Pengembangan
model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri Jetis 2
dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto
Happy Ikmala*
aProgram Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto
aProgram Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto
*Koresponden
penulis: ikmal_01@jurnal.stitradenwijaya.ac.id
Abstract
Creating a
constructivist-collaborative model of learning in improving the ability of
critical thinking and science-based process skills al-qur'an learning becomes
an interesting model of learning and helps teachers to improve the
effectiveness of learning, it is necessary an innovative learning model in
order to improve the ability to think critically And science-based process
skills of al-qur'an learning students. The purpose of this research development
is: Creating a model of learning model based on constructivist-collaborative
learning that has been applied to Students Class VIII SMP Negeri Jetis 2 and
SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto. Collaborative constructivist-based
learning products in Improving Critical Thinking Skills and Scientific-based
learning process skills al-qur'an learning on Grade VIII students of SMP Negeri
Jetis 2 and SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto have been refined based on
analysis of trial data. Based on the steps that have been implemented can be
concluded as follows. 1). The revised products based on theoretical and
empirical test results are: a) Revised Student Worksheet (LKS) by experts: (1)
Adequate time for each step needs to be revised b) Student revision: (1)
improve the use of resources in applying the model (2) ) Changing the way of
evaluation in the use of the model (3) Improving the look of the model or
changing its learning strategy. 2) The developed product is attractive for
classroom learning in a classical and independent manner. 3) This product
product can ease the burden of teachers in teaching. 4) The results of expert
validation and trials, this collaborative constructivist-based learning model
is worthy of use for Science subjects. 5) The developed product can improve
students' learning motivation, and motivation is one of the requirements of the
implementation of productive learning model.
Keywords: Constructivist
collaborative, critical thinking, science al-qur'an learning
A. Latar
Belakang
Mengatasi keheterogenan siswa atau mahasiswa dalam
berbagai aspek, khususnya aspek motivasi dan tingkat intelektual, maka
melaksanakan pembelajaran atau perkuliahan dimana siswa atau mahasiswa belajar
dalam kelompok-kelompok kecil dapat merupakan salah satu solusi. Namun,
pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bagaimana kelompok-kelompok tersebut
harus dibentuk, bagaimana para siswa atau mahasiswa harus belajar dalam
kelompoknya, bagaimana materi atau tugas harus diberikan, bagaimana cara setiap
siswa atau mahasiswa mengambil peran dalam kelompoknya, dan bagaimana guru atau
dosen melibatkan diri dalam kelompok, sedemikian hingga setiap siswa atau
mahasiswa dapat dijamin haknya untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna?.
Sato
(2007) menawarkan suatu model pembelajaran sebagai solusi, yang ia sebut dengan
pembelajaran kolaboratif. Menurutnya, pembelajaran haruslah “melampaui batas
dan melompat” melalui kolaborasi. Untuk mencapai target pembelajaran yang lebih
tinggi, dan juga untuk memberi kesempatan bagi setiap siswa untuk belajar
secara mendalam, terdapat satu kunci yang penting: siswa berlatih mengajukan
pertanyaan pada teman, “Bagaimana saya bisa memecahkan masalah ini?”. Untuk
dapat menciptakan keadaan yang membuat seorang siswa perlu bertanya kepada
siswa lainnya, tingkat materi pelajaran (masalah) yang diberikan haruslah lebih
tinggi dari biasanya. Makin mudah masalahnya menjadikan makin jarang siswa yang
bertanya kepada temannya. Untuk mereka yang berada pada kelompok bawah
(kemampuan dibawah rata-rata kelas), jika mereka tidak dapat menyelesaikan
soal/masalah yang dianggap mudah untuk kelompok atau siswa lain, mereka akan
lebih cenderung untuk berusaha memecahkan masalah dan menghadapi kesulitannya
tanpa bantuan orang lain. Kalau mereka gagal, maka mereka akan selalu tersisih
dari yang lain, dan semakin tertinggal di belakang.
Pembelajaran
kolaboratif menurut Sato adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok,
namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan
kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam
pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok.
Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil
dari keragaman atau perbedaan (Sato, 2007).
Pada
dasarnya pembelajaran kolaboratif merujuk pada suatu metoda pembelajaran dimana
siswa dari tingkat performa yang berbeda bekerja bersama dalam suatu kelompok
kecil. Setiap siswa bertanggung jawab terhadap pembelajaran siswa yang lain,
sehingga kesuksesan seorang siswa dapat membantu siswa lain untuk menjadi
sukses. Gokhale (1995) menyebutkan bahwa ’’collaborative
learning fosters development of critical thinking through discussion,
clarification of ideas, and evaluation of other’s ideas”. Wiersema (2000)
juga menyatakan hal yang senada, yaitu bahwa ’’Collaborative Lerning is philosophy: working together, building
together, learning together, changing together, improving together”.
Sedangkan Lang & Evans (2006) menyatakan bahwa ’’Collaborative learning is an approach to teaching and learning in
which student interact to share ideas, explore a question, and complete a
project".
Contextual Teaching and Learning
adalah Konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dg situasi dunia nyata siswa (konteks pribadi, lingkungan fisik,
sosial, kultural); Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan-nya dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari;
dan Menempatkan siswa didalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan
awal siswa dengan materi yang sedang dipelajarinya dan sekaligus memperhatikan
faktor kebutuhan individual siswa.
