Monday, 12 February 2018

Pengembangan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning

Pengembangan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto
Happy Ikmala*
aProgram Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto
*Koresponden penulis: ikmal_01@jurnal.stitradenwijaya.ac.id
 Abstract
Creating a constructivist-collaborative model of learning in improving the ability of critical thinking and science-based process skills al-qur'an learning becomes an interesting model of learning and helps teachers to improve the effectiveness of learning, it is necessary an innovative learning model in order to improve the ability to think critically And science-based process skills of al-qur'an learning students. The purpose of this research development is: Creating a model of learning model based on constructivist-collaborative learning that has been applied to Students Class VIII SMP Negeri Jetis 2 and SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto. Collaborative constructivist-based learning products in Improving Critical Thinking Skills and Scientific-based learning process skills al-qur'an learning on Grade VIII students of SMP Negeri Jetis 2 and SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto have been refined based on analysis of trial data. Based on the steps that have been implemented can be concluded as follows. 1). The revised products based on theoretical and empirical test results are: a) Revised Student Worksheet (LKS) by experts: (1) Adequate time for each step needs to be revised b) Student revision: (1) improve the use of resources in applying the model (2) ) Changing the way of evaluation in the use of the model (3) Improving the look of the model or changing its learning strategy. 2) The developed product is attractive for classroom learning in a classical and independent manner. 3) This product product can ease the burden of teachers in teaching. 4) The results of expert validation and trials, this collaborative constructivist-based learning model is worthy of use for Science subjects. 5) The developed product can improve students' learning motivation, and motivation is one of the requirements of the implementation of productive learning model.
Keywords: Constructivist collaborative, critical thinking, science al-qur'an learning




A.    Latar Belakang
Mengatasi keheterogenan siswa atau mahasiswa dalam berbagai aspek, khususnya aspek motivasi dan tingkat intelektual, maka melaksanakan pembelajaran atau perkuliahan dimana siswa atau mahasiswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dapat merupakan salah satu solusi. Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bagaimana kelompok-kelompok tersebut harus dibentuk, bagaimana para siswa atau mahasiswa harus belajar dalam kelompoknya, bagaimana materi atau tugas harus diberikan, bagaimana cara setiap siswa atau mahasiswa mengambil peran dalam kelompoknya, dan bagaimana guru atau dosen melibatkan diri dalam kelompok, sedemikian hingga setiap siswa atau mahasiswa dapat dijamin haknya untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna?.
Sato (2007) menawarkan suatu model pembelajaran sebagai solusi, yang ia sebut dengan pembelajaran kolaboratif. Menurutnya, pembelajaran haruslah “melampaui batas dan melompat” melalui kolaborasi. Untuk mencapai target pembelajaran yang lebih tinggi, dan juga untuk memberi kesempatan bagi setiap siswa untuk belajar secara mendalam, terdapat satu kunci yang penting: siswa berlatih mengajukan pertanyaan pada teman, “Bagaimana saya bisa memecahkan masalah ini?”. Untuk dapat menciptakan keadaan yang membuat seorang siswa perlu bertanya kepada siswa lainnya, tingkat materi pelajaran (masalah) yang diberikan haruslah lebih tinggi dari biasanya. Makin mudah masalahnya menjadikan makin jarang siswa yang bertanya kepada temannya. Untuk mereka yang berada pada kelompok bawah (kemampuan dibawah rata-rata kelas), jika mereka tidak dapat menyelesaikan soal/masalah yang dianggap mudah untuk kelompok atau siswa lain, mereka akan lebih cenderung untuk berusaha memecahkan masalah dan menghadapi kesulitannya tanpa bantuan orang lain. Kalau mereka gagal, maka mereka akan selalu tersisih dari yang lain, dan semakin tertinggal di belakang.
Pembelajaran kolaboratif menurut Sato adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan (Sato, 2007).
Pada dasarnya pembelajaran kolaboratif merujuk pada suatu metoda pembelajaran dimana siswa dari tingkat performa yang berbeda bekerja bersama dalam suatu kelompok kecil. Setiap siswa bertanggung jawab terhadap pembelajaran siswa yang lain, sehingga kesuksesan seorang siswa dapat membantu siswa lain untuk menjadi sukses. Gokhale (1995) menyebutkan bahwa ’’collaborative learning fosters development of critical thinking through discussion, clarification of ideas, and evaluation of other’s ideas”. Wiersema (2000) juga menyatakan hal yang senada, yaitu bahwa ’’Collaborative Lerning is philosophy: working together, building together, learning together, changing together, improving together”. Sedangkan Lang & Evans (2006) menyatakan bahwa ’’Collaborative learning is an approach to teaching and learning in which student interact to share ideas, explore a question, and complete a project".
