius, 2005:5)
Metode kisah disebut juga metode
cerita yakni cara mendidik dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun
tertulis dengan menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah islam, yakin
Al-qur’an dan Hadits. Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang
bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya
rekaan saja. Metode kisah merupakan salah satu metode yang mashur dan terbaik,
sebab kisah ini mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh ketulusan hati yang
mendalam (Arief, 2002:160)
Metode cerita atau kisah adalah
pendidikan dengan membacakan sebuah cerita yang mengandung pelajaran baik. Dengan
metode ini, peserta didik dapat menyimak kisah-kisah yang diceritakan oleh
guru, kemudian mengambil pelajaran dari cerita tersebut (Bakhtiar, 2013:192). Metode
mendidik dengan bercerita yaitu dengan mengisahkan peristiwa hidup sejarah
manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya dan kemungkarannya dalam hidup
terhadap perintah dan larangan Tuhan yang dibawakan nabi atau rasul yang hadir
di tengah mereka. Misalnya sebuah ayat yang mengandung nilai pendagogis dalam
sejarah digambarkan Tuhan sebagai berikut: “Sesungguhnya
di dalam kisah-kisah terdapat ibarat bagi orang yang berakal” (Q.S
Yusuf:111) “Aku menceritakan kepadamu
kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. Dan
sesungguhnya kamu sebelum “Aku mewahyukan” adalah termasuk orang-orang yang
melupakan.” (Q.S Yusuf:3)
Metode cerita banyak terdapat di
dalam Al-Qur’an, yang tujuan pokoknya adalah untuk menunjukkan fakta
kebenaran.Kebanyakan dalam surah Al-Qur’an terdapat cerita tentang kaum
terdahulu baik dalam makna sejarah yang positif maupun negative. Terdapat 30
surah yang dinamakan menurut tema pokok cerita didalamnya, seperti surah Yusuf,
Surah Ibrahim, Surah Bani Israel, Surah Jinn, Surah Al Kahfi, Surah Hud, Surah
Yunus, Surah Maryam, Surah Luqman, Surah Muhammad, dan Surah Al Fiil. Di
antaranya mengandung cerita yang sepenuhnya bertemakan pokok sesuai tokoh yang
diceritakan seperti Surah Yusuf.Sedang banyak yang lainnya hanya berisikan
salah satu pengulangan suatu tema cerita, misalnya cerita tentang Fir’aun dan
Nabi Musa disebutkan lebih kurang 18 surah.Cerita tentang bangsa-bangsa (umat
atau kaum) terdahulu tidak begitu diulang-ulang seperti cerita tentang Bani
Israel, Kaum Aad, dan kaum Tsamud. Pengulangan suatu cerita menunjukkan bahwa
cerita tersebut amat besar bagi manusia untuk dijadikan ingatan dan peringatan
serta bahan pelajaran yang diambil hikmahnya bagi kehidupan generasi
berikutnya.Seluruh cerita dalam Al-Qur’an adalah mengandung iktibar yang
bersifat mendidik manusia.
Allah memerintahkan manusia agar
menceritakan kasus-kasus sejarah bangsa-bangsa yang lampau agar dijadikan bahan
pemikiran seperti firman-Nya: “….maka
ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir” (Q.S Al-A’raf: 176).
Dari segi Psikologis, metode cerita
mengandung makna reinforcement (penguatan) kepada seseorang untuk bertahan uji
dalam berjuang melawan keburukan.Khusus bagi Nabi Muhammad cerita dalam
Al-Qur’an adalah untuk menguatkan tekad nabi dalam perjuangan melawan
musuh-musuh, yaitu kaum kafir dan musyrikin (Arifin, 2009:72)
Menindaklanjuti kondisi di atas
yakni menjadikan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah menjadi model pelajaran yang menarik dan
membantu tugas guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran, maka
diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif Advance organizer. Salah satu model pembelajaran yang meliputi
serangkaian pengalaman belajar yang terencana yang disusun secara sistematis,
operasional, dan terarah untuk membantu siswa menguasai tujuan pembelajaran
yang spesifik adalah model pembelajaran Pendidikan Agama Islam konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah..