Berdasarkan
data dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di SMP Negeri Jetis 2
dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten Mojokerto diperoleh data bahwa model
pembelajaran yang digunakan oleh guru masih miskin wawasan-wawasan inoatif.
Setelah ditinjau, sarana dan prasarana pembelajaran cukup lengkap tetapi
keahlian guru dalam penggunaan alat kurang, pemanfaatan sumber belajar belum
optimal, siswa kurang dilibatkan dalam kegiatan belajar mengajar karena guru
masih mendominasi kelas.
Menindaklanjuti
kondisi di atas yakni menjadikan model pembelajaran berbasis
konstruktivis-kolaboratif dalam meningkatkan memampuan berpikir kritis dan
keterampilan proses berbasis sains
al-qur’an learning menjadi model pelajaran yang menarik dan membantu tugas
guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran, maka diperlukan suatu model
pembelajaran yang inovatif meningkatkan memampuan berpikir kritis dan
keterampilan proses berbasis sains
al-qur’an learning siswa. Salah satu model pembelajaran yang meliputi serangkaian
pengalaman belajar yang terencana yang disusun secara sistematis, operasional,
dan terarah untuk membantu siswa menguasai tujuan pembelajaran yang spesifik
adalah model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif dalam meningkatkan
memampuan berpikir kritis dan keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai
berikut:
Diperlukan
model pembelajaran model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif pada
Siswa Kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri Gondang 2 Kabupaten
Mojokerto
C. Tujuan Model
Tujuan
dalam penelitian ini adalah:
Membuat
model pembelajaran model pembelajaran berbasis konstruktivis-kolaboratif yang
selama ini diterapkan pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri
Gondang 2 Kabupaten Mojokerto
D.
Kajian pustaka
1. Model Pembelajaran Berbasis
Konstruktivis Kolaboratif
Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Menurut Slavin (2006) teori konstruktivistik adalah teori
yang menyatakan bahwa peserta didik secara individual harus menemukan dan
mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap
aturan-aturan informasi yang lama, dan merevisi aturan-aturan yang lama bila
sudah tidak sesuai lagi.
Menurut
Santrock (2008) konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran yang
menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman.
Hakikat
pembelajaran konstruktivistik menurut Brooks & Brooks (1993) adalah
pengetahuan bersifat non-objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna. Atas
dasar ini, maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergantung pada pengalaman dan perspektif yang digunakan dalam
menginterpretasikannya.
Konstruktivisme
pada dasarnya adalah sebuah teori - berdasarkan pengamatan dan kajian ilmiah -
tentang bagaimana orang belajar. Ia mengatakan bahwa orang-orang membangun
pemahaman mereka sendiri dan pengetahuan dunia, melalui mengalami hal-hal dan
merefleksikan pengalaman-pengalaman. Ketika kita menemukan sesuatu yang baru,
kita harus berdamai dengan ide-ide kami sebelumnya dan pengalaman, mungkin mengubah
apa yang kita percaya, atau mungkin membuang informasi baru yang tidak relevan.
Dalam kasus apapun, kita adalah pencipta aktif pengetahuan kita sendiri. Untuk
melakukan hal ini, kita harus mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi, dan
menilai apa yang kita ketahui.
Di
dalam kelas, pandangan konstruktivis belajar dapat menunjuk kepada sejumlah
praktek pengajaran yang berbeda. Dalam pengertian yang paling umum, biasanya
berarti mendorong siswa untuk menggunakan teknik aktif (percobaan, pemecahan
masalah dunia nyata) untuk membuat lebih banyak pengetahuan dan kemudian untuk
merenungkan dan berbicara tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana
pemahaman mereka berubah. Guru memastikan dia mengerti konsep yang sudah ada
sebelumnya siswa, dan memandu kegiatan untuk mengatasi mereka dan kemudian
membangun pada mereka.
Guru
konstruktivis mendorong siswa untuk terus menilai bagaimana aktivitas tersebut
membantu mereka memperoleh pemahaman. Dengan mempertanyakan diri mereka sendiri
dan strategi mereka, siswa di kelas konstruktivis idealnya menjadi
"pembelajar ahli." Ini memberi mereka alat yang pernah-memperluas
untuk terus belajar. Dengan lingkungan kelas yang terencana, siswa belajar CARA
BELAJAR.
2. Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan
manusia berpikir kritis sebagai kemampuan abstrak tidak dapat diamati secara
langsung. Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah kita
harus mengetahui ciri – cirinya. Siswa yang berpikir kritis akan mampu
mengembangkan pengetahuannya dengan aktif berpikir mencari, menyusun ide dan
solusi secara mandiri dalam pembelajaran bersama guru.
Berpikir
kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat mengambil
keputusan atau menarik kesimpulkan menggunakan kontrol aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan
skillful thinking. Seperti yang
sampaikan Livingston (1997) salah satu ciri dari berpikir tingkat tinggi adalah
proses yang melibatkan kontrol aktif selama proses kognitif itu berlangsung.
Keterampilan
berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk keterampilan
berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel,
tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir
kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan
berpikir kreatif.