Contextual Teaching and Learning adalah Konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dg situasi dunia nyata siswa (konteks pribadi, lingkungan fisik, sosial, kultural); Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan-nya dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari; dan Menempatkan siswa didalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajarinya dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa.
Berdasarkan data dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto diperoleh data bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih miskin wawasan-wawasan inoatif. Setelah ditinjau, sarana dan prasarana pembelajaran cukup lengkap tetapi keahlian guru dalam penggunaan alat kurang, pemanfaatan sumber belajar belum optimal, siswa kurang dilibatkan dalam kegiatan belajar mengajar karena guru masih mendominasi kelas.
Menindaklanjuti kondisi di atas yakni menjadikan model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif dalam meningkatkan memampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning menjadi model pelajaran yang menarik dan membantu tugas guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif meningkatkan memampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning siswa. Salah satu model pembelajaran yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang terencana yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk membantu siswa menguasai tujuan pembelajaran yang spesifik adalah model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif dalam meningkatkan memampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
Diperlukan model pembelajaran model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto

C.     Tujuan Model
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
Membuat model pembelajaran model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif yang selama ini diterapkan pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto

D.    Kajian pustaka
1.      Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Menurut Slavin (2006) teori konstruktivistik adalah teori yang menyatakan bahwa peserta didik secara individual harus menemukan dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang lama, dan merevisi aturan-aturan yang lama bila sudah tidak sesuai lagi.
Menurut Santrock (2008) konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran yang menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik menurut Brooks & Brooks (1993) adalah pengetahuan bersifat non-objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna. Atas dasar ini, maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalaman dan perspektif yang digunakan dalam menginterpretasikannya.
Konstruktivisme pada dasarnya adalah sebuah teori - berdasarkan pengamatan dan kajian ilmiah - tentang bagaimana orang belajar. Ia mengatakan bahwa orang-orang membangun pemahaman mereka sendiri dan pengetahuan dunia, melalui mengalami hal-hal dan merefleksikan pengalaman-pengalaman. Ketika kita menemukan sesuatu yang baru, kita harus berdamai dengan ide-ide kami sebelumnya dan pengalaman, mungkin mengubah apa yang kita percaya, atau mungkin membuang informasi baru yang tidak relevan. Dalam kasus apapun, kita adalah pencipta aktif pengetahuan kita sendiri. Untuk melakukan hal ini, kita harus mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi, dan menilai apa yang kita ketahui.
Di dalam kelas, pandangan konstruktivis belajar dapat menunjuk kepada sejumlah praktek pengajaran yang berbeda. Dalam pengertian yang paling umum, biasanya berarti mendorong siswa untuk menggunakan teknik aktif (percobaan, pemecahan masalah dunia nyata) untuk membuat lebih banyak pengetahuan dan kemudian untuk merenungkan dan berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana pemahaman mereka berubah. Guru memastikan dia mengerti konsep yang sudah ada sebelumnya siswa, dan memandu kegiatan untuk mengatasi mereka dan kemudian membangun pada mereka.
Guru konstruktivis mendorong siswa untuk terus menilai bagaimana aktivitas tersebut membantu mereka memperoleh pemahaman. Dengan mempertanyakan diri mereka sendiri dan strategi mereka, siswa di kelas konstruktivis idealnya menjadi "pembelajar ahli." Ini memberi mereka alat yang pernah-memperluas untuk terus belajar. Dengan lingkungan kelas yang terencana, siswa belajar CARA BELAJAR.
2.      Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan manusia berpikir kritis sebagai kemampuan abstrak tidak dapat diamati secara langsung. Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah kita harus mengetahui ciri – cirinya. Siswa yang berpikir kritis akan mampu mengembangkan pengetahuannya dengan aktif berpikir mencari, menyusun ide dan solusi secara mandiri dalam pembelajaran bersama guru.
Berpikir kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulkan menggunakan kontrol aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. Seperti yang sampaikan Livingston (1997) salah satu ciri dari berpikir tingkat tinggi adalah proses yang melibatkan kontrol aktif selama proses kognitif itu berlangsung.
Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel, tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Berpikir kritis menurut Joane Kurfiss (Inch, et al., 2006) adalah sebagai sebuah pengkajian yang tujuannya untuk mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi dengan yakin.
Karakteristik berpikir kritis menurut Fisher (2009) terdiri dari dua hal yaitu, pertama, belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa pertanyaannya, kedua, belajar bagaimana bernalar, kapan menggunakan penalaran, dan apa metode penalaran yang dipakai. Jadi seseorang yang berpikir kritis maka ia biasa mengajukan pertanyaan yang tepat, menggabungkan informasi yang relevan, secara efesien dan kreatif menyusun informasi, mempunyai nalar yang masuk akal atas informasi yang dimiliki, dan kesimpulan kesimpulannya konsisten serta dapat dipercaya sehingga dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dan bisa memetik keberhasilan.
Berpikir kritis adalah pengambilan keputusan secara rasional atas apa yang diyakini dan dikerjakan. Menurut Michael Scriven and Richard Paul (Ebiendele Ebosele Peter, 2012) mengatakan: Critical thinking is the intelectually disciplined process of actively and skillfully conceptualizing, applying, analyzing, sinthesizing, and/or evaluating information gathered from orgenerated by observation, experience, reflection, reasoning, or communication, asguide to belief and action. tampak dari definisi tersebut bahwa berpikir kritis melibatkan aspek-aspek kognitif semisal aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berpikir kritis merupakan aspek penting dan topik yangvital dalam pendidikan modern sehingga para pendidik tertarik untukmengembangkan berpikir kritis kepada siswa. Dengan kemampuan berpikir kritis siswa akan mengembangkan pengetahuan dan pola pikirnya interpretasi, analisis, evaluasi, dan berargumen. Menurut Faccione (1998) mengacu pada konsensus para ahli dalam American Philosopical Association pada tahun 1990 memperkenalkan lima langkah dalam proses berpikir yaitu: interpretasi, analyisis, evaluasi, keahlian menyimpulkan, berargumen dan berefleksi.
Penafsiran ‘memahami dan mengungkapkan arti atau pentingnya perbedaan pengalaman, situasi, data, kejadian, penilaian, penemuan, keyakinan aturan, prosedur atau criteria’
Analisis ‘mengidentifikasi kecenderungan dan kesimpulan aktual hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk lain representasi yang dimasudkan untuk menyatakan keyakinan, penilaian, pengalaman, pemikiran, informasi dan pendapat.
Evaluasi ‘untuk menilai kredibilitas pernyataan atau represnetasi lain yang penting atau peggambaran persepsi orang, pengalaman, situasi, penilaian, keyakinan, atau pendapat; dan untuk menilai kekuatan logis kesimpulan aktual atau kecenderungan hubungan antar pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk representasi lainnya
Kesimpulan ‘untuk mengnali dan meyakini elemen yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal; untuk membentuk hipotesis dan dan perkiraan; untuk memperhitungkan informasi relevan dan memperhitungkan konsekuensi yang mengalir dari data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, pendapat, konsep, deskriopsi, pertanyaan, atau bentuk lain representasi.
Penjelasan ‘untuk menyatakan hasil pemikiran; untuk mengesahkan pemikiran dalam kerangka bukti, konsep, method, criteria dan pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar pemikiran seseorang; dan untuk menyajikan pemikiran orang dalam bentuk argumen yang kuat. Sumber: Marrapodi Jean (2003)
3.      Keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning
Keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah. Dalam pembelajaran sains, proses ilmiah tersebut harus dikembangkan pada siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Bagaimanapun pemahaman konsep sains tidak hanya mengutamakan hasil (produk) saja, tetapi proses untuk mendapatkan konsep tersebut juga sangat penting dalam membangun pengetahuan siswa. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah memiliki peran yang penting dalam menemukan konsep sains. Siswa dapat membangun gagasan baru sewaktu mereka berinteraksi dengan suatu gejala. Pembentukan gagasan dan pengetahuan siswa ini tidak hanya bergantung pada karakteristik objek, tetapi juga bergantung pada bagaimana siswa memahami objek atau memproses informasi sehingga diperoleh dan dibangun suatu gagasan baru. (http://rudy-unesa.blogspot.com/2011/10/ keterampilan-proses-sains.html)
Ada tiga dimensi ilmiah yang sangat penting dalam mengajarkan sains. Yang pertama adalah isi dari sains yaitu konsep dasar dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ilmiah yang pertama ini adalah yang kebanyakan dipikirkan orang. Dua dimensi ilmiah penting lain di samping pengetahuan ilmiah adalah proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah bagaimana ilmuwan melakukan proses dalam mendapatkan sains, sedangkan sikap ilmiah adalah bagaimana para ilmuwan bersikap ketika melakukan proses dalam mendapatkan sains tersebut. Sains adalah upaya untuk mempelajari, merumuskan permasalahan, dan menemukan jawaban tentang berbagai gejala alam. Oleh karena itu, maka keterampilan proses yang sama seperti yang dimiliki ilmuwan harus kita miliki dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan sehari-hari. Ketika kita mengajar siswa untuk menggunakan keterampilan proses dalam memahami sains, kita juga mengajarkan pada mereka keterampilan yang akan mereka gunakan dalam masa depan di setiap area kehidupan mereka.