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
Diperlukan model pembelajaran Pendidikan
Agama Islam konstruktivistik dengan advance
organizer bermetode kisah pada siswa
kelas V di MI Nurul Huda 1 Miji dan MI Nurul Huda 2 Surodinawan Kota Mojokerto
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
Membuat model pembelajaran Pendidikan
Agama Islam konstruktivistik dengan advance
organizer bermetode kisah pada siswa kelas V di MI Nurul Huda 1 Miji dan MI
Nurul Huda 2 Surodinawan Kota Mojokerto
D. Kajian Pustaka
1.
Teori Konstruktifistik
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan
adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena
pengalaman dan lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi
(2005:70) bahwa “konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan,
dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki
seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu
sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya”. Menegaskan pendapat
tersebut, Karli (2003:2) menyatakan konstruktivisme adalah salah satu pandangan
tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya
dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar
pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interkasi
dengan lingkungannya. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi
awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan
begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk
mencapai keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama
siswa menerima pengetahuan baru.
Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya
hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru
tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika
hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi
konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur
kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi lain untuk
mengatasinya.
2.
Model Pembelajaran advance organizer
Model pembelajaran advance
organizer merupakan suatu cara belajar untuk memperoleh pengetahuan baru
yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran, yang
artinya setiap pengetahuan mempunyai struktur konsep tertentu yang membentuk
kerangka dari sistem pemprosesan informasi yang dikembangkan dalam pengetahuan
(ilmu) itu.
Model pembelajaran advance
organizer ini dikembangkan oleh David Ausubel, menurut David Ausubel model
pembelajaran ini merupakan model belajar bermakna.
Menurut David Ausubel model pembelajaran advance organizer yaitu:
a. Cara belajar untuk memperoleh
pengetahuan baru yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada pada
pembelajar.
b. Setiap pengetahuan (ilmu) mempunyai
struktur konsep tertentu yang membentuk kerangka dari system pemprosesan
informasi yang dikembangkan dalam ilmu itu.
c. Tujuan model pembelajaran advance organizer ini adalah untuk
memperkuat struktur kognitif dan menambah daya ingat informasi baru.
Pada
model Pembelajaran advance organizer,
teknik pelaksanaannya pertama-tama guru menyajikan kerangka konsep yang umum
dan menyeluruh untuk kemudian dilanjutkan dengan penyajian informasi yang lebih
spesifik. Kerangka umum (organizer)
tersebut berfungsi sebgai penyusun yang mengorganisasikan semua informasi
berikutnya yang akan diasimilasikan oleh siswa, sehingga siswa dapat
menjelaskan, mengintegrasikan dan menghubungkan materi dengan materi yang telah
dimiliki sebelumnya.
3.
Materi Pendidikan Agama Islam
Madrasah
Materi Pendidikan Agama Islam di madrasah Aliyah
meliputi: Al-Qur’an dan Hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan
Islam,[1] diajarkan masing-masing oleh seorang guru. Adapun pemetaaan mengenai
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di madrasah aliyah, sebagaimana yang
tertuang dalam peraturan menteri agama nomor 2 tahun 2008 tentang standar
kompetensi lulusan madrasah. Secara umum, peraturan menteri ini mengatur
tentang Standar kompetensi lulusan madrasah, standar kompetensi dan kompetensi
dasar bahasa arab dan mata pelajaran agama untuk MI, MTs, MA dan MA program keagamaan
dan struktur kurikulum pendidikan di madrasah. Sebagaimana penjelasan Standar
kompetensi materi PAI di bawah ini:
a.
Al-Qur’an Hadits
Standar kompetensi materi Al-Qur’an Hadits meliputi; isi
pokok al-Qur’an, fungsi, dan bukti-bukti kemurniannya, istilah-istilah hadis,
fungsi hadis terhadap al-Qur'an, pembagian hadis ditinjau dari segi kuantitas
dan kualitasnya, serta memahami dan mengamalkan ayat-ayat al-Qur'an dan hadis
tentang manusia dan tanggung jawabnya di muka bumi, demokrasi serta pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.