Berpikir
kritis menurut Joane Kurfiss (Inch, et al., 2006) adalah sebagai sebuah
pengkajian yang tujuannya untuk mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan,
atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan yang
mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi
dengan yakin.
Karakteristik
berpikir kritis menurut Fisher (2009) terdiri dari dua hal yaitu, pertama,
belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa pertanyaannya, kedua,
belajar bagaimana bernalar, kapan menggunakan penalaran, dan apa metode
penalaran yang dipakai. Jadi seseorang yang berpikir kritis maka ia biasa
mengajukan pertanyaan yang tepat, menggabungkan informasi yang relevan, secara
efesien dan kreatif menyusun informasi, mempunyai nalar yang masuk akal atas
informasi yang dimiliki, dan kesimpulan kesimpulannya konsisten serta dapat
dipercaya sehingga dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dan bisa memetik keberhasilan.
Berpikir
kritis adalah pengambilan keputusan secara rasional atas apa yang diyakini dan
dikerjakan. Menurut Michael Scriven and Richard Paul (Ebiendele Ebosele Peter,
2012) mengatakan: Critical thinking is
the intelectually disciplined process of actively and skillfully
conceptualizing, applying, analyzing, sinthesizing, and/or evaluating
information gathered from orgenerated by observation, experience, reflection,
reasoning, or communication, asguide to belief and action. tampak dari
definisi tersebut bahwa berpikir kritis melibatkan aspek-aspek kognitif semisal
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berpikir
kritis merupakan aspek penting dan topik yangvital dalam pendidikan modern
sehingga para pendidik tertarik untukmengembangkan berpikir kritis kepada
siswa. Dengan kemampuan berpikir kritis siswa akan mengembangkan pengetahuan
dan pola pikirnya interpretasi, analisis, evaluasi, dan berargumen. Menurut
Faccione (1998) mengacu pada konsensus para ahli dalam American Philosopical
Association pada tahun 1990 memperkenalkan lima langkah dalam proses berpikir
yaitu: interpretasi, analyisis, evaluasi, keahlian menyimpulkan, berargumen dan
berefleksi.
Penafsiran
‘memahami dan mengungkapkan arti atau pentingnya perbedaan pengalaman, situasi,
data, kejadian, penilaian, penemuan, keyakinan aturan, prosedur atau criteria’
Analisis
‘mengidentifikasi kecenderungan dan kesimpulan aktual hubungan antara
pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk lain representasi yang
dimasudkan untuk menyatakan keyakinan, penilaian, pengalaman, pemikiran,
informasi dan pendapat.
Evaluasi
‘untuk menilai kredibilitas pernyataan atau represnetasi lain yang penting atau
peggambaran persepsi orang, pengalaman, situasi, penilaian, keyakinan, atau
pendapat; dan untuk menilai kekuatan logis kesimpulan aktual atau kecenderungan
hubungan antar pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk representasi
lainnya
Kesimpulan
‘untuk mengnali dan meyakini elemen yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan
yang masuk akal; untuk membentuk hipotesis dan dan perkiraan; untuk
memperhitungkan informasi relevan dan memperhitungkan konsekuensi yang mengalir
dari data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, pendapat, konsep,
deskriopsi, pertanyaan, atau bentuk lain representasi.
Penjelasan
‘untuk menyatakan hasil pemikiran; untuk mengesahkan pemikiran dalam kerangka
bukti, konsep, method, criteria dan pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar
pemikiran seseorang; dan untuk menyajikan pemikiran orang dalam bentuk argumen
yang kuat. Sumber: Marrapodi Jean (2003)
3. Keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning
Keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning adalah
pendekatan yang didasarkan pada anggapan bahwa sains itu terbentuk dan
berkembang melalui suatu proses ilmiah. Dalam pembelajaran sains, proses ilmiah
tersebut harus dikembangkan pada siswa sebagai pengalaman yang bermakna.
Bagaimanapun pemahaman konsep sains tidak hanya mengutamakan hasil (produk)
saja, tetapi proses untuk mendapatkan konsep tersebut juga sangat penting dalam
membangun pengetahuan siswa. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah memiliki
peran yang penting dalam menemukan konsep sains. Siswa dapat membangun gagasan
baru sewaktu mereka berinteraksi dengan suatu gejala. Pembentukan gagasan dan pengetahuan
siswa ini tidak hanya bergantung pada karakteristik objek, tetapi juga
bergantung pada bagaimana siswa memahami objek atau memproses informasi
sehingga diperoleh dan dibangun suatu gagasan baru. (http://rudy-unesa.blogspot.com/2011/10/ keterampilan-proses-sains.html)
Ada tiga dimensi ilmiah yang sangat
penting dalam mengajarkan sains. Yang pertama adalah isi dari sains yaitu
konsep dasar dan pengetahuan ilmiah. Dimensi ilmiah yang pertama ini adalah
yang kebanyakan dipikirkan orang. Dua dimensi ilmiah penting
lain di samping pengetahuan ilmiah adalah proses ilmiah dan sikap ilmiah.