4.      Landasan Keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning
Alam semesta beserta isinya diserahkan sepenuhnya untuk dipelihara dan dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia secara bijak agar kita bisa melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya.
Pada dasarnya setiap pokok bahasan dalam Ekologi bisa diintegrasikan dengan nilai-nilai agama Islam, untuk menambah keimanan, dan ketaqwaan siswa, terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Ternyata berdasarkan hasil pengamatan, kajian dan evaluasi yang penulis lakukan sewaktu masih menjadi guru ternyata pembelajaran yang menggunakan pendekatan integratif ini mempu­nyai pengaruh yang baik terhadap prestasi belajar, motivasi, perilaku dan sikap siswa.
Sebagai contoh nilai-nilai agama Islam yang bisa diintegrasikan pada pokok bahasan ekologi pada mata pelajaran  biologi. Dalam perspektif ekologi,  lingkungan hidup mencakup segala sesuatu yang ada disekitar kita yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik serta budaya manusia.
Realitas menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri-sendiri, ada saling ketergan­tungan antara makhluk hidup dengan sesamanya maupun dengan lingkungannya. Di samping itu bahwa aktifitas makhluk hidup termasuk manusia ternyata sangat dipengaruhi dan mempengaruhi terhadap lingkungan tempat hidupnya baik lingkungan abiotik maupun biotik. Sebagai contoh penulis mengintegrasikan nilai imtaq ke dalam materi lingkungan dalam suatu proses pembelajaran.
Lingkungan abiotik, yang meliputi segala sesuatu yang tidak hidup yang berupa benda mati yang secara tidak langsung terkaait pada keberadaan hidup, seperti air, tanah, cahaya, kelembaban, udara, pH, keadaan tanah tempat mahkluk hidup berada.
Air merupakan komponen utama yang sangat diperlukan oleln makhluk hidup, tanpa air tidak akan ada kehidupan. Air sebagai sumber kehidupan utama bagi kehidupan makhluk hidup, dijelaskan Allah pada al-Quran Surat al-Jatsiyah ayat 5, yang artinya: “Dan pada pergantian malam dan stang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda­tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. “. (QS. al-Jatsiyah [45] : 5)
Tanah menjadikan tempat tinggal sebagian besar makhluk hidup, peranan tanah sebagai lingkungan hidup sangat menentu­kan, Allah berfirman d~alam Surat al-Hijr ayat 19 yang artinya: “Dan kami telah mengham-parkan bumi dan mEnjadikan padanya gunung­gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Hijr [ 151: 19)
Dan juga diterangkan oleh Allah bagaimana fungsi tanah bagi kehidupan seperti yang terdapat dalam firman Allah yang artinya: “Dan tanah yang baik, tanaman­tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; clan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran Kami bagi orang-orang yang bersyukur”. (QS. al-A’Raf [7] : 58)
Angin, merupakan udara yang bergerak terjadi karena perbedaan tekanan udara, adanya angin menjadi tanda akan adanya hujan, dimana air hujan menj adi sesuatu yang sangat penting bagi mahkluk hidup, disamping itu angin akan mempengaruhi kehidupan teru­tama untuk tumbuh-tumbuhan yang sangat penting dalam penyer­bukan sehingga dapat mempertahan­kan kelangsungan hidupnya, dan selain itu angin dapat membantu dalam penyebaran organisme.