Akidah Akhlak
Standar kompetensi materi Akidah Akhlak meliputi;
istilah-istilah akidah, prinsip-prinsip, aliran-aliran dan metode peningkatan
kualitas akidah serta meningkatkan kualitas keimanan melalui pemahaman dan
pengahayatan al-asma' al-husna serta penerapan perilaku bertauhid dalam
kehidupan, istilah-istilah akhlak dan tasawuf, menerapkan metode peningkatan
kualitas akhlak, serta membiasakan perilaku terpuji dan menghindari perilaku
tercela.
c.
Fikih
Standar kompetensi materi Fikih meliputi; sumber hukum
Islam dan hukum taklifi, prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam, fikih
ibadah, mu'amalah, munakahat, mawaris, jinayah, siyasah, serta dasar-dasar
istinbat} dan kaidah usul fikih.
d.
Sejarah Kebudayaan Islam
Standar kompetensi materi Sejarah Kebudayaan Islam
meliputi; sejarah dakwah Nabi Muhammad pada periode Makkah dan periode Madinah,
masalah kepemimpinan umat setelah Rasulullah SAW wafat, perkembangan Islam pada
abad klasik/zaman keemaasan (650 - 1250 M), abad pertengahan/zaman kemunduran
(1250 M –1800 M), masa modern/zaman kebangkitan (1800-sekarang), serta
perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia. Fakta kehidupan sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni, dan tokoh-tokoh Islam yang berprestasi dalam
perkembangan sejarah kebudayaan/peradaban Islam (Lampiran Peraturan Menag No.
02 Tahun 2008, Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Dan Bahasa Arab Madrasah Aliyah)
Pendidikan Agama Islam memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Al-Qur’an Hadits menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik
dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual serta mengamalkan
kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Akidah menekankan pada
kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau keimanan yang benar serta
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Asma’u al-Husna. Aspek Akhlak menekankan
pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela
dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Fikih menekankan pada kemampuan cara
melaksanakan ibadah dan mu’amalah yang benar dan baik. Aspek Sejarah Kebudayaan
Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah} dari peristiwa-peristiwa
bersejarah (Islam), meneladani tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek, dan seni, untuk mengembangkan
kebudayaan dan peradaban Islam (Lampiran Peraturan Menag No. 02 Tahun 2008,
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (Kd)Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Dan Bahasa Arab Madrasah Aliyah).
4.
Langkah-Langkah Metode Kisah/ Sejarah
Seorang guru dalam mengajarkan sejarah dapat mengikuti
prosedur berikut:
a.
Apersepsi, Guru dapat memberikan apersepsi yang menarik
perhatian anak untuk mendengarkan cerita. Misalnya guru menggunakan metode
tanya jawab.
b.
Penyajian, Guru dalam menyajikan cerita sejarah hendaknya
menggunakan gaya bahasa cerita, yaitu ia harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1)
Hendaknya guru menggunakan gaya bahasa yang menarik.
2)
Penyajian sejarah hendaknya secara periodisasi, yang
setiap periodenya merupakan bagian yang tak terpisahkan dan diselingi dengan
pertanyaan-pertanyaan untuk memantapkan isi pokok dari masing-masing periode.
3)
Menulis judul periode pada papan tulis sebelum atau
sesudah penyajian.
4)
Menuliskan nama-nama tokoh yang berperan dalam cerita
yang diuraikan, agar nama-nama tersebut menjadi ingatan pelajar dan memudahkan
mereka mengingatkannya.
5)
Dalam penyajian, guru harus memperhatikan usaha
mengkongkretkan pengertian melalui mimic dan pantomimic agar tergugah perasaan
siswa untuk mencintai dan meneladani tokoh pemeran sejarah tersebut.
c.