Proses ilmiah adalah bagaimana ilmuwan melakukan proses dalam mendapatkan
sains, sedangkan sikap ilmiah adalah bagaimana para ilmuwan bersikap ketika
melakukan proses dalam mendapatkan sains tersebut. Sains adalah upaya untuk
mempelajari, merumuskan permasalahan, dan menemukan jawaban tentang berbagai
gejala alam. Oleh karena itu, maka keterampilan proses yang sama seperti yang
dimiliki ilmuwan harus kita miliki dalam memecahkan berbagai permasalahan
kehidupan sehari-hari. Ketika kita mengajar siswa untuk menggunakan
keterampilan proses dalam memahami sains, kita juga mengajarkan pada mereka
keterampilan yang akan mereka gunakan dalam masa depan di setiap area kehidupan
mereka.
4. Landasan Keterampilan proses berbasis sains al-qur’an learning
Alam
semesta beserta isinya diserahkan sepenuhnya untuk dipelihara dan dimanfaatkan
untuk keperluan hidup manusia secara bijak agar kita bisa melaksanakan amanah
Allah dengan sebaik-baiknya.
Pada
dasarnya setiap pokok bahasan dalam Ekologi bisa diintegrasikan dengan
nilai-nilai agama Islam, untuk menambah keimanan, dan ketaqwaan siswa, terhadap
Tuhan Yang Maha Kuasa, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Ternyata
berdasarkan hasil pengamatan, kajian dan evaluasi yang penulis lakukan sewaktu
masih menjadi guru ternyata pembelajaran yang menggunakan pendekatan integratif
ini mempunyai pengaruh yang baik terhadap prestasi belajar, motivasi, perilaku
dan sikap siswa.
Sebagai
contoh nilai-nilai agama Islam yang bisa diintegrasikan pada pokok bahasan
ekologi pada mata pelajaran biologi.
Dalam perspektif ekologi, lingkungan
hidup mencakup segala sesuatu yang ada disekitar kita yang terdiri dari faktor
biotik dan abiotik serta budaya manusia.
Realitas
menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri-sendiri, ada saling
ketergantungan antara makhluk hidup dengan sesamanya maupun dengan
lingkungannya. Di samping itu bahwa aktifitas makhluk hidup termasuk manusia
ternyata sangat dipengaruhi dan mempengaruhi terhadap lingkungan tempat
hidupnya baik lingkungan abiotik maupun biotik. Sebagai contoh penulis
mengintegrasikan nilai imtaq ke dalam materi lingkungan dalam suatu proses
pembelajaran.
Lingkungan
abiotik, yang meliputi segala sesuatu yang tidak hidup yang berupa benda mati
yang secara tidak langsung terkaait pada keberadaan hidup, seperti air, tanah,
cahaya, kelembaban, udara, pH, keadaan tanah tempat mahkluk hidup berada.
Air
merupakan komponen utama yang sangat diperlukan oleln makhluk hidup, tanpa air
tidak akan ada kehidupan. Air sebagai sumber kehidupan utama bagi kehidupan
makhluk hidup, dijelaskan Allah pada al-Quran Surat al-Jatsiyah ayat 5, yang
artinya: “Dan pada pergantian malam dan stang dan hujan yang diturunkan Allah
dari langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan
pada perkisaran angin terdapat pula tandatanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berakal. “. (QS. al-Jatsiyah [45] : 5)
Tanah
menjadikan tempat tinggal sebagian besar makhluk hidup, peranan tanah sebagai
lingkungan hidup sangat menentukan, Allah berfirman d~alam Surat al-Hijr ayat
19 yang artinya: “Dan kami telah mengham-parkan bumi dan mEnjadikan padanya
gununggunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS.
Al-Hijr [ 151: 19)
Dan
juga diterangkan oleh Allah bagaimana fungsi tanah bagi kehidupan seperti yang
terdapat dalam firman Allah yang artinya: “Dan tanah yang baik,
tanamantanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; clan tanah yang tidak
subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi
tanda-tanda kebesaran Kami bagi orang-orang yang bersyukur”. (QS. al-A’Raf [7]
: 58)
Angin,
merupakan udara yang bergerak terjadi karena perbedaan tekanan udara, adanya
angin menjadi tanda akan adanya hujan, dimana air hujan menj adi sesuatu yang
sangat penting bagi mahkluk hidup, disamping itu angin akan mempengaruhi
kehidupan terutama untuk tumbuh-tumbuhan yang sangat penting dalam penyerbukan
sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, dan selain itu angin
dapat membantu dalam penyebaran organisme.
Adanya
angin juga akan menga_tur suhu udara, kelembaban udara, terj adinya hujan
seperti apa yang ada pada firman Allah yang artinya “Allah, Dialah yang
mengirim angin, lalu angin itu menggerakan awan dan Allah membentangkannya di
langit menurut yang dikehendakinya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu lihat hujan keluar dari celahcelahnya, maka apabila hujan itu turun
mengenai hamba-hambaNya yang dilcehendakiNya tiba-tiba mereka menjadi gembira”.
( QS. arRum [301:48)
Cahaya,
merupakan sumber energi bagi kehidupan di bumi, dengan proses fotosintesis yang
dilakukan oleh tumbuhan maka cahaya matahari ini akan diubah menjadi energi
yang tersimpan dalam senyawa kimia. Senyawa kimia hasil fotosintesis (karbohidrat)
inilah yang nanti dij adikan sebagi sumber energi dan makanan bagi organisme
hidup. Apal:ah yang akan terj adi bila matahari tidak lagi memancarkan cahaya ?