Adanya angin juga akan menga­_tur suhu udara, kelembaban udara, terj adinya hujan seperti apa yang ada pada firman Allah yang artinya “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakinya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah­celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dilcehendakiNya tiba-tiba mereka menjadi gembira”. ( QS. ar­Rum [301:48)
Cahaya, merupakan sumber energi bagi kehidupan di bumi, dengan proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan maka cahaya matahari ini akan diubah menjadi energi yang tersimpan dalam senyawa kimia. Senyawa kimia hasil fotosintesis (karbohidrat) inilah yang nanti dij adikan sebagi sumber energi dan makanan bagi organisme hidup. Apal:ah yang akan terj adi bila matahari tidak lagi memancarkan cahaya ? Tentunya akan terjadi malapetaka yang sangat hebat di permukaan bumi ini, maka perlu kita renungkan firman Allah SWT dalam al- Qur’an surat at-Takwir ayat 1 yang artinya “Apabila matahari telah digulung ( hiLang cahayanya) “. (QS. At-Taqwir [81]:1).
Dan juga dalam firman Allah dijelaskan begitu pentingnya matahari bagi kehidupan, yang artinya “Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari) “. (QS. an-Naba’ [?8]: 13), “Dan Kami( Allah) telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, da.n (kami menciptakan pula) makhluk yang kamu sekali-kali bukan, pemberi rezeki.” (QS. al-Hijr [15]:20).
Sedangkan lingkungan biotik, secara garis besar meliputi mikro­organisme, tumbuhan, hewan dan manusia.
Mikroorganisme, merupakan jasad makhluk kecil yang berperan penting sebagai jembatan hubungan antara lingkungan biotik dengan abiotik. Keanekaragaman makh­luk hidup yang di ada di bumi ini, sesuai dengan firman Allah yang artinya : “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami– tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”. (QS. al-Hijr [15): 21)
Tumbuhan, merupakan makh­luk yang menyediakan sumber makanan dan oksigen bagi makhluk hidup yang lain misalnya manusia, hewan maupun mikroor­ganisme karena kemampuannya bisa meiakukan fotosintesis. Firman Allah dalam al-Qu’ran yang artinya “Dan Kami turunkan air yang banyak tercurah. Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji­bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat “. (QS an­Naba’ [781: 14-16).
Adanya interaksi yang kompleks antara organisme hidup (biotik) dan abiotik dengan lingkungan­nya menunjukkan bahwa di alam ini antara makhluk hidup (biotik) dengan benda mati (abiotik) tidak bisa berdiri sendiri tetapi kebera­daannya saling mendukung satu sama lain. Organisme hidup tidak bisa hidup tanpa adanya faktor-faktor abiotik yang ada disekitarnya, begitu juga antara organisme satu dengan organisme yang lain juga saling membutuhkan: misalnya ttimbuhan tidak bisa hidup tanpa air dan canah, hewan dan manusia tidak bisa hidup tanpa ada tumbuhan, tumbuhan r_idak bisa hidup tanpa jasa mikroba sebagai pengurai bahan organik.
Sehingga kalau dicermati, ternyata di dalam ekosistem yang normal akan selalu ditemukan kaidah-kaidah yang akan mengatur keseimbangan ekosistem yang ada di dalam ekosistem, misalnya hahwa di suatu ekosistem itu secara alamiah (homeostatis) akan terkendali, karena di dalamnya akan terjadi interaksi antara seluruh unsur-unsur lingkungan yang saling mempengaruhi dan besifat timbal balik, interaksi tersebut terjadi antara komponen biotik dengan kompo­nen abiotik, komponen biotik dengan komponen biotik maupun komponen abiotik dengan kom­ponen abiotik.
Kaidah ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor tempat, waktu dan masing-masing mencer­minkan sifat-sifat yang khas. Kaidah-kaidah dalam ekosistem tersebut mencerminkan bahwa pada dasarnya alam ini sebetulnya dalam keadaan seimbang dan selaras, ini merupakan bukti kekusaan Allah, sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 3 yang artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali–ka.li ti.lak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak scimbang. Ivtaka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang idak seimbang”. (QS. al­Mulk [67J: 3).
Ekosistem sebetulnya merupa­kan sistenu yang dinamis yang terdiri dari tcomponen-komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi. Di dalam ekosistern akan selalu terjadi aliran energy melalui serangkaian rantai makanan dan siklus hara (siklus biogeokimia yang selalu dalam keadaan seimbang) .
Interkasi antara komponen ekosistem yang meliputi komponen biotik dan komponen abiotik diatas merupakan sunnatullah yang perlu kita pikirkan dan kita syukuri sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 19 sampai ayat 21 di atas (https://alfarabi1984.wordpress.com)
E.     Metode Penelitian
1.      Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul Pengembangan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto adalah (research and development) atau penelitian pengembangan. Penelitian ini diarahkan pada pengembangan suatu produk model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif mata pelajaran sains meningkatkan memampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning siswa. Produk yang model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif.