Korelasi, Menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam sejarah dengan realisasi kehidupan sekarang dan topik-topik pendidikan
agama yang lain, ataupun dengan bidang studi lainnyabila ada kesempatan. Di
samping itu, guru juga harus mengaitkan sejarah dengan kehidupan modern, guna
menggerakkan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk memiliki semangat
kehidupan masyarakat muslim yang sejahtera.
d.
Kesimpulan, Guru menyuruh agar siswa-siswa mengulang
cerita, dan menanyakan kepada mereka peristiwa-peristiwa, periode demi periode.
Setelah itu guru mencatat di papan tulis pokok-pokok kesimpulan dari setiap
periode sebagai ihtisar.Dalam hal ini termasuk rangkuman-rangkuman nilai-nilai
luhur, moral, dan ajaran-ajaran yang berkesan dengan disertakan sedikit
penjelasan tentang keteladanan serta saran-saran yang berguna.
e.
Evaluasi, Guru mengadakan diskusi dengan siswa mengenai
semua materi yang baru diberikan untuk mengetahui sampai dimana mereka dapat menguasai
pelajaran, atau dapat juga merekadisuruh menulis bagian-bagian pelajaran yang
mengandung nilai moral, atau mendramatisasikan di depan kelas atau di pentas
yang tersedia, atau menyuruh siswa menuliskan perasaa mereka terhadap tokoh
sejarah dan sejauh mana mereka terpengaruh dengan kepribadian dan tingkah laku
tokoh tersebut. Dapat juga guru menyuruh beberapa siswa mengulangi cerita
tersebut dalam bentuk yang baik, yang dapat merangsang semangat kompetisi
positif dikalangan siswa sendiri.
f.
Alat-alat peraga, Hendaknya guru menyiapkan
bermacam-macam alat peraga dan menggunakannya bilamana perlu. Dalam menguraikan
peristiwa hijrah nabi misalnya, guru dapat menggunakan slide atau film kalau
tersedia, memperdengarkan rekaman tentang drama yang sering diputar di pemancar
radio pada hari-hari besar Islam seperti maulid, hijrah ataupun Isra’ Mi’raj.
Mungkin juga dapat diambilkan naskah/pita kaset dari pemancar-pemancar yang
ada.Atau salah seorang siswa disuruh merekamnya dari salah satu pemancar yang
dapat ditangkap di daerah tersebut (Muhammad, 2008:172)
1.
Pengembangan Model
Pengembangan
Model meliputi tujuh prosedur, yaitu: (1) Analisis kebutuhan, (2) Identifikasi
sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan, (3) Identifikasi spesifikasi produk yang
diinginkan pengguna, (4) Pengembangan produk, (5) Uji internal: Uji spesifikasi
dan Uji operasionalisasi produk(6) Uji eksternal: Uji kemanfaatan produk oleh
pengguna, dan (7) produksi.
2.
Tahapan Pemodelan
Perancangan
pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick & Cerey, yang dikembangkan
oleh Walter Dick & Lou Carey (dalam, Trianto, 2007: 61). Model pengembangan
ini ada kemiripan dengan model yang dikembangkan Kemp, tetapi ditambah dengan
komponen melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang
akan dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut. Urutan
perencanaan dan pengembangan ditunjukkan pada gambar berikut:
3.
Uji Coba Produk
Uji
coba model atau produk merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian
pengembangan, yang dilakukan setelah rancangan produk selesai. Uji coba model
atau produk bertujuan untuk mengetahui apakah produk yang dibuat layak
digunakan atau tidak. Uji coba model atau produk juga melihat sejauh mana
produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Model
atau produk yang baik memenuhi 2 kriteria yaitu : kriteria pembelajaran (instructional criteria) dan kriteria
penampilan (presentation criteria). Ujicoba dilakukan 3 kali: (1) Uji-ahli (2)
Uji terbatas dilakukan terhadap kelompok kecil sebagai pengguna produk; (3)
Uji-lapangan (field Testing). Dengan
uji coba kualitas model atau produk yang dikembangkan betul-betul teruji secara
empiris.
