Tuesday, 17 April 2018

Pengaruh Economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap Environtmental cost dan Environmental protection Wilayah kelompok tani hutan pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto

Pengaruh Economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap Environtmental cost dan Environmental protection Wilayah kelompok tani hutan pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto 


Eny Nuraeni a* 

aProgram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mayjen Sungkono 

*Koresponden penulis: enynuraeni648@gmail.com 

Abstract 

The term "community forest" is a talun / yard field that has grown since the early 20th century and the last developed cultivated land, when people plant their land with a combination of intercropping (food and forest) or agroforestry, initially using wood for fuelwood consumption and carpentry, but later developed into an alternative wood supply for the industry. Forest exploitation is to obtain the economic benefits from the timber. The purpose of this research are: 1) Describe the effect of economic benefit of clearing of protected forest farmland to environtmental cost in KTH Padusan Padusan Village, Pacet Sub-district, Mojokerto Regency. 2) Explain the effect of the economic benefit of clearing forest land for protection of environmental protection in Paddy Padusan Padusan Village, Pacet Sub-district, Mojokerto Regency. From the analysis result can be summarized as follows: 1) From the analysis result, it is known that the economic benefit of clearing of protected forest farming has an effect on the environtmental cost in KTH Padusan Pacet Mojokerto obtained Fcount 15 641 (significance F = 0,000). So Ft> Ftable (15 641> 1.60) or Sig F <5% (0.000 <0.05). This means that the economic benefit of clearing of protected forest farms has an effect on the environtmental cost in KTH Padusan Padusan Village, Pacet Sub-district, Mojokerto Regency. then the null hypothesis (H0) is rejected and the Work Hypothesis (H1) is accepted. 2) From the results of the analysis shows that the scientific approach to learning affecting the environmental protection in KTH Padusan Padusan Village District Pacet Mojokerto regency obtained value Fhitung 2.924 (significance F = 0.009). So F arithmetic> F table (2,924> 1.60) or Sig F <5% (0.009 <0.05). This means that the economic benefit of clearing of protected forest farmland to influence the environmental protection in KTH Padusan Padusan Village, Pacet Sub-district, Mojokerto Regency.