Rancangan penelitian dan pengembangan ini mengacu pada percobaan yang telah dilakukan pada Far West Laboratory, secara lengkap menurut Borg dan Gall ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu:
1.      Penelitian dan pengumpulan data (Research and information collecting).
2.      Perencanaan (Planning).
3.      Pengembangan draf produk (Develop preliminary form ofproduct).
4.      Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing).
5.      Merevisi hasil uji coba (Mainproduct revision).
6.      Uji coba lapangan (Main field testing).
7.      Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operasionalproduct revision).
8.      Uji pelaksanaan lapangan (Operasional field testing).
9.      Penyempurnaan produk akhir (Finalproduct revision).
10.   Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation).

2.      Model Pengembangan
Pengertian penelitian pengembangan menurut Borg & Gall adalah suatu proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.1 2 3 Penelitian pengembangan itu sendiri dilakukan berdasarkan suatu model pengembangan berbasis industri, yang temuan-temuannya dipakai untuk mendesain produk dan prosedur, yang kemudian secara sistematis dilakukan uji lapangan, dievaluasi, disempurnakan untuk memenuhi criteria keefektifan, kualitas, dan standar tertentu.
Dari uraian di atas penelitian pengembangan adalah kegiatan yang menghasilkan produk ataupun menyempurnakan produk kemudian diteliti keefektifan dan kelayakan dari produk tersebut.
3.      Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan dilakukan melalui 5 tahap yakni 1) menentukan model yang akan dikembangkan; 2) mengidentifikasi silabus mata pelajaran; 3) persiapan pengembangan dengan mengikuti langkah-langkah Dick & Carey; 4) pengembangan prototipe yang terdiri: a) petunjuk, b) tujuan umum, c) tujuan khusus, d) kerangka isi, e) uraian isi, f) rangkuman, g) tugas/latihan dan jawaban/penilaian tugas/latihan; 5) tahap merancang dan melakukan evaluasi formatif terdiri: 1. tinjauan ahli matapelatihan (isi), ahli rancangan, ahli media, 2. uji coba perorangan, dan 3. uji coba kelompok.
Gambar 3.2 Model pengembangan rancangan pembelajaran Dick, Carey, dan Carey (2005)
4.      Uji Coba Produk
Uji coba model atau produk merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian pengembangan, yang dilakukan setelah rancangan produk selesai. Uji coba model atau produk bertujuan untuk mengetahui apakah produk yang dibuat layak digunakan atau tidak. Uji coba model atau produk juga melihat sejauh mana produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Model atau produk yang baik memenuhi 2 kriteria yaitu: kriteria pembelajaran (instructional criteria) dan kriteria penampilan (presentation criteria). Ujicoba dilakukan 3 kali: (1) Uji-ahli (2) Uji terbatas dilakukan terhadap kelompok kecil sebagai pengguna produk; (3) Uji-lapangan (field Testing). Dengan uji coba kualitas model atau produk yang dikembangkan betul-betul teruji secara empiris.
F.     Analisis Data
1.    Analisis Data Validasi Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif Oleh Ahli
Analisis data dari ahli dilakukan dengan mengubah data dalam bentuk huruf menjadi dalam bentuk angka. Setiap komponen yang merupakan indikator, Analisis dilakukan dengan membandingkan setiap komponen yang merupakan indikator dengan standar skor minimum. Skor batas minimum tersebut adalah 21. Indikator dengan skor 20 ke bawah harus direvisi.
Analisis aspek model pembelajaran (RPP dan LKS) dari ahli secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.
Dilihat hasil analisis kualitas Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif di atas dapat disimpulkan bahwa RPP/ Skenario Pembelajaran sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor masing-masing komponen yang merupakan indikator untuk Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif tidak ada yang kurang dari 3,0. Pada peilaian ini tidak ada saran untuk revisi.
Dilihat hasil analisis kualitas Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif di atas dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor masing-masing komponen yang merupakan indikator untuk Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif tidak ada yang kurang dari 3,0. Meskipun begitu, Saran dan komentar untuk Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif ditanggapi sebagai berikut.
a.      Kecukupan waktu untuk setiap langkah perlu direvisi

2.    Analisis Data Validasi Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif oleh Siswa
Hasil pengolahan data angket pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif diketahui bahwa rata-rata pilihan siswa adalah 3.60, hal ini dikategorikan Cukup dengan simpang baku 0.31.