Tentunya akan terjadi malapetaka yang sangat hebat di permukaan bumi ini, maka
perlu kita renungkan firman Allah SWT dalam al- Qur’an surat at-Takwir ayat 1
yang artinya “Apabila matahari telah digulung ( hiLang cahayanya) “. (QS.
At-Taqwir [81]:1).
Dan
juga dalam firman Allah dijelaskan begitu pentingnya matahari bagi kehidupan,
yang artinya “Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari) “. (QS.
an-Naba’ [?8]: 13), “Dan Kami( Allah) telah menjadikan untukmu di bumi
keperluan-keperluan hidup, da.n (kami menciptakan pula) makhluk yang kamu
sekali-kali bukan, pemberi rezeki.” (QS. al-Hijr [15]:20).
Sedangkan
lingkungan biotik, secara garis besar meliputi mikroorganisme, tumbuhan, hewan
dan manusia.
Mikroorganisme,
merupakan jasad makhluk kecil yang berperan penting sebagai jembatan hubungan
antara lingkungan biotik dengan abiotik. Keanekaragaman makhluk hidup yang di
ada di bumi ini, sesuai dengan firman Allah yang artinya : “Dan tidak ada
sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami– tidak menurunkannya
melainkan dengan ukuran yang tertentu”. (QS. al-Hijr [15): 21)
Tumbuhan,
merupakan makhluk yang menyediakan sumber makanan dan oksigen bagi makhluk
hidup yang lain misalnya manusia, hewan maupun mikroorganisme karena
kemampuannya bisa meiakukan fotosintesis. Firman Allah dalam al-Qu’ran yang
artinya “Dan Kami turunkan air yang banyak tercurah. Supaya Kami tumbuhkan
dengan air itu bijibijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat “.
(QS anNaba’ [781: 14-16).
Adanya
interaksi yang kompleks antara organisme hidup (biotik) dan abiotik dengan
lingkungannya menunjukkan bahwa di alam ini antara makhluk hidup (biotik)
dengan benda mati (abiotik) tidak bisa berdiri sendiri tetapi keberadaannya
saling mendukung satu sama lain. Organisme hidup tidak bisa hidup tanpa adanya
faktor-faktor abiotik yang ada disekitarnya, begitu juga antara organisme satu
dengan organisme yang lain juga saling membutuhkan: misalnya ttimbuhan tidak
bisa hidup tanpa air dan canah, hewan dan manusia tidak bisa hidup tanpa ada
tumbuhan, tumbuhan r_idak bisa hidup tanpa jasa mikroba sebagai pengurai bahan
organik.
Sehingga
kalau dicermati, ternyata di dalam ekosistem yang normal akan selalu ditemukan
kaidah-kaidah yang akan mengatur keseimbangan ekosistem yang ada di dalam ekosistem,
misalnya hahwa di suatu ekosistem itu secara alamiah (homeostatis) akan
terkendali, karena di dalamnya akan terjadi interaksi antara seluruh
unsur-unsur lingkungan yang saling mempengaruhi dan besifat timbal balik,
interaksi tersebut terjadi antara komponen biotik dengan komponen abiotik,
komponen biotik dengan komponen biotik maupun komponen abiotik dengan komponen
abiotik.
Kaidah
ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor tempat, waktu dan
masing-masing mencerminkan sifat-sifat yang khas. Kaidah-kaidah dalam
ekosistem tersebut mencerminkan bahwa pada dasarnya alam ini sebetulnya dalam
keadaan seimbang dan selaras, ini merupakan bukti kekusaan Allah, sesuai dengan
firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 3 yang artinya: “Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali–ka.li ti.lak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak scimbang. Ivtaka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang idak seimbang”. (QS. alMulk
[67J: 3).
Ekosistem
sebetulnya merupakan sistenu yang dinamis yang terdiri dari tcomponen-komponen
abiotik dan biotik yang saling berinteraksi. Di dalam ekosistern akan selalu
terjadi aliran energy melalui serangkaian rantai makanan dan siklus hara
(siklus biogeokimia yang selalu dalam keadaan seimbang) .
Interkasi
antara komponen ekosistem yang meliputi komponen biotik dan komponen abiotik
diatas merupakan sunnatullah yang perlu kita pikirkan dan kita syukuri
sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 19 sampai ayat 21
di atas (https://alfarabi1984.wordpress.com)
1. Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul Pengembangan model pembelajaran
berbasis konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan keterampilan proses berbasis sains
al-qur’an learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri
Gondang 2 Kabupaten Mojokerto adalah (research
and development) atau penelitian pengembangan. Penelitian ini diarahkan
pada pengembangan suatu produk model pembelajaran berbasis
konstruktivis-kolaboratif mata pelajaran sains meningkatkan memampuan berpikir
kritis dan keterampilan proses berbasis sains
al-qur’an learning siswa. Produk yang model pembelajaran berbasis
konstruktivis-kolaboratif.
Rancangan penelitian dan pengembangan ini mengacu pada
percobaan yang telah dilakukan pada Far West Laboratory, secara lengkap menurut
Borg dan Gall ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan,
yaitu:
1.
Penelitian dan pengumpulan data (Research and
information collecting).
2. Perencanaan
(Planning).
3. Pengembangan
draf produk (Develop preliminary form ofproduct).