Keywords: Economic benefit, Environtmental cost, Environmental protection




A. Latar Belakang
Paradigma baru mengenai pemberdayaan masyarakat dalam mengelola hutan kini telah dimulai. Hal ini ... Masyarakat setempat yang berada di dalam dan di sekitar hutan, baik masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal lainnya,. Selain itu ... Prosedur dan persyaratan-persyaratan untuk memperoleh HPH atau HPHH sedang disusun, dan dalam pelaksanaannya akan diberikan pembinaan oleh instansi terkait (Kartika, & Gautama, 1999:127). Sebagaimana sudah diketahui kebijakan dasar dari pemerintahan Orde Baru adalah ramah terhadap modal asing dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia. Ini adalah nilai pokok dalam ideologi developmentalisme dan ekonomi pembangunan (Marzali, 2015:ix), Center for International Forestry Research (2011”2), menjelaskan bahwa “…melestarikan, meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati secara lestari untuk meningkatkan penghidupan masyarakat miskin sebagai respon atas kebijakan untuk masyarakat: mendorong perubahan kebijakan dan kelembagaan yang akan merangsang pertumbuhan pertanian dan kesetaraan pembagian manfaat untuk para masyarakat miskin”. Perum Perhutani (1995) mengemukakan beberapa permasalahan desa-desa yang berada di sekitar wilayah hutan adalah: kondisi lahan pertanian yang marginal; kurangnya lapangan pekerjaan dan terbatasnya keterampilan. Kondisi yang demikian tersebut menyebabkan rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat dan mendorong masyarakat untuk ekspansi ke dalam hutan secara tidak bertanggung jawab dalam bentuk pencurian kayu (Hanani, Ibrahim, & Purnomo, (2003:203)
Pembukaan lahan-lahan baru pertanian di hutan lindung merupakan penyebab utama dehutanisasi, walaupun tidak seluruh konversi dan degradasi tutupan hutan terkait dengan pertanian yang ekstensif (World Development Report, 2008:276). Kondisi lain yang menjadi penyebab pembukaan lahan hutan adalah semakin sempitnya ladang petanian karena pertumbuhan populasi sehingga semakin dibutuhkannya tempat pemukiman, karena pertumbuhan penduduk dan tempat pemukiman semula harus ditinggalkan karena terkena reboisasi sehingga harus membangun pemungkiman baru. Sejak dicanangkannya reboisasi di tahun 1979 dan efektif 1980 banyak areal hutan terkena reboisasi, yaitu dijadikan kawasan hutan cadangan maupun hutan lindung.
Kondisi lahan yang berbukit/bergunung dengan lereng curam, serta tanah yang terbuka akibat pembukaan hutan, maka usaha-usaha konservasi lahan mutlak perlu dikaitkan dalam setiap pola usahatani, untuk mencegah bahaya erosi yang berkelanjutan. ... Lahan pertanian kritis merupakan masalah tersendiri pula termasuk lahan kritis di daerah perladangan berpindah dan lahan kritis yang terjadi di wilayah bukaan baru atau pengelolaan hutan yang tidak bijaksana. Kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah bahwa pada hakekatnya di Indonesia tidak ada lahan yang dapat dikatakan sebagai lahan yang berstatus Tanah Negara Bebas dalam arti seperti yang termaktub dalam hukum formal kecuali mungkin lahan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai lahan hutan lindung atau lahan hutan produksi. Ternyata, kita menyaksikan berbagai efek atau dampak-dampak yang keluar dari sistem pengelolaan pembangunan yang dalam beberapa hal membawa kerugian-kerugian yang nilainya sulit ditentukan (Siahaan, 2004:71). Ketidakpuasan masyarakat lokal itu terjadi bukan hanya karena rusaknya lingkungan hidup di sekitar mereka, melainkan juga karena mereka hampir tidak memperoleh manfaat ekonomis dan sosial apa-apa dari usaha eksploitasi alam tersebut. Semua krisis ekologi dan sosial-ekonomi tersebut tidak lain disebabkan penyelewengan dari filsafat dan konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Padahal, seharusnya pembangunan berwawasan lingkungan tunduk kepada pertimbangan yang logis, rasional, dan berorientasi kepada penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup daripada pertimbangan ekonomis dan bisnis semata. (Ditjenbud, 2000:30)
Pembinaan masyarakat sekitar hutan memerlukan pemahaman tentang kebiasaan-kebiasaan yang membentuk budaya masyarakat setempat, hak-hak ulayat atas hutan dan kebiasaan masyarakat dalam berladang, berburu serta meramu hasil hutan (Wanggai, 2009:43). Pengelolaan hutan dengan mengikutkan masyarakat sekitar hutan tidak akan pernah berhasil apabila tidak didukung oleh pemahaman yang benar tentang fungsi dan peranan hutan bagi kehidupan. “... Ke depan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan tidak hanya memperbesar akses mereka kepada hutan saja seperti yang dilakukan dalam pembinaan masyarakat hutan saat ini namun lebih pada pemberian peran pada penduduk bahwa hutan adalah milik mereka ”( Hanani, Ibrahim, & Purnomo, 2003:202)