Setelah diujicobakan kepada siswa selaku pengguna langsung telah dilakukan beberapa penggantian seperti berikut.
a.      memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model
b.     Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model
Hasil pengolahan data angket pembelajaran dengan menggunkan Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif diketahui bahwa rata-rata pilihan siswa adalah 3.64, hal ini dikategorikan Cukup dengan simpang baku 0.26.
Setelah diujicobakan kepada siswa selaku pengguna langsung telah dilakukan beberapa penggantian seperti berikut.
a.      Memperbaiki tampilan model atau mengganti strategi pembelajarannya

G.    Verifikasi/Revisi Produk
Adapun rervisi yang telah dilakukan berdasarkan uji empirik adalah:
a.      Kecukupan waktu untuk setiap langkah perlu direvisi
b.     memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model
c.      Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model
d.     Memperbaiki tampilan model atau mengganti strategi pembelajarannya
Produk produk yang sudah direvisi dianggap valid, karena sudah melalui tahapan uji coba baik secara teoretis maupun empiris..

H.    Kesimpulan
Hasil penelitian Pengembangan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto ini telah melaksanakan langkah-langkah yang telah direncanakan. Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah (1) melakukan analisis kebutuhan; (2) menentukan kompetensi dan model pembelajaran; (3) merumuskan judul, SK, dan KD; (4) menyusun program produk; (5) memvalidasi, uji coba produk dan merevisi. Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.      Produk yang direvisi berdasarkan hasil uji teoritis maupun empiris adalah: a) Revisi Lembar Kerja Siswa (LKS) oleh ahli: (1) Kecukupan waktu untuk setiap langkah perlu direvisi b) Revisi oleh Siswa: (1) memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model (2) Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model (3) Memperbaiki tampilan model atau mengganti strategi pembelajarannya.
2.      Produk yang dikembangkan menarik untuk pembelajaran di kelas secara klasikal dan secara mandiri.
3.      Produk produk ini dapat meringankan beban guru dalam mengajar.
4.      Hasil dari validasi ahli dan uji coba, model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif ini layak digunakan untuk mata pelajaran Sains.
5.      Produk yang dikembangkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan motivasi merupakan salah satu syarat dari terlaksananya model pembelajaran produktif.

I.      Saran-Saran
Berdasar simpulan dari penelitian ini, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.
1.      Model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif yang dikembangkan bisa juga digunakan sebagai tugas yang dapat diberikan pada saat guru berhalangan hadir.
2.      Produk model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif ini dapat dikembangkan oleh para pendidik khususnya guru Sains sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, memotivasi siswa dan meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif yang lebih menarik.

J.      Daftar Pustaka
Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Akker, J. 1999 Principles and Methods of Development Research. Dalam Plomp, T., Nieveen, N., Gustafson, K., Branch, R.M. dan Van Den Akker, J. (eds). Design Approaches and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher

Anita Lie. 2007. Kooperatif Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di. Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama.
Arikunto, Suharsini, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Canale. M dan M. Swain. 1980. “Theoretical of Communicative Approaches to Second Language Teching and Learning”. Applied Linguistics. London: Longman.
Choy, Ng Kim. 1999. Perbezaan Pembelajaran Kolaboratif & Pembelajaran Koperatif.[online] Tersedia: http://www.teachersrock.net. Diakses tanggal 14 April 2015.
Corey, G. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,CA:Brooks/Cole.
Degeng, I. N. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokratisasi. Makalah Seminar Regional, di Universitas PGRI Surabaya: 19 April 2000.
Dick, W. dan Carey, L. 2005. The Systematic Design of Instruction. United States of America: Scott Foresman and Company.
Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
https://alfarabi1984.wordpress.com/2010/10/27/pembelajaran-biologi-yang-berbasis-imtaq-dengan-pendekatan-integratif-science-enviorenment-societytechnology-and-religion-oleh-agus-wasisto-dwi-ddwmpd-widyaiswara-lpmp-diy/
Gay, LR. 1987. Research in Education. New York: McGraw-Hill Book
Gokhale, A 1995. Collaborative learning enhances critical thinking. Journal of Technology Education, (7 1. [Online]. Tersedia: http://scolar.lib.vt.edu/eiournals/ JTE/jte-v7n1 /gokhale, jt-v7n1.html. diakses tanggal 14 April 2015.