4. Uji
coba lapangan awal (Preliminary field testing).
5. Merevisi
hasil uji coba (Mainproduct revision).
6. Uji
coba lapangan (Main field testing).
7. Penyempurnaan
produk hasil uji lapangan (Operasionalproduct revision).
8. Uji
pelaksanaan lapangan (Operasional field testing).
9. Penyempurnaan
produk akhir (Finalproduct revision).
10. Diseminasi
dan implementasi (Dissemination and implementation).
2. Model Pengembangan
Pengertian penelitian pengembangan menurut Borg &
Gall adalah suatu proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi
produk pendidikan.1 2 3 Penelitian pengembangan itu sendiri dilakukan
berdasarkan suatu model pengembangan berbasis industri, yang temuan-temuannya
dipakai untuk mendesain produk dan prosedur, yang kemudian secara sistematis
dilakukan uji lapangan, dievaluasi, disempurnakan untuk memenuhi criteria
keefektifan, kualitas, dan standar tertentu.
Dari uraian di atas penelitian pengembangan adalah kegiatan
yang menghasilkan produk ataupun menyempurnakan produk kemudian diteliti
keefektifan dan kelayakan dari produk tersebut.
3. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan dilakukan melalui 5 tahap yakni 1)
menentukan model yang akan dikembangkan; 2) mengidentifikasi silabus mata
pelajaran; 3) persiapan pengembangan dengan mengikuti langkah-langkah Dick
& Carey; 4) pengembangan prototipe yang terdiri: a) petunjuk, b) tujuan
umum, c) tujuan khusus, d) kerangka isi, e) uraian isi, f) rangkuman, g) tugas/latihan
dan jawaban/penilaian tugas/latihan; 5) tahap merancang dan melakukan evaluasi
formatif terdiri: 1. tinjauan ahli matapelatihan (isi), ahli rancangan, ahli
media, 2. uji coba perorangan, dan 3. uji coba kelompok.
![](file:///C:/Users/ACER/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Gambar
3.2 Model pengembangan rancangan pembelajaran Dick, Carey, dan Carey (2005)
4. Uji Coba Produk
Uji coba model atau produk merupakan bagian yang sangat
penting dalam penelitian pengembangan, yang dilakukan setelah rancangan produk
selesai. Uji coba model atau produk bertujuan untuk mengetahui apakah produk
yang dibuat layak digunakan atau tidak. Uji coba model atau produk juga melihat
sejauh mana produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Model atau produk yang baik memenuhi 2 kriteria yaitu:
kriteria pembelajaran (instructional
criteria) dan kriteria penampilan (presentation criteria). Ujicoba
dilakukan 3 kali: (1) Uji-ahli (2) Uji terbatas dilakukan terhadap kelompok
kecil sebagai pengguna produk; (3) Uji-lapangan (field Testing). Dengan uji coba kualitas model atau produk yang
dikembangkan betul-betul teruji secara empiris.
F. Analisis Data
1. Analisis Data Validasi Model
Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif Oleh Ahli
Analisis data dari ahli dilakukan dengan mengubah data
dalam bentuk huruf menjadi dalam bentuk angka. Setiap komponen yang merupakan
indikator, Analisis dilakukan dengan membandingkan setiap komponen yang
merupakan indikator dengan standar skor minimum. Skor batas minimum tersebut
adalah 21. Indikator dengan skor 20 ke bawah harus direvisi.
Analisis aspek model pembelajaran (RPP dan LKS) dari ahli
secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.
Dilihat hasil analisis kualitas Model Pembelajaran
Berbasis Konstruktivis Kolaboratif di atas dapat disimpulkan bahwa RPP/
Skenario Pembelajaran sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor
masing-masing komponen yang merupakan indikator untuk Model Pembelajaran
Berbasis Konstruktivis Kolaboratif tidak ada yang kurang dari 3,0. Pada
peilaian ini tidak ada saran untuk revisi.
Dilihat hasil analisis kualitas Model Pembelajaran
Berbasis Konstruktivis Kolaboratif di atas dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja
Siswa (LKS) sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor masing-masing
komponen yang merupakan indikator untuk Model Pembelajaran Berbasis
Konstruktivis Kolaboratif tidak ada yang kurang dari 3,0. Meskipun begitu,
Saran dan komentar untuk Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran Berbasis
Konstruktivis Kolaboratif ditanggapi sebagai berikut.
a.
Kecukupan waktu untuk setiap
langkah perlu direvisi
2. Analisis Data Validasi Model
Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif oleh Siswa
Hasil pengolahan data angket pembelajaran dengan
menggunkan model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif diketahui
bahwa rata-rata pilihan siswa adalah 3.60, hal ini dikategorikan Cukup dengan
simpang baku 0.31.
Setelah diujicobakan kepada siswa selaku pengguna
langsung telah dilakukan beberapa penggantian seperti berikut.
a.
memperbaiki penggunaan
sumber dalam menerapkan model
b.
Mengubah cara evaluasi dalam
penggunaan model
Hasil pengolahan data angket pembelajaran
dengan menggunkan Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Kolaboratif
diketahui bahwa rata-rata pilihan siswa adalah 3.64, hal ini dikategorikan
Cukup dengan simpang baku 0.26.