4.
Subjek Uji Coba
Subyek
uji coba atau sampel untuk uji coba, adalah :
a) Siswa
b) Ahli, dan
c) Guru / Mitra Bestari
F.
Analisis Data
1.
Analisis Data Validasi
Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance
organizer bermetode kisah Oleh Ahli
Analisis
dilakukan dengan membandingkan setiap komponen yang merupakan indikator dengan
standar skor minimum. Skor batas minimum tersebut adalah 21. Indikator dengan
skor 20 ke bawah harus direvisi.
Hasil
analisis kualitas Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah di atas dapat disimpulkan bahwa RPP/
Skenario Pembelajaran sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor
masing-masing komponen yang merupakan indikator untuk Model Pembelajaran Konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah tidak ada yang kurang dari 3,0. Pada
peilaian ini tidak ada saran untuk revisi.
Hasil
analisis kualitas Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah di atas dapat disimpulkan bahwa Lembar
Kerja Siswa (LKS) sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor masing-masing
komponen yang merupakan indikator untuk Model Pembelajaran Konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah tidak ada yang kurang dari 3,0. Dan tidak
ada saran dan komentar untuk Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran Konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah ditanggapi sebagai berikut.
2.
Analisis Data Validasi
Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance
organizer bermetode kisah oleh Siswa
Hasil
pengolahan data angket pembelajaran dengan menggunkan Model Pembelajaran Konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah diketahui bahwa rata-rata pilihan siswa
adalah 3.61, hal ini dikategorikan Cukup dengan simpang baku 0.30.
Setelah diujicobakan kepada siswa
selaku pengguna langsung telah dilakukan beberapa penggantian seperti berikut.
a.
Memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model
b.
Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model
Hasil
pengolahan data angket pembelajaran dengan menggunkan Model Pembelajaran Konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah diketahui bahwa rata-rata pilihan siswa
adalah 3.64, hal ini dikategorikan Cukup dengan simpang baku 0.27.
Setelah
diujicobakan kepada siswa selaku pengguna langsung telah dilakukan beberapa
penggantian seperti berikut.
a.
Memperbaiki tampilan model atau mengganti strategi
pembelajarannya
G.
Verifikasi/Revisi Produk
1.
Revisi
a.
Memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model
b.
Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model
c.
Memperbaiki tampilan model atau mengganti strategi
pembelajarannya
Produk
produk yang sudah direvisi dianggap valid, karena sudah melalui tahapan uji
coba baik secara teoretis maupun empiris. Beberapa hal perlu digarisbawahi
tentang produk yang telah direvisi ini adalah sebagai berikut.
a.
Produk bisa digunakan untuk pembelajaran mandiri maupun
secara klasikal
b.
Pembelajaran yang efektif terjadi bila hubungan guru dan
siswa baik dengan didukung media yang tepat. Sebaliknya apabila hubungan guru
dan siswa tidak baik, teknik mengajar apapun dengan berbagai macam strategi
bagaimanapun baiknya tidak akan berguna. (Djamarah, 2006:7)
c.
Hubungan yang baik
antara guru dan siswa serta media yang menarik merupakan jembatan menuju
kehidupan bergairah siswa, mengetahui minat siswa, dan meningkatkan motivasi
siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hubungan yang baik ini memudahkan
pengelolaan kelas dan meningkatkan kegembiraan.
d.
Kualitas produk yang dikembangkan dapat digolongkan
tinggi atau baik. Kualitas ini diperoleh dari komentar yang disampaikan oleh
peserta uji coba secara langsung maupun lewat angket. Adapun alasan yang
disampaikan sangat bervariasi diantaranya pembelajaran menjadi menyenangkan,
tidak membosankan, memberi motivasi, dapat mengulang-ulang apabila belum paham,
dan yang jelas menciptakan suasana yang baru dengan yang biasa.
e.