Heinich, Molenda, dan Russel. 1989. Instructional media and the new technologiest of instruction. (Third edition). USA: Macmillan, inc
Hitipeuw, I. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Ibrahim, M. & Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA- University Press.
Isjoni, 2009, Pembelajaran Kooperatif, Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Lang, H. R, & Evans, D.N. 2006. Models, Strategis, and Methods for Effective Teaching. USA: Pearson Education, Inc.
Miftahul Huda. 2011 Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Morrison, G., Ross, S., & Kemp, J. 2001. Design effective instruction. New York: John Wiley & Sons
Nasution. 1995, Mengajar Dengan Sukses, Bumi Aksara,. Jakarta.
Oakley, Lisa. 2004. Cognitive Development.London: Routledge-Taylor & Francis
Oemar Hamalik, 1999. Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara: Jakarta,
Ornstein, C., Levine, U.D.1984. Foundations of Education, Houghton Mifflin Company. Boston.
Panitz, Ted. 1996. A Definition of Collaborative vs Cooperative Learning. [Online].Tersedia:http://www.city.londonmet.ac.uk/deliberations/collab.learning/panitz2. html. Diakses tanggal 14 April 2015.
Plomp, Tj. 1994. Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds). Educational &Training System Design: Introduction. Design of Education and Training (in Dutch).Utrecht (the Netherlands): Lemma. Netherland. Faculty of Educational Science andTechnology, University of Twente
Prasetya Irawan,. 1997 Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar (Pekerti). Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Rahmantyo, G. 2010. Teori Pembelajaran Kooperatif (Online) (http://blog-anakdesa.blogspot.com/2010/01/teori-belajar-kooperatif.html, diakses tanggal 14 April 2015.
Rita C. Richey, J. D. K., Wayne A. Nelson. 2009. Developmental Research: Studies of Instructional Design and Development.
Robert E. Slavin, 2005, Cooperative Learning: theory, research and practice, London: Allymand Bacon.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta.
Romlah, T. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang.
Ross, S. M., & Morrison, G. R. 1996. Experimental research methods. Handbook of research for educational communications and technology: A project of the association for educational communications and technology, 1148-1170.
Sadtono, E. 1987. Antologi Pengajaran Bahasa Asing Khususnya Bahasa Inggris. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikaan dan Kebudayaan.
Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua (terjemahan). Jakarta: Kencana.
Sato, Manabu 2007. Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah, makalah dalam Bacaan Rujukan untuk Lesson Study - Berdasarkan Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta: Sisttems
Seels, B., & Richey, R. 1994. Instructional technology: The definition and domains of the field. Washington, DC: Association for Educational Communications and Technology.
Seels, Barbara B. & Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Penerjemah Dewi S. Prawiradilaga dkk. Jakarta: Kerjasama IPTPI LPTK UNJ.
Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology: Theory and Practice Eighth Edition. USA: Allyn Bacon.
Slavin, R. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Edisi Kedelapan (Jilid 2. Jakarta: PT Indeks.
Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma. Pustaka.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suparman, A. 2001. Desain instruksional. Pusat antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidkan Tinggi, Departemen Pendidikan Tinggi.
Suparno, Paul 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suprijono. Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Tessmer, Martin. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluations. Philadelphia: Kogan Page.
van den Akker J. 1999. Principles and Methods of Development Research. Pada J. van den Akker, R.Branch, K. Gustafson, Nieven, dan T. Plomp (eds), Design Approaches and Tools in Education and Training (pp. 1-14. Dortrech: Kluwer Academic Publishers.
van den Akker J., dkk. 2006. Educational Design Research. London and New York: Routledge.
Vygotsky , L.S. 1978. Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Editor: Michael Cole, Vera John-Steiner, Sylvia Scribner, Ellen Souberman . Cambrigde, Massachusetts: Harvard University Press
W. S. Winkel, 1989. Psikologi Pengajaran, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Wang H, Li J, Bostock RM, Gilchrist DG. 1996. Apoptosis: A Functional Paradigm for Programmed Plant Cell Death Induced by A Host- Selective Phytotoxin and Invoked During Development. Plant Cell 8: 375–391.
Wiersema, N. 2000. How Does Collaborative Learning Actually Work in A Classroom and How Do Students React to 7t?.[Online]. Tersedia: http://www.city.londonmet.ac.uk/deliberations/collab.learning/wiersema.html. Diakses tanggal 14 April 2015.

No comments:

Post a Comment