Setelah diujicobakan kepada siswa selaku pengguna
langsung telah dilakukan beberapa penggantian seperti berikut.
a.
Memperbaiki tampilan model
atau mengganti strategi pembelajarannya
G. Verifikasi/Revisi Produk
Adapun rervisi yang telah dilakukan berdasarkan uji empirik adalah:
a.
Kecukupan waktu untuk setiap
langkah perlu direvisi
b.
memperbaiki penggunaan
sumber dalam menerapkan model
c.
Mengubah cara evaluasi dalam
penggunaan model
d.
Memperbaiki tampilan model
atau mengganti strategi pembelajarannya
Produk produk yang sudah direvisi dianggap
valid, karena sudah melalui tahapan uji coba baik secara teoretis maupun
empiris..
H.
Kesimpulan
Hasil penelitian Pengembangan model pembelajaran berbasis
konstruktivis kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
keterampilan proses berbasis sains
al-qur’an learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri Jetis 2 dan SMP Negeri
Gondang 2 Kabupaten Mojokerto ini telah melaksanakan langkah-langkah yang telah
direncanakan. Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah (1) melakukan
analisis kebutuhan; (2) menentukan kompetensi dan model pembelajaran; (3)
merumuskan judul, SK, dan KD; (4) menyusun program produk; (5) memvalidasi, uji
coba produk dan merevisi. Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilaksanakan
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.
Produk yang direvisi berdasarkan
hasil uji teoritis maupun empiris adalah: a) Revisi Lembar Kerja Siswa (LKS)
oleh ahli: (1) Kecukupan waktu untuk setiap langkah perlu direvisi b) Revisi
oleh Siswa: (1) memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model (2)
Mengubah cara evaluasi dalam penggunaan model (3) Memperbaiki tampilan model
atau mengganti strategi pembelajarannya.
2.
Produk yang dikembangkan
menarik untuk pembelajaran di kelas secara klasikal dan secara mandiri.
3.
Produk produk ini dapat
meringankan beban guru dalam mengajar.
4.
Hasil dari validasi ahli dan
uji coba, model pembelajaran berbasis konstruktivis kolaboratif ini layak
digunakan untuk mata pelajaran Sains.
5.
Produk yang dikembangkan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan motivasi merupakan salah satu
syarat dari terlaksananya model pembelajaran produktif.
I.
Saran-Saran
Berdasar simpulan dari penelitian ini, dapat disarankan
hal-hal sebagai berikut.
1.
Model pembelajaran berbasis
konstruktivis kolaboratif yang dikembangkan bisa juga digunakan sebagai tugas
yang dapat diberikan pada saat guru berhalangan hadir.
2.
Produk model pembelajaran
berbasis konstruktivis kolaboratif ini dapat dikembangkan oleh para pendidik
khususnya guru Sains sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan,
memotivasi siswa dan meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Pengembangan
penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan model pembelajaran
berbasis konstruktivis kolaboratif yang lebih menarik.
J. Daftar
Pustaka
Agus
Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR
Akker,
J. 1999 Principles and Methods of
Development Research. Dalam Plomp, T., Nieveen, N., Gustafson, K., Branch,
R.M. dan Van Den Akker, J. (eds). Design
Approaches and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher
Anita
Lie. 2007. Kooperatif Learning
(Mempraktikkan Cooperative Learning di. Ruang-ruang Kelas). Jakarta:
Grasindo.
Arif
Rohman. 2009. Memahami Pendidikan &
Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama.
Arikunto,
Suharsini, 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Buehl
1996 dalam Apariani dkk, 2010:20 dalam http://hildasridewitase.blogspot.com/2013/07/strategi-pembelajaran-example-non.html,
Canale.
M dan M. Swain. 1980. “Theoretical of
Communicative Approaches to Second Language Teching and Learning”. Applied
Linguistics. London: Longman.
Choy,
Ng Kim. 1999. Perbezaan Pembelajaran
Kolaboratif & Pembelajaran Koperatif.[online] Tersedia:
http://www.teachersrock.net. Diakses tanggal 14 April 2015.
Corey,
G. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.
Belmont,CA:Brooks/Cole.
Degeng,
I. N. 2000. Paradigma Baru Pendidikan
Memasuki Era Desentralisasi dan Demokratisasi. Makalah Seminar Regional, di
Universitas PGRI Surabaya: 19 April 2000.
Dick,
W. dan Carey, L. 2005. The Systematic
Design of Instruction. United States of America: Scott Foresman and
Company.
Djamarah.
2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
https://alfarabi1984.wordpress.com/2010/10/27/pembelajaran-biologi-yang-berbasis-imtaq-dengan-pendekatan-integratif-science-enviorenment-societytechnology-and-religion-oleh-agus-wasisto-dwi-ddwmpd-widyaiswara-lpmp-diy/
Gay,
LR. 1987. Research in Education. New
York: McGraw-Hill Book
Gokhale,
A 1995. Collaborative learning enhances
critical thinking. Journal of Technology Education, (7 1. [Online].
Tersedia: http://scolar.lib.vt.edu/eiournals/ JTE/jte-v7n1 /gokhale,
jt-v7n1.html. diakses tanggal 14 April 2015.
Heinich,
Molenda, dan Russel. 1989. Instructional
media and the new technologiest of instruction. (Third edition). USA:
Macmillan, inc
Hitipeuw,
I. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.