Manfaat lain dari
penggunaan produk ini adalah dapat meringankan beban guru saat mengajar,
seperti mengulang materi yang belum bisa dipahami, menulis di papan tulis,
maupun menjawab pertanyaan siswa tentang tulisan yang belum jelas. Guru yang
memiliki kemampuan penguasaan kelas yang lemah juga akan terbantu dengan
pemanfaatan media ini.
f.
Efek psikologis dari pembelajaran menggunakan Model
Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance
organizer bermetode kisah ini dapat
menjadi tantangan bagi guru bidang studi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
maupun bidang studi lain untuk mengembangkan sendiri materi-materi yang lain
dengan Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance organizer
bermetode kisah. Hal ini sejalan dengan tuntutan profesionalitas guru.
H.
Kesimpulan
Hasil
penelitian Implementasi pengembangan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam konstruktivistik
dengan advance organizer bermetode kisah pada Siswa Kelas V di MI Nurul Huda 1
Miji dan MI Nurul Huda 2 Surodinawan Kota Mojokerto ini telah melaksanakan
langkah-langkah yang telah direncanakan. Langkah-langkah yang telah dilakukan
adalah (1) melakukan analisis kebutuhan; (2) menentukan kompetensi dan model
pembelajaran; (3) merumuskan judul, SK, dan KD; (4) menyusun program produk;
(5) memvalidasi, uji coba produk dan merevisi. Berdasarkan langkah-langkah yang
telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.
Produk yang direvisi
berdasarkan hasil uji teoritis maupun empiris adalah: Revisi oleh Siswa
berdasarkan angket : (1) memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model
(2) Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model (3) Memperbaiki tampilan
model atau mengganti strategi pembelajarannya.
2.
Produk yang dikembangkan menarik untuk pembelajaran di
kelas secara klasikal dan secara mandiri.
3.
Produk produk ini dapat meringankan beban guru dalam
mengajar.
4.
Hasil dari validasi ahli dan uji coba, Model Pembelajaran
Konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah ini layak
digunakan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
5.
Produk yang dikembangkan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa, dan motivasi merupakan salah satu syarat dari terlaksananya
model pembelajaran produktif.
I.
Saran-Saran
Berdasar
simpulan dari penelitian ini, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.
1.
Produk Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah ini dapat dikembangkan oleh para pendidik
khususnya guru Pendidikan Agama Islam sehingga pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan, memotivasi siswa dan meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
Pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan Model
Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance
organizer bermetode kisah yang lebih
menarik.
2.
Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah bisa digunakan untuk pembelajaran mandiri
maupun secara klasikal.
3.
Model Pembelajaran Konstruktivistik dengan advance organizer bermetode kisah ini dapat dikembangkan dan di
diseminasikan kepada para pendidik khususnya guru Pendidikan Agama Islam
sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, memotivasi siswa dan
meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
4.
Penggunaan produk ini adalah dapat meringankan beban guru
saat mengajar, seperti mengulang materi yang belum bisa dipahami, menulis di
papan tulis, maupun menjawab pertanyaan siswa tentang tulisan yang belum jelas.
Guru yang memiliki kemampuan penguasaan kelas yang lemah juga akan terbantu
dengan pemanfaatan model ini.
J. Daftar Pustaka
Adnyana, Gede
Putra. (2011). Model Konstruktivistik
Dalam Pembelajaran. http://www.psb-psma.org/content/blog/4009-model-konstruktivistik-dalam-pembelajaran,
diakses tanggal 12 Januari 2015.
Akker, J. (1999) Principles and Methods of Development
Research. Dalam Plomp, T., Nieveen, N., Gustafson, K., Branch, R.M. dan Van
Den Akker, J. (eds). Design Approaches
and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher
Arends, R.
(1997). Classroom Instructional and Management. New york: McGraw Hill
Comapanies.
Arief, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,Jakarta:
Ciputat Pers
Arif Rohman.
(2009). Memahami Pendidikan & Ilmu
Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama.
Arifin, (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner), Jakarta: PT Bumi Aksara
Arifin,Zaenal
(2009), Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Bakhtiar, Nurhasanah, (2013). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, Yogyakarta : Aswaja Pressindo
Berns Robert G,
(2001).” Contextual Teaching and
Learning: Preparing Students for the New Economy”. VOL 5:1-8.