Ada tiga nilai manfaat ekonomi yang diperoleh umat manusia apabila pengelolaan kawasan hutan berorientasi pada kelestarian hutan itu, yaitu nilai manfaat langsung (direct use values), nilai manfaat tidak langsung (indirect use values), dan nilai yang dirasakan meskipun tidak dimanfaatkan sumber daya hutan (non use value)... Berdasarkan nilai ekonomi hutan tersebut, pemerintah dalam membuat kebijakan di kawasan hutan tertentu dapat menggunakan teknik-teknik ekonomi untuk mengetahui perbandingan antara keuntungan dan kerugian dari kebijakan yang hendak diterapkan (Siburian, 2008:68). Meskipun secara umum manfaat dari hutan devolusi memberi sumbangan penting pada ekonomi rumahtangga, rumahtangga penerima hutan menghadapi tantangan dalam upaya mereka melindungi hutan dan mempertahankan manfaatnya untuk masa depan (Colfer, Dahal, & Capistrano, 2009:233).
Selama beberapa dekade berikutnya, pasokan energi global cenderung semakin terkendala oleh kenaikan harga riil dan kekhawatiran tentang Environmental cost atau biaya lingkungan. Pemerintah di daerah tropis mendapat tekanan dari pemerintah MDC dan masyarakat lingkungan internasional untuk mengurangi kerugian ini dengan membatasi pembukaan hutan, dan tekanan tersebut kemungkinan akan terus meningkat (Rosenberg, Easterling III, Crosson, & Darmstadter, 2016). Namun, pengeluaran pertanian bisa memberi kesan perubahan iklim, kesan ketimbang emisi gas rumah kaca. Pembersihan hutan untuk keperluan pertanian, penggunaan racun beracun dan baja kimia merupakan salah satu penyebab degradasi lingkungan (Hezri, 2004:61). Dan sementara itu desentralisasi kewenangan atas hutan di belahan dunia saat ini sedang berjalan cepat, disertai implikasi positif dan negatif bagi masyarakat dan hutan itu sendiri (Colfer, Dahal, & Capistrano, 2009).
Semenetara menurut the Role of Trees in Sustainable Agriculture Australian Conference. (1993) Menilai sumber daya alam Nilai moneter yang tidak mencukupi ditempatkan di lingkungan alam oleh masyarakat, dan kapan pun sumber daya dinilai rendah atau tidak, mereka terlalu banyak digunakan atau disalahgunakan. Ada kebutuhan untuk menempatkan nilai yang sesuai ... juga dibersihkan dan 'dikembangkan'. Produksi pertanian saat ini (sapi dan biji-bijian) di wilayah ini jauh melebihi produksi daging sapi yang sedikit di bawah hutan asli, namun ada biaya lingkungan yang besar.
Berkenaan dengan environmental protection, warga desa sering mendirikan usaha pengelolaan hutan yang terlibat dalam penebangan dan pengelolaan hutan. Kecuali pajak normal, negara tidak mengklaim pendapatan masyarakat dari penjualan hasil hutan (Robbins, 2007). Masyarakat lokal secara tradisional menggunakan api di bawah kendali sistem adat untuk menyiapkan lahan untuk budidaya, namun sekarang dengan sengaja membakar lahan mereka, yang diduduki oleh perusahaan, sebagai pembalasan. Migran yang bertani di hutan tidak pernah tunduk pada peraturan adat tradisional dan karenanya juga menggunakan api untuk mendapatkan akses ke lahan pertanian tanpa mengendalikannya. Pelemahan institusi adat dan kepentingan yang saling bertentangan di antara berbagai aktor telah menyebabkan pembukaan hutan yang cepat (Faure, Mascini, & Liu, 2017)
Isu yang dipertaruhkan bervariasi di berbagai tingkat jaringan kebijakan. Pada tingkat global, perdagangan bebas, perlindungan lingkungan, dan keanekaragaman hayati merupakan subyek yang dominan. Aspek terkait hutan adalah peningkatan penggunaan industri melalui akses ke area baru, pengurangan Memahami dampak kebijakan lintas sektor - aspek kebijakan dan hukum. Efek positif dan negatif dari kebijakan eksternal mengenai kebijakan kehutanan harus mengedepankan environmental protection (DubÚ, & Schmithusen, 2003) Namun, deforestasi telah mulai berkurang sebagai akibat usaha agresif pemerintah untuk menerapkan Undang-undang Lingkungan Hidup. ... Kesuksesan REDD juga membutuhkan komitmen dan kerjasama banyak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, sektor swasta, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Dewan Perubahan Iklim Nasional, dan Bappenas, untuk menghasilkan pengurangan emisi yang solid untuk ... Memperkuat undang-undang tentang perlindungan lingkungan (OECD, 2012).
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis tertarik untuk meneliti dalam suatu karya tulis dengan judul: Pengaruh economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap environtmental cost dan environmental protection wilayah kelompok tani hutan pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung berpengaruh terhadap Environtmental cost pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto?
2. Apakah economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung berpengaruh terhadap environmental protection pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengaruh economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap Environtmental cost pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.