Ibrahim,
M. & Nur, M. 2000. Pengajaran
Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA- University Press.
Isjoni,
2009, Pembelajaran Kooperatif,
Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Lang,
H. R, & Evans, D.N. 2006. Models,
Strategis, and Methods for Effective Teaching. USA: Pearson Education, Inc.
Miftahul
Huda. 2011 Cooperative Learning Metode,
Teknik, Struktur dan Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Morrison,
G., Ross, S., & Kemp, J. 2001. Design
effective instruction. New York: John Wiley & Sons
Nasution.
1995, Mengajar Dengan Sukses, Bumi
Aksara,. Jakarta.
Oakley,
Lisa. 2004. Cognitive Development.London:
Routledge-Taylor & Francis
Oemar
Hamalik, 1999. Kurikulum dan Pembelajaran,
Bumi Aksara: Jakarta,
Ornstein,
C., Levine, U.D.1984. Foundations of Education, Houghton Mifflin
Company. Boston.
Panitz,
Ted. 1996. A Definition of Collaborative
vs Cooperative Learning.
[Online].Tersedia:http://www.city.londonmet.ac.uk/deliberations/collab.learning/panitz2.
html. Diakses tanggal 14 April 2015.
Plomp,
Tj. 1994. Educational Design:
Introduction. From Tjeerd Plomp (eds). Educational &Training System
Design: Introduction. Design of Education and Training (in Dutch).Utrecht (the
Netherlands): Lemma. Netherland. Faculty of Educational Science andTechnology,
University of Twente
Prasetya
Irawan,. 1997 Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar (Pekerti).
Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Rahmantyo,
G. 2010. Teori Pembelajaran Kooperatif (Online) (http://blog-anakdesa.blogspot.com/2010/01/teori-belajar-kooperatif.html,
diakses tanggal 14 April 2015.
Rita
C. Richey, J. D. K., Wayne A. Nelson. 2009. Developmental
Research: Studies of Instructional Design and Development.
Robert
E. Slavin, 2005, Cooperative Learning:
theory, research and practice, London: Allymand Bacon.
Roestiyah.
2008. Strategi Belajar Mengajar dalam
CBSA. Jakarta: Rineka Cipta.
Romlah,
T. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Ross,
S. M., & Morrison, G. R. 1996. Experimental
research methods. Handbook of research for educational communications and
technology: A project of the association for educational communications and
technology, 1148-1170.
Sadtono,
E. 1987. Antologi Pengajaran Bahasa Asing
Khususnya Bahasa Inggris. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tinggi Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikaan dan Kebudayaan.
Santrock,
J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua (terjemahan). Jakarta:
Kencana.
Sato,
Manabu 2007. Tantangan yang Harus
Dihadapi Sekolah, makalah dalam Bacaan Rujukan untuk Lesson Study - Berdasarkan
Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta: Sisttems
Seels,
B., & Richey, R. 1994. Instructional
technology: The definition and domains of the field. Washington, DC:
Association for Educational Communications and Technology.
Seels,
Barbara B. & Richey, Rita C. 1994. Teknologi
Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Penerjemah Dewi S. Prawiradilaga
dkk. Jakarta: Kerjasama IPTPI LPTK UNJ.
Slavin,
R. E. 2006. Educational Psychology: Theory and Practice Eighth Edition.
USA: Allyn Bacon.
Slavin,
R. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Edisi Kedelapan (Jilid 2.
Jakarta: PT Indeks.
Sugiyanto.
2010. Model-model Pembelajaran Inovatif.
Surakarta: Yuma. Pustaka.
Sugiyono.
2011. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suparman,
A. 2001. Desain instruksional. Pusat
antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidkan Tinggi, Departemen Pendidikan Tinggi.
Suparno,
Paul 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suprijono.
Agus. 2009. Cooperative Learning Teori
& Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan,
Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik.
Bandung: Angkasa.
Tessmer,
Martin. 1998. Planning and Conducting
Formative Evaluations. Philadelphia: Kogan Page.
van
den Akker J. 1999. Principles and Methods
of Development Research. Pada J. van den Akker, R.Branch, K. Gustafson,
Nieven, dan T. Plomp (eds), Design Approaches and Tools in Education and
Training (pp. 1-14. Dortrech: Kluwer Academic Publishers.
van
den Akker J., dkk. 2006. Educational
Design Research. London and New York: Routledge.
Vygotsky
, L.S. 1978. Mind in Society: The
Development of Higher Psychological Processes. Editor: Michael Cole, Vera
John-Steiner, Sylvia Scribner, Ellen Souberman . Cambrigde, Massachusetts:
Harvard University Press
W.
S. Winkel, 1989. Psikologi Pengajaran,
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Wang
H, Li J, Bostock RM, Gilchrist DG. 1996. Apoptosis: A Functional Paradigm for Programmed Plant Cell Death Induced by A
Host- Selective Phytotoxin and Invoked During Development. Plant Cell 8:
375–391.
Wiersema,
N. 2000. How Does Collaborative Learning
Actually Work in A Classroom and How Do Students React to 7t?.[Online].
Tersedia: http://www.city.londonmet.ac.uk/deliberations/collab.learning/wiersema.html.
Diakses tanggal 14 April 2015.
No comments:
Post a Comment