Degeng, I. N. (2000).
Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era
Desentralisasi dan Demokratisasi. Makalah Seminar Regional, di Universitas
PGRI Surabaya: 19 April 2000.
Gay, LR. (1987). Research in Education. New York:
McGraw-Hill Book
Isjoni, (2009), Pembelajaran Kooperatif, Pustaka
Belajar, Yogyakarta.
Koohang Alex,
dkk. (2009). “E-Learning and
Constructivism: From Theory to Application”. Vol 5 : 90-109.
Majid, A. (2005).
Perencanaan Pembelajaran (mengembangkan
kompetensi guru), Bandung. Remaja Rosdakarya,
Miftahul Huda. (2011)
Cooperative Learning Metode, Teknik,
Struktur dan Penerapan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Morrison, G.,
Ross, S., & Kemp, J. (2001). Design
effective instruction. New York: John Wiley & Sons
Muhammad, Muhammad Abdul Qadir, (2008). Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Rineka Cipta
Napsin Palisoa.
(2007). Strategi Advance organizer dalam pembelajaran kimia.
Diakses dari http://www.edel.edu/chem/napasin/finalrpt.html. pada tanggal 4
januari 2012, jam 8.30 wib
Nasution. (1995),
Mengajar Dengan Sukses, Bumi Aksara,.
Jakarta.
Oemar Hamalik,
(1999). Kurikulum dan Pembelajaran,
Bumi Aksara: Jakarta,
Plomp, Tj.
(1994). Educational Design: Introduction.
From Tjeerd Plomp (eds). Educational &Training System Design: Introduction.
Design of Education and Training (in Dutch).Utrecht (the Netherlands): Lemma.
Netherland. Faculty of Educational Science andTechnology, University of Twente
Prasetya Irawan,.
(1997) Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar (Pekerti). Dirjen Dikti
Depdikbud. Jakarta.
Ramayulis, (2005) Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Rita C. Richey,
J. D. K., Wayne A. Nelson. (2009). Developmental
Research : Studies of Instructional Design and Development.
Robert E. Slavin,
(2005), Cooperative Learning: theory,
research and practice, London: Allymand Bacon.
Ross, S. M.,
& Morrison, G. R. (1996). Experimental
research methods. Handbook of research for educational communications and
technology: A project of the association for educational communications and
technology, 1148-1170.
Seels, B., &
Richey, R. (1994). Instructional
technology: The definition and domains of the field. Washington, DC:
Association for Educational Communications and Technology.
Seels, Barbara B.
& Richey, Rita C. (1994). Teknologi
Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Penerjemah Dewi S. Prawiradilaga
dkk. Jakarta: Kerjasama IPTPI LPTK UNJ.
Stefano Guzzini.
(2000). “A Reconstruction Of
Constructivism In International Relations”. European Journal of International Relations, Vol. 6(2): 147–182.
http://www.arts.ualberta.ca/~courses/PoliticalScience/661B1/documents/GuzziniReconstructionofConstructivisminIR.pdf,
diakses pada 14 Januari 2015.
Sugiyanto.
(2010). Model-model Pembelajaran Inovatif.
Surakarta: Yuma. Pustaka.
Sugiyono. (2011).
Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suparman, A.
2001. Desain instruksional. Pusat antar
Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidkan Tinggi, Departemen Pendidikan Tinggi.
Suprijono. Agus.
(2009). Cooperative Learning Teori &
Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tessmer, Martin.
(1998). Planning and Conducting Formative
Evaluations. Philadelphia: Kogan Page.
van den Akker J.,
dkk. (2006). Educational Design Research.
London and New York: Routledge.
Wang H, Li J,
Bostock RM, Gilchrist DG. (1996). Apoptosis: A Functional Paradigm for Programmed Plant Cell Death Induced by A
Host- Selective Phytotoxin and Invoked During Development. Plant Cell 8:
375–391.
No comments:
Post a Comment