2. Mendeskripsikan pengaruh economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap environmental protection pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.
D. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini obyeknya adalah Anggota kelompok tani hutan KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto sebanyak 311 anggota kelompok tani hutan. dari anggota populasi yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak 76 orang responden.
E. Kesimpulan
Selesainya pembahasan skripsi yang berjudul Pengaruh economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap environtmental cost dan environmental protection di Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis diketahui bahwa economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung berpengaruh terhadap environtmental cost pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto didapatkan nilai Fhitung sebesar 15.641 (signifikansi F= 0,000). Jadi Fhitung>Ftabel (15.641> 1,60) atau Sig F < 5% (0,000<0,05). Artinya bahwa economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung berpengaruh terhadap environtmental cost pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. maka Hipotesis Nol (H0) ditolak dan Hipotesis Kerja (H1) diterima.
2. Dari hasil analisis diketahui bahwa economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung berpengaruh terhadap environmental protection pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto didapatkan nilai Fhitung sebesar 2.924 (signifikansi F= 0,009). Jadi Fhitung>Ftabel (2.924>1,60) atau Sig F < 5% (0,009<0,05). Artinya bahwa economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung berpengaruh terhadap environmental protection pada KTH Padusan Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.
F. Saran-Saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian dan menutup dengan kesimpulan, maka penulis perlu memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi jajaran pengelola lembaga hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan sehingga Instansi dapat menyusun langkah strategis dalam meningkatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada dengan menciptakan lingkungan yang mendukung economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung.
2. Bagi perguruan tinggi, hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti selanjutnya, untuk mengembangkan khasanah normatif Pengaruh economic benefit pembukaan lahan pertanian hutan lindung terhadap environtmental cost dan environmental protection di Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto dapat menggunakan referensi karya ini.
G. Daftar Pustaka
Center for International Forestry Research (CIFOR) (2011) Hutan. Pohon dan Wanatani Penghidupan, Bentang Alam dan Tata Kelola, Jakarta: CGIAR
Colfer, C. J. P., Dahal, G. R., & Capistrano, D. (Eds.). (2009). Pelajaran dari desentralisasi kehutanan: mencari tata kelola yang baik dan berkeadilan di Asia-Pasifik. CIFOR.
DubÚ, Y. C., & Schmithusen, F. (2003). Cross-sectoral policy impacts between forestry and other sectors. FAO, Roma (Italia)..
Faure, M., Mascini, P., & Liu, J. (2017). Environmental Governance and Common Pool Resources: A Comparison of Fishery and Forestry. Routledge.
Rosenberg, N. J., Easterling III, W. E., Crosson, P. R., & Darmstadter, J. (Eds.). (2016). Greenhouse warming: Abatement and adaptation. Routledge.
Ditjenbud, T. (2000). Strategi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Indonesia. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Hanani, N., Ibrahim, J. T., & Purnomo, M. (2003). Strategi Pembangunan Pertanian: Sebuah Pemikiran Baru. Yogyakarta: Lappera.
Hezri, A. A. (2004). Sustainability indicator system and policy processes in Malaysia: a framework for utilisation and learning. Journal of environmental Management, 73(4), 357-371.
Kartika, S., & Gautama, C. (1999). Menggugat posisi masyarakat adat terhadap negara. Jakarta: Aliansi masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Marzali, A. (2015). Antropologi & Kebijakan Publik. Jakarta: Prenada Media.
OECD (2012), OECD Review 0/Agricultural Policies: Indonesia 2012, OECD Publishing. http://dx.d0i.0rg/W.l 787/9789264179011 -en
Robbins, P. (Ed.). (2007). Encyclopedia of Environment and Society: FIVE-VOLUME SET. Sage Publications.
Siahaan, N. H. T. (2004). Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.
Siburian, R. (2008). “Kearifan Ekologi dalam Budaya Batak sebagai Upaya Mencegah Bencana Alam”. Jurnal: Masyarakat Indonesia, Edisi XXXIV, (1), 63-86.
The Role of Trees in Sustainable Agriculture Australian Conference. (1993). The role of trees in sustainable agriculture: review papers presented at the Australian Conference, The Role of Trees in Sustainable Agriculture, Albury, Victoria, Australia, October 1991. Kluwer.
Wanggai, F. (2009). Manajemen Hutan. Jakarta: Grasindo.
World Development Report 2008: Agriculture for Development. Washington, DC: World Bank


No comments:

Post a